Site icon nuga.co

Mortir Hamas Bunuh Seorang Pria Yahudi

Kecamuk perang antara Hamas dan Israel, yang telah mengoyak dan memorak-porandakan Jalur Gaza, meminta korban pertama di pihak Negara Yahudi itu dengan tewasnya seorang pria saat mengantarkan makanan untuk tentara di perbatasan Erez dan Gaza.

Micky Rosenfeld, seorang perwira polisi Israel kepada surat kabar terbitan Tel Aviv. “TIMES” l melaporkan seorang warganya tewas akibat tembakan yang diarahkan dari Jalur Gaza, Selasa, 15 Juli 2014.

Kematian ini adalah yang pertama di kubu Israel setelah agresi berlangsung kurang-lebih satu pekan.

Korban di pihak Hamas, menurut catatan “bbc.news,” hingga Rabu pagi WIB, sudah mencapai 200 warga. Korban di pihak Palestina ini adalah catatan menyeluruh setelah Israel melakukan Operasi Perlindungan Tepi sejak sepekan yang lalu.

Akibatnya, serangan balas-balasan roket dan mortir antara Hamas dan militer Israel pun tidak bisa dihindari.

Dalam sebuah laporan, militan di Gaza telah menembakkan lebih dari seribu roket ke Israel selama pertempuran itu berlangsung, begitu pun sebaliknya. Namun, berkat Iron Dome, sistem pertahanan yang dapat menghindari roket, tidak ada korban tewas dari pihak Israel, paling tidak sampai pria pengantar makanan itu tertembak.

“Setidaknya lima belas warga Israel terluka, termasuk anak-anak oleh serangan roket Hamas sejak pertempuran dimulai,” kata Rosenfeld.

Upaya perdamaian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sejumlah negara lainnya belum berhasil meredam tingkat kekerasan di Gaza. Padahal konflik ini justru membawa kematian bagi warga yang tidak bersalah.

Sementara itu jeda perang antara Hamas dan Israel, yang ditawarkan Mesir dan semula diterima oleh Israel, kini mentah lagi setelah pejuang Pelestina menolaknya karena tidak ditemukan solusi menyeluruh terhadap masa depan Pelestina dalam draft yang diajukan Menlu Mesir itu.

Upaya Mesir untuk menjadi penengah antara Israel dan Hamas di mentahkan oleh Pelestina.. Lewat situs resminya, Hamas dengan tegas menolak proposal perdamaian yang menawarkan gencatan senjata pada kedua kubu ini.

“Pertempuran kami dengan musuh akan berlanjut dan akan meningkatkan keganasan serta intensitas, kata Hamas, seperti dikutip Al Jazeera, Selasa, 15 Juli 2014.

Mengomentari hal ini, seorang pemimpin senior dari kelompok bersenjata ini, Khaled al-Batch, menyatakan bahwa mereka sebenarnya menyambut baik peran Mesir dalam mengakhiri agresi Israel dan membela rakyat Palestina. Tetapi mereka tidak akan menerima usulan gencatan senjata tanpa syarat.

“Gencatan senjata untuk jangka pendek dan kemudian menegosiasikan persyaratan tidak bisa diterima. Kami sudah melakukan ini di hari lalu dan gagal,” kata al-Batch.

“Yang dibutuhkan sekarang adalah menyepakati tuntutan Palestina, terutama mengakhiri pengepungan oleh Israel dan membuka perbatasan. Jika tidak, sejarah akan terulang kembali,” paparnya.

Usulan Mesir yang mulai berlaku pada Selasa, 15 Juli 2014, pukul 02.00 waktu setempat itu menyerukan kedua pihak untuk melakukan gencatan senjata dalam waktu 12 jam dan diikuti dengan negosiasi di Kairo dalam waktu 48 jam.

Mesir merupakan negara yang pernah berkonflik panjang dengan Israel. Presiden Mesir ketiga, Anwar Sadat, bertaruh nyawa untuk mendamaikan kedua negara bertetangga itu. Kedua negara kemudian sepakat mengakhiri konflik selama 30 tahun dengan menandatangani perjanjian damai di Camp David pada September 1978.

Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter menjadi saksi saat Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin menandatangani perjanjian damai. Sadat dan Begin kemudian dianugerahi Nobel Perdamaian setahun setelah perjanjian itu ditandatangai.

Exit mobile version