Site icon nuga.co

Israel “Menyerah,” Minta Stop Perang

Untuk pertama kalinya dalam perang terbuka paling brutal di Jalur Gaza, Israel “menyerah” menghadapi “liatnya” daya tahan pejuang Hamas setelah lima puluh tiga tentaranya tewas, dan minta Amerika Serikat mempercepat diplomasi untuk mencapai gencatan senjata permanen.

Rabu dinihari WIB, 30 Juli 2014, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara terbuka telah mengajukan proposal bantuan ke Amerika Serikat untuk mengupayakan gencatan senjata di Gaza.

Permohonan Netanyahu, yang meminta diusahakannya gencatan senjata segera di Jalur Gaza, diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri AS John Kerry saat berkunjung ke Israel.

“Tadi malam kami berbicara, dan perdana menteri berbicara kepada saya tentang ide dan kemungkinan gencatan senjata,” kata Kerry seperti dilansir AFP, Selasa malam waktu setempat atau Rabu dinihari WIB, 30 Juli 2014.

“Ini bukan tentang saya. Ini tentang Israel dan hak untuk membela diri,” ujar Kerry. Amerika Serikat, kata Kerry, sangat hati-hati untuk menemukan solusi atas serangan militer di jalur Gaza. Hal ini, bagi Kerry, sangat penting untuk mengurangi korban sipil.

“Kami bekerja sangat hati-hati dengan teman-teman Israel kita, agar dapat menemukan cara untuk mengurangi korban sipil. Kedua belah pihak mengalami kesulitan menemukan solusi ke depan,” ujar Kerry.

Sementara itu, Israel semakin gencar melakukan serangan ke Gaza di hari kedua puluh tiga invasi militernya ke gaza. Korban sudah mencapai 1.000 orang lebih, dan sebagian besar adalah wanita serta anak-anak.

Beberapa kali gencatan senjata disepakati, namun tak berlangsung lama. Hingga saat ini, gerilyawan Hamas menolak gencatan senjata kembali dengan Israel.

“Hal ini lebih tepat untuk mencoba menyelesaikan masalah mendasar di meja perundingan, daripada melanjutkan perang kekerasan, yang akan jauh lebih sulit untuk dipulihkan kembali,” kata Kerry.

Militer Hamas hanya menginginkan gencatan senjata kalau Israel memenuhi dua tuntutan mereka. “Jika tak dipenuhi, maka tak akan ada gencatan senjata di Gaza,” ujar pimpinan sayap militer Hamas, Ezzedine Al-Qassam, kepada jaringan televisi Al Jazzera.

Selain itu, militer Hamas juga menuntut Israel mencabut blokadenya di jalur Gaza. Dua tuntutan ini sebagai sinyal gencatan senjata yang ditawarkan Hamas.

Pimpinan Ezzedine Al-Qassam, Mohammed Deif menyatakan, jika tuntutan itu tak dipenuhi, maka serangan Hamas ke wilayah Israel dengan menggunakan roket-roket akan terus berlangsung.

“Kami tidak menerima kondisi gencatan senjata,” kata Deif.

“Tidak ada gencatan senjata jika Israel tidak hentikan agresi militer dan mengakhiri blokade,” tambahnya.

Setelah serangkaian pembicaraan dan konsultasi dengan Hamas dan Jihad Islam, pemimpin Palestina mengumumkan hanya bisa melakukan gencatan senjata selama dua puluh empat jam.

“Kami menyerukan kepada negara-negara Arab dan dunia internasional agar mendukung rencana ini dan memastikan Israel bertanggung jawab penuh atas konsekuensinya jika menolak gencatan senjata ini,” tambah Rabbo.

Memasuki hari kedua puluh tiga bentrokan antara pasukan Israel dan Hamas semakin hebat dan korban jiwa terus berjatuhan

Selain menyerukan gencatan senjata, para pemimpin Palestina juga mempertimbangkan usulan gencatan senjata selama tujuh puluh dua jam yang diserukan PBB.

“PBB juga menyerukan gencatan senjata selama 72 jam dan kami menyambut positif ajakan PBB itu,” tambah Rabbo.

Abed Rabbo juru bicara Pelestina menambahkan sebuah delegasi pejabat senior Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas bersama perwakilan faksi-faksi Palestina, berangkat ke Mesir untuk menggelar pembicaraan terkait penghentian pertumpahan darah.

“Sebuah delegasi Palestina bersatu akan berangkat menuju Kairo untuk membicarakan langkah-langkah selanjutnya,” ujar Rabbo. Abed Rabbo menambahkan para pemimpin Palestina juga telah memulai prosedur untuk secara internasional menjerat pemerintah Israel dengan dakwaan pembunuhan terhadap rakyat Palestina.

sumber : afp, al jazzera dan middle east monitor

Exit mobile version