Site icon nuga.co

Edisi Cetak Newsweek Tamat

Rest in Peace Newsweek,”  tulis Agence France Presse (AFP). Istirahat dalam damai. Itulah judul  sebuah laporan news feature  Kantor Berita Perancis tersebut tentang “kematian” majalah berita mingguan Newsweek. Sebuah majalah, dulunya, milik Washington Post Corp yang menjadi sparing partner dan saingan global TIME selama delapan puluh tahun lebih.

Reuters, kantor berita Inggris dengan kalimat sendu menyatakan, “kita telah kehilangan sebuah ikon jurnalistik.”  Ikon yang mengemas sebuah berita serius menjadi ringan untuk dibaca dan dipahami. Majalah yang sepanjang usianya konsisten dengan gaya bertutur sistematis tapi menaik.

Newsweek seperti disampaikan oleh chief editor-nya, Tina Brown, Kamis  kemarin,  telah memutuskan untuk menghentikan penerbitan edisi cetaknya mulai akhir tahun ini. “Tidak seluruhnya berhenti. Kami tetap akan melayani pembaca dan pencinta Newsweek di edisi online,” ujar wanita pekeja keras dan termasuk salah satu wartawan terkemuka di Amerika Serikat.

Menurut Brown, Newsweek tidak sepebuhnya berhenti. “Kami akan tetap melayani pembacanya dengan mengalihkannya ke format digital sesuai dengan tuntutan teknologi yang tidak lagi bersahabat dengan edisi cetak  yang mahal dan rumit dalam distribusinya.”

Kematian Newsweek merupakan pembenaran dari jawaban yang diberikan teknologi tentang akan bertumbangannya media edisi cetak dalam dasawarsa mendatang. Dalam sepuluh tahun terakhir tiras media cetak sudah tinggal setengahnya dan membuat korporasi media seperti The Age di Australia harus merumahkan lebih dari 2.000 karyawannya.

Bahkan suratkabar sehebat Washington Post maupun The New York Times yang tergerus pasar edisi cetaknya, terpaksa membangun edisi online dengan sistem konvergensi media. “Tak ada media cetak yang bisa eksis dalam dua puluh tahun ke depan menghadapi teknologi informasi,” ujar Robert Sullivan, profesor pengajar jurnalistik di Cornell University. Ia memprediksi tahun 2040 media edisi cetak akan terkubur.

Newsweek, the weekly magazine,  semula adalah milik Post Corp, yang juga menerbitkan surat kabar paling bergengsi di Amerika Serikat, The Washington Post. Tahun 2010 korporasi media itu menjualnya ke milliarder California, Sidney Harman, Setahun  membeli mejalah itu Harman meninggal dan Newsweek mengalami kesulitan keuangan dan keluarganya memutuskan untuk menghentikan membiayai penerbitannya.

Menurut Tina Brown yang mendirikan perusahaan situs berita online Newsweek Daily Beast Company nantinya  majalah bergengsi itu akan tampil secara utuh di edisi digital dan bergabung dengan Newsweek Global sebagai  wadah tunggal semua pemberitaan di korporasi medianya.

“Nantinya Newsweek Global akan menjadi edisi tunggal yang akan menyasar pasar ke seluruh dunia dan tetap mempertahan penyajian kualitatif dengan berita dan opini dengan mobilitas tinggi.”

Penggabungan Newsweek  ke edisi online akan memangkas hampir dua pertiga pengeluaran biaya yang selama ini dibayarkan. Resiko dari perpindahan ini juga akan memangkas jumlah karyawannya di bagian bisnis dan akan meciutkan tenaga editor lewat seleksi perampingan yang ketat.

Menurut kantor berita AP, yang juga memberi ulasan sehari setelah Tina Brown mengumumkan penutupan edisi cetaknya, bahwa kematian Newsweek bukan disebabkan oleh persoalan kualitas dan jurnalisme. Sebagai sebuah entitas media sepanjang delapan puluh tahun lebih, Newsweek telah meninggalkan jejak mendalam bagaimana kita belajar menulis.

AP mengenang fase kecemerlangan Newsweek ketika terjun meliput Perang Vietnam dengan menyajikan laporan dan foto-foto ekslusif serta membongkar kasus pembunuhan massal penduduk sebuah kampung di sebuah perbatasan dengan Kamboja oleh serdadu elite Green Barret.

Laporan khusus ini oleh banyak pakar jurnalistik dianggap monumental karena mencoreng kebijakan Gedung Putih dan Pentagon sehingga membuat Amerika Serikat menata ulang kembali kebijakan perang di Vietnam. Laporan itu juga menyebabkan majalah saingannya TIME di periode itu mengaku kalah dan memberi apresiasi kepada Newsweek atas laporan investigasinya itu.

Di Indonesia penampilan majalah Newsweek pernah diciplak oleh majalah berita  Editor, sebuah majalah yang diterbitkan oleh bekas wartawan TEMPO yang eksodus karena friksi manajemen keredaksian. Baik TEMPO yang diidentikan dengan TIME maupun Editor yang Newsweek, pernah mengisi khasanah pasang naik jurnalistik tingkat tinggi di tanah air. []

 

Exit mobile version