Site icon nuga.co

Anwar Ibrahim dan Sila Keadilan

Saya masih pengagumnya sampai hari ini. Tak pernah luntur.  Pengagum Anwar Ibrahim. Yang Anda tak perlu saya beritahu siapa Anwar.

Yang kalau kita berumah  di Aceh merupakan tetangga dekat. Dan Anwar adalah anak tetangga. Tetangga yang akrab disapa dengan jiran.

Jiran benaran karena ia anak penang. Orang aceh menyebutnya dalam aksen tebal yang kelat, pulau pinang. Dari  gampong cherok kok tun di bukit mertajam.

Penang memang meu”aceh.” Tat.. tat..

Meu”aceh” karena disana menjadi “rumah” Puteh Ramli. Pahlawan Malaya. Berkesenian melebihi ekspektasi seorang seniman. Kalau nggak percaya dendangkan syair” engkau laksana bulan”

Dan penang, dulunya, adalah pelabuhan Aceh di tanah seberang. Seberang lhok seumawe. Jarak terdekat dari tanah jiran itu. Dan di penang juga bermukim banyak orang aceh.

Maaf… ngelantur…

Kekaguman saya terhadap Anwar bersemayam sejak dulu. Dulu sekali…

Sejak ia tampil sebagai warna dominan pergerakan belia. Pergerakan yang sering saya sandingkan dengan himpunan mahasiswa islam, Hmi. Yang di sananya bernama abim. Angkatan belia islam Malaysia.

Angkatan yang melhirkan banyak intelektual dengan latar agamis. Seperti juga hmi. Yang melahirkan banyak pemikir. Bukan pemikir cendol yang campurannya Anda sudah khatam

Anwar memang anak kandung abim. Tampil dominan di abim kala itu, Tampil lewat kecerdasan yang terukur.

Melampui rekan-rekan sesama muda. Melampui Najib Razak tokoh belia lainnya. Yang kemudian jadi politikus.  Perdana Menteri.

Dan kini Anda tahu Najib berada di bui. Di bui karena korupsi. Korupsi seratus triliun. Dari godaan sang istri, Rosmah. Yang tasnya dengan label emas tatahan berlian trade mark pierre cardin berharga puluhan milyar.

Anwar? Jauh dari kata korupsi. Tapi cabar kalau bicara korup. Tidak hanya korup uang yang dilibasnya, tapi juga kekuasaan yang olgarki. Untuk itu ia harus disingkirkan. Di bui dengan alasan yang direkayasa.

Anwar memang tak pernah disentuh dan menyentuh korupsi. Hingga hari ini.

Bahkan ketika sepasang sepatu made in paris yang ia kenakan di hari pelantikannya menjadi perdana Menteri oleh raja Abdullah, yang dipertuan agung, di sentil Anwar langsung bereaksi.

Ia menjawab tuntas. Sepatu itu ia dapatkan dari raja negeri sembilan. Sebagai hadiah. Sudah lama. Dan ia memakainya karena untuk menghormati sang raja. “Bukan untuk pamer,” begitu jawabannya di Instagram.

Kekaguman saya terhadap Anwar hingga hari ini belum berubah. Dan tak akan berubah karena ia memakai sepatu bermerk. Entah mungkin besok jika ia tersandung kasus korupsi, misalnya.

Saya sering menyebut Anwar sebagai Nelson Mandela “kecil.” Mandela asia tenggara. Mandela yang dikarangkeng dua puluh tujuh tahun karena memperjuangkan kemerdekaan dan apartheid.

Anwar, juga seperti Mandela. Walau masih kalah dalam tahunnya menghuni penjara. Cuma sepuluh tahun. Sepuluh tahun yang tak mengubah watak politikusnya.

Politikus cerdas yang memenang pemilihan di pematang sauh. Yang mengusung tema kampanye tentang keadilan. Tema yang sulit kita dapatkan dari politikus negeri ini.

Kekaguman saya tambah menaik usai kemarin ia membentuk kabinet yang dibentak oleh organisasi nirlaba “bersih” dan banyak tokoh karena mendudukkan orang yang nggak bersih.

Kekaguman saya terhadap Anwar Ibrahim, yang di negerinya, malaysia, disapa dengan datuk seri anwar Ibrahim, yang panggil “dsa, karena kekenyalan dan daya tahannya.

Kekenyalan untuk bertahan dan tak pernah berubah. Walau ditendang prahara. Tidak pernah berubah sikap dan perilakunya.

Perilaku sebagai tokoh anti korupsi dan menata kata “keadilan” bukan hanya sebatas jargon. Bukan seperti para pemimpin di negeri saya yang tak pernah lagi hafal salah satu sila : keadilan sosial bagi….

Di Malaysia ada yang disebut koalisi bersih. Mereka terdiri dari para intelektual yang muak pada praktik korupsi. Mereka aktivis. Bukan politisi. Mereka demo. Dibubarkan. Demo. Dibubarkan.

Koalisi inilah yang dulunya membangun partai keadilan rakyat. Partai sangat popular Menjadi simbol partai bersih. Otomatis Anwar ikut jadi lambang anti korupsi.

Mereka mendeklarasikan satu perjuangan: anti korupsi sampai mati.

Lantas, kemarin, Anwar justru mengangkat simbol korupsi  menjadi wakil perdana menteri: Ahmad Zahid Hamidi. Ia lagi tersangkut perkara korupsi.  Bukan uang negara. Uang yayasan: Akalbudi.

Zahid Hamidi adalah ketua umno. Partainya bapak pendiri Malaysia, Tuanku Abdur Rahman. Partainya Tun Razak, Mahathir, Razaleigh Hamzah. Juga parrainya Anwar ketika berpartner dengan Mahatir.

Koalisi Bersih langsung bikin pernyataan kekecewaan. Itu, katanya, indikasi Anwar kurang komit pada upaya pemberantasan korupsi.

Ada satu lagi kekecewaan bersih: kenapa Anwar merangkap jabatan menteri keuangan. Itu menghilangkan prinsip saling mengontrol untuk keseimbangan dalam pemerintahan.

Bersih pun mengingatkan: perangkapan jabatan seperti itulah yang membuat Malaysia mencatatkan diri sebagai pemegang rekor korupsi terbesar di dunia.

Bersih sebenarnya sangat cinta Anwar. Tapi sepertinya Anwar membunuh cinta organisasi nirlaba ini.

Anwat berkilah. Kilahannya masuk akal. Seperti yang saya kutip dari kantor berita “bernama:”  “Ini bukan pemerintahan partai saya. Ini adalah pemerintahan persatuan nasional”.

Memang, kursinya partai koalisi Anwar tidak cukup untuk membentuk pemerintahan sendiri. Harus berkoalisi dengan umno. Bahkan juga harus merangkul gps Serawak.

Kini penyangga kekuatan Anwar, bersih dan partai tionghoa  lagi sewot.

Mereka berdalih: Kalau pun terpaksa harus merangkul umno hitam. Bukan umno putih atau setidaknya umno garis lucu,

Jawaban Anwar membuat rambut kita tiba-tiba putih. Putih seperti kata Jokowi. Banyak mikir. Padahal Anwar mikirnya buanyaak…. Tapi rambutnya masih hitam.

“Kita harus belajar dari kesalahan Mahathir Muhammad yang terakhir” Yang mengucapkan itu bukan Anwar, tapi juru bicaranya.

Kesalahan Mahathir yang mana? Mengabaikan aspirasi partai pendukung.

Akibatnya para menteri itu menjadi pengkhianat partai. Mahathir pun ditikam dari belakang. Jatuh. Anwar ikut terbunuh. Secara politik.

Belajar dari itu Anwar tidak mau pemerintahannya kali ini kandas seperti itu. Ia menyerahkan kepada partai pendukung: siapa yang akan didudukkan sebagai menteri.

Tapi mengapa Anwar merangkap menteri keuangan? Bukankah ia sudah menyatakan tidak akan merangkapnya?

Ternyata sampai batas waktunya pembentukan kabinet berakhir Anwar tidak menemukan nama menkeu yang tepat. Ia rangkap saja. Siapa tahu untuk sementara.

Mungkin Anwar sendiri juga marah: entah kepada siapa. Kenapa sih partai anti korupsi tidak bisa menang Pemilu?

Sampai-sampai tidak bisa membentuk pemerintahan yang memuaskan aktivis anti korupsi?

Jawabannya bisa sangat panjang. Akan bertele-tele. Dan saya ingin menyudahi saja. Menyudahi sembari menyaksikan Anwar bergulat di tanah seberang.

Exit mobile version