Site icon nuga.co

Amerika Serikat “Otak” Pembunuh di Gaza

Amerika Serikat menjadi “otak” pembunuh di Jalur Gaza lewat kebijakannya mensuplai amunisi dan tentara untuk melancarkan aksi Israel memburu pejuang Palestina dan membunuh warga lewat bom dan roket dari berbagai arah.

Hampir seluruh amunisi bagi militer Israel didatangkan dari kebijakan Washington dengan alasan keamanan Israel. Sedangkan suplai tentara berasal dari warga Amerika serikat yang memiliki dwikewarganegaraan, AS-Israel. Banyak warga Amerika Serikat mengambil wajib milter di Israel dan ikut bertempur dalam invasi mereka ke Gaza.

Juru Bicara Pentagon, Laksamana John Kirby, dalam sebuah pernyataan, Kamis dinihari WIB, 31 Juli 2014, membenarkan telah mensuplai persediaan amunisi untuk Israel dan akan melanjutkan penjualan alat-alat pertahanan guna kepentingan keamanan negara Yahudi itu.

Pernyataan itu terungkap beberapa jam setelah AS mengeluarkan kecaman keras atas serangan Israel terhadap sebuah sekolah PBB di Gaza.

Militer Israel meminta tambahan amunisi guna mengisi kembali persediaannya yang berkurang pada 20 Juli, kata Pentagon. Departemen Pertahanan AS menyetujui penjualan itu tiga hari kemudian.

“Amerika Serikat punya komitmen terhadap keamanan Israel, dan sangat penting bagi kepentingan nasional AS untuk membantu Israel mengembangkan dan mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang kuat dan siaga,” kata John Kirby.

Persediaan Amunisi Cadangan Perang Israel diperkirakan bernilai satu miliar dollar AS.

Keputusan memberikan amunisi kepada Israel bisa menyulut kontroversi. Keputusan itu terungkap beberapa saat setelah Washington menyatakan kekhawatiran tentang kematian lebih dari 1.300 warga Palestina, kebanyakan warga sipil, sejak operasi militer Israel di Gaza dimulai pada 08 Juli 2014.

Kirby mengatakan, Kepala Pentagon Chuck Hagel telah mengemukakan kepada Israel bahwa Amerika Serikat prihatin dengan konsekuensi mematikan dari konflik yang sedang berlangsung itu, dan menyerukan gencatan senjata serta mengakhiri permusuhan.

Dalam sebuah percakapan telepon dengan Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon, Hagel menyatakan “keprihatinan Amerika Serikat terkait meningkatnya jumlah kematian warga sipil Palestina dan hilangnya nyawa warga Israel, serta situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza.”

Hagel “menekankan perlunya gencatan senjata kemanusiaan yang mengakhiri permusuhan dan mengarah ke penghentian permanen permusuhan,” tambah Kirby.

Pernyataan terbaru dari badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina menuduh militer Israel dengan sengaja menembakkan peluru-peluru meriamnya ke sebuah sekolah PBB di Jalur Gaza, menewaskan paling tidak lima belas orang dan mencederai sekitar aeratusan lainnya.

Juru bicara UNRWA Chris Gunness menyebut serangan hari Rabu pagi itu “keji” dan “memalukan.”

“Anak-anak tewas ketika sedang tidur di samping orangtua mereka di lantai sebuah ruang kelas di tempat penampungan milik PBB. Mereka tewas ketika sedang tidur. Ini penghinaan bagi kita semua, sesuatu yang memalukan bagi seluruh dunia. Hari ini, dunia dipermalukan,” kecamnya.

Setelah gempuran itu, Israel menghentikan serangan selama empat jam antara pukul 15.00 hingga 19.00 waktu setempat di beberapa daerah tertentu. Kelompok Islam Hamas menyebut gencatan itu kampanye publisitas “yang tercela”.

Militer Israel mengatakan, dua puluh enam roket ditembakkan ke Israel selama gencatan itu.

Serangan terhadap sekolah hari Rabu itu terjadi di kamp Jebaliya, yang ditempati para pengungsi Palestina di Gaza utara. Militer Israel mengklaim mereka diserang peluru-peluru meriam dari dekat sekolah itu sehingga mereka membalasnya.

Sekolah itu adalah satu dari lokasi tempat lebih dua ratus ribu orang kini mengungsi, kata badan PBB tadi.

Israel mulai menggempur Gaza sebagai tanggapan atas serangan roket oleh militan Hamas, dan telah memperluas ofensifnya lewat darat untuk menghancurkan jaringan terowongan yang digunakan militan untuk menyusup ke Israel.

sumber : afp, bbc news dan middle east monitor

Exit mobile version