Site icon nuga.co

Alquran Bersajak Aceh

Alquran dalam bahasa Aceh pertama kali diterjemahkan oleh Alm Mahyiddin Yusuf pada tahun 1955. Terjemahannya menggunakan bahasa sastra Aceh yang bersyair dan enak dibaca. Beliau adalah ulama Aceh yang ahli tafsir Alquran.

Anak kandung Mahyiddin Yusuf, Tgk Anwar Fuadi (70 tahun) kepada saya, pertengahan Juli 2012, mengatakan ayahnya mulai menterjemahkan Alquran tersebut di dalam penjara. Mahyiddin ditahan oleh pemerintah pada tahun 1955 karena dinilai terlibat dengan gerakan DI/TII di Aceh yang meletus sejak tahun 1953. “Bapak ditahan dalam beberapa penjara di Medan, di situlah beliau menterjemahkan alquran dalam bahasa Aceh yang bersajak,” kata Tgk Anwar.

Bebas pada tahun 1957 setelah terjadinya kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan DI/TII Aceh, dikenal dengan nama Ikrar Lamteh, Mahyiddin melanjutkan terjemahan di luar penjara. Aktivitasnya sehari-hari adalah sebagai guru agama.

Pada tahun 1988, beliau merampungkan terjemahannya, yang ditulis pada kertas tersusun rapi. Pada tahun 1995, Pemerintah Aceh dan Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI)pada IAIN Ar-Raniry, berkeinginan menerbitkannya. “Bapak sempat duduk rapat beberapa kali dengan editor, sebelum buku diterbitkan,” kata Tgk Anwar.

Mahyiddin tak sempat melihat cetakan pertama Alquran berbahasa Aceh itu, beliau meninggal seminggu sebelum cetakan terbit. “Kami sepuluh bersaudara dan anak-anak kami bangga pada almarhum,” kata anak tertua Mahyiddin itu.

Sekrataris P3KI, DR Abdul Rani Usman mengatakan Alquran tersebut merupakan yang pertama diterjemahkan dalam bahasa Aceh. P3KI yang merupakan lembaga kampus IAIN Ar-Raniry itu didirikan pertama kali pada tahun 1989 semasa Rektor Ibrahim Husen. “Lembaga itu bertugas untuk penelitian-penelitian tentang sejarah peradaban Islam,” ujarnya.

Sempat tak popular di kalangan masyarakat, terjemahan Alquran bahasa Aceh itu kemudian diterbitkan kembali pada tahun 2007 oleh P3KI. Cetakannya sekitar 12.000 eksemplar mendapat sambutan hangat dari masyarakat. “Barusan ada yang minta lagi kepada kami, karena menjelang Ramadan, masih ada beberapa sisa.”

Cekatan kedua Alquran terjemahan Aceh itu dibagi kepada desa-desa di seluruh Aceh. Selain itu juga kepada lembaga-lembaga yang bergiat dalam kajian budaya Aceh. “Ini untuk mengenalkan dan mengakrabkan masyarakat dengan budayanya,” kata Abdul Rani.

Mau tahu contohnya, berikut kutipan terjemahan dari surat Al-Ikhlas;
(1) Takheun le gata Allah cit Sidroe. (2) Bandum gata nyoe hajat keu Allah. (3) Aneuk – Neuh hana, ayah – Neuh hana. (4) Ibu pih hana cit sidroe Allah. (5) Hana meu sidroe pih nyang na saban ngen Droeneuh Tuhan nyang Maha Murah. []

Exit mobile version