Site icon nuga.co

Akil Koruptor? Tuntut Saja Hukuman Mati

Integritas Mahkamah Konstitusi tumbang. Penangkapan Akil Mochtar, sang ketua, tidak hanya memperburuk wajah penegak hukum di Indonesia, tetapi juga mencerminkan sikap kemunafikan personal yang berasal dari retorika mereka selama ini tentang hukuman bagi koruptor.

Akil secara berulang-ulang merespon kasus-kasus korupsi dengan mewacanakan hukuman potong tangan bagi pelakuknya. Ia juga dikenal “gagah” ketika ditanya tentang apa sanksi yang setimpal bagi “perampok” uang rakyat itu. “Potong saja tangannya,” kata Akil ketika wartawan mewawancarainya.

Masih ada personal di luar penegak hukum yang juga dengan santun dan lembut mengatakan, “Kalau Anas makan uang kourpsi satu rupiah saja gantung di Monas.” Ucapan terakhir ini datang dari Anas Urbaningrum dalam kasus proyek olahraga terpadi Hambalang.

Anas juga menjadi “penjahat” setelah ditetap sebagai tersangka. Itulah coreng moreng wajah para hakim, politisi, birokrat dan entah apalagi nama dari status jabatan dan pekerjaannya.

Maka tak salah kalau Ketua KPK Abraham Samad sangat setuju dengan pandangan penjatuhan hukuman mati terhadap pejabat sekaliber Akil. Abraham menegaskan, KPK bisa menuntutnya dengan hukuman mati jika memang ada bukti cukup yang menunjukkan Akil menerima uang terkait posisinya sebagai Ketua MK.

Abraham mengatakan, undang-undang yang ada memungkinkan KPK menuntut hukuman berat tersebut. “Undang-undang memungkinkan. Tapi dengan prasyarat khusus yang sangat ketat. Oleh karena itu dibutuhkan terobosan hukum,” kata Abraha, Kamis 03 Oktober 2013.

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menilai bahwa Akil terbukti secara kasat mata melakukan tindak pidana korupsi karena ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan.
Sebagai ketua lembaga penegak hukum, menurutnya, hukuman yang pantas untuk Akil adalah hukuman mati. Jimly mengatakan, meski UU tidak mengatur hukuman mati, jaksa KPK dapat menuntut hukuman mati bagi Akil.

Hukuman maksimal, menurut Jimly, diperlukan untuk memberi efek jera untuk Akil sebagai pemangku jabatan paling tinggi yang pernah diciduk KPK.

Jimly Asshiddiqie, mengaku terkejut saat mendapatkan informasi penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK atas dugaan menerima suap terkait perkara yang ditanganinya. Meski terkejut, Jimly mengungkapkan, ia sering mendengar kabar Akil “memainkan” perkara.

“Saya jengkel sekali, marah sekali. Saya sudah sering juga mendengar omongan-omongan tentang dia. Ada cerita-cerita begitu bahwa dia suka menerima untuk meloloskan salah satu pihak,” ujar Jimly.

Namun, ia tak memercayai informasi itu karena tak punya bukti. “Saya sih tidak percaya, tadinya. Tapi begitu tertangkap tangan, ya saya sedih sekali,” katanya sambil menghela napas panjang. Dia mengaku kecewa dengan sikap Akil. Sebagai hakim konstitusi, kata Jimly, penghasilan Akil sangat besar, bahkan melebihi menteri dan hakim agung.

“Penghasilan dia cukup sekali. Gaji kan sama dengan menteri. Ada uang tunjangan sidang, uang rapat. Harusnya cukup. Tapi kenapa masih korupsi,” katanya.

KPK menangkap tangan Akil bersama anggota DPR asal Fraksi Partai Golkar, Chairun Nisa, dan pengusaha Cornelis di kediaman Akil pada Rabu malam. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.

Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah bernilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar. Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya pada malam itu.

Pemberian uang diduga terkait dengan pengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana.

Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang pertama kalinya. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil.

KPK memantau pergerakan Akil sejak beberapa hari lalu. KPK sebelumnya menerima informasi dari masyarakat yang menyebutkan bahwa ada rencana pemberian uang untuk Akil pada Senin , 30 September 2013.

Namun rupanya, waktu pemberian uang itu bergeser menjadi Rabu malam. Kini, KPK masih memeriksa Akil dan empat orang tertangkap tangan lainnya. Menurut Johan, KPK juga memeriksa lima orang lain, yang di antaranya adalah petugas keamanan. Dalam waktu 1 x 24 jam, KPK akan menentukan status hukum Akil dan empat orang lain yang tertangkap tangan.

Exit mobile version