Site icon nuga.co

Arabica Musara

Saya terlambat tahu tentang single origin yang dilekatkan di label kopi unggulan. Dan baru tahu bulan lalu. Baru tahu juga panton musara, sebuah desa di pegasing, gayo, sebagai pengusung “brand” single origin.

Brand arabica gayo mountain cafee. Yang sudah mendunia. Mengalahkan arabica yamaica dan costa rica. Di atas kopi brazilia.

Ya… terlambat tahu. Wajar saja sih. Karena saya bukan penganut mazhab kopi. Yang kini untuk setiap  mazhabnya punya penganut melebihi banyaknya jumlah pemeluk sebuah keyakinan.

Karena bukan penganut mazhab kopi saya tak menyesali keterlambatan itu. Makanya, ketika disebuah pagi, awal pekan lalu, satu postingan  hingga di aplikasi whatsapp saya tak ada jingkrak kegembiraan berlebihan.

Postingan tulisan tentang kopi. Kopi aceh  yang, katanya, menjadi terkenal karena ada single origin-nya.

Single origin yang memberi stempel untuk keterkenalan jenis kopi itu sendiri. Tanpa single origin kopi itu tak pernah terkenal.

Itulah kata yang saya rangkai untuk menjadikannya kalimat utuh dari tulisan di whatsapp,

Postingan itu juga menjelaskan single origin kopi aceh berasal dari petak pautan kebun musara. Kebun kopi yang informasinya nggak lengkap di postingan itu.

Tak ada penjelasan dimana letak petak pautan dan negeri musara itu sendiri.

Informasinya cuma sepotong dan terpotong karena paragraph lanjutan tulisan itu sudah bergeser ke tema lain. Tak lagi bersinggungan dengan  petak pautan dan kebun musara.

Dalam teks yang ia sertakan di  whatsapp itu ada permintaan:  “ tolong anda informasikan ke saya di mana gerangan kebun musara itu. saya ingin ke sana.”

Permintaannya langsung saya balas. Pautan itu mungkin nama pemilik kebun, Pak Utan. Biasalah nama di kampung sana Pak Utan.

Tapi kalau musara jelas  sebuah desa. Di kecamatan pegasing. kabupaten aceh tengah. Orang sana  menyapanya dengan pantan musara. Letaknya tiga puluh dua kilometer dari kota Takengon.

Atau lima puluh kilometer dari bandara rembele di kabupaten bener meriah. Rembele bisa ditempuh selama lima puluh menit dari Kuala Nama bandara Medan.

Pantan musara berada pada ketinggian seribu lima ratus meter dari permukaan laut. Ketinggian ideal untuk petak kebun kopi arabica gayo mountain coffe

Musara yang menjadi single origin mendunianya arabica gayo. Arabica yang bersanding dan bertanding dengan arabica costa rica di café paris, London maupun Barcelona.

Jawaban saya hanya itu. Jawaban yang saya ketawakan untuk sebuah nama pengirim postingan.

Yang saya tahu rankimg kegilaannya dalam menulis. Menulis apa saja dengan narasi jempolan lewat hunting… huntimg… dan hunting.

Hunting yang tak banyak bisa dilakukan oleh penulis lain. Termasuk saya, mungkin.

Selain itu ia juga berupaya memancing saya keluar kandang untuk menuliskan tentang single origin kopi dari petak pautan di kebun musara.

Dan saya diberitahu single origin itu berasal dari banyaknya bermunculan kegiatan pelatihan di bidang kopi. Pelatihan yang saya sudah tahu dari lahirnya kopi kenangan dan entah apa lainnya.

Ada pelatihan roaster. Pelatihan barista. Dan pelatihan brewer Semua jenis pelatihan itu berada di hilirnya Pelatihan yang nggak rumit-rumit amat, Bukan seperti di hulunya.

Di hulu kerumitan lebih berkecambah. Sejak dari pemilihan bibit, struktur tanah, penanaman, pemeliharaan hingga pemetikan,

Tidak cukup itu saja. Masih panjang proses lainnya. Bagaimana memproses buah kopi setelah dipetik dari pohonnya.

Ternyata begitu banyak pilihan cara memprosesnya. Tidak lagi sekadar dipetik, dijemur, dan dikupas.

Selama ini banyak anggapan bahwa kopi terbaik tergantung dari daerah asalnya. Itu benar juga. Tapi yang lebih menentukan adalah bagaimana memproses biji kopi setelah dipetik.

Nilai tambah terbesar dari harga kopi adalah justru di proses itu. Pelatihan di bidang ini lebih sulit. Siapa petani kopi yang mau memperhatikan sampai detail-detail begitu.

Tapi persaingan di bidang kopi mau tidak mau akan ke sana. Mungkin perlu menunggu para petani muda yang punya pikiran lebih terbuka.

Begitu proses pengeringan kopi dilaksanakan secara lebih baik harga harga kopi pun bisa lebih baik.

Beda proses beda rasa. Ada yang dijemur biasa seperti yang kita kenal selama ini. Tapi ada yang lewat fermentasi. Proses fermentasi pun tidak hanya satu cara.

Setelah difermentasi lantas dikeringkan. Cara mengeringkan pun banyak pilihan. Umumnya dijemur biasa. Di atas lapak.

Tapi rasa kopi jadi berbeda kalau menjemurnya pakai green house. Kopi ditaruh di rak-rak. Itu pun harus dipindah-pindah: kapan yang di rak bawah dipindah ke rak atas.

Berkat pelatihan-pelatihan itu kian lama kian hilang pertanyaan awam seperti ini: provinsi mana penghasil kopi terbaik.

Kopi terbaik ternyata tidak dihasilkan di provinsi mana. Atau di kabupaten apa. Kopi terbaik ternyata hanya bisa dihasilkan di kebun mana.

Bahkan di petak yang mana. Beda kebun beda kualitas. Bahkan beda petak beda pula taste. Dari situlah muncul istilah di dunia kopi: single origin.

Memang single origin itu berarti kopi yang dimaksud hanya dari satu petak kebun. Karena petak itu ada di satu kabupaten maka nama daerah itu yang terangkat.

Lantas muncul anggapan semua kopi dari kabupaten tersebut terbaik.

Ke depan nama petak asal usul kopi lebih diperlukan dari nama kabupaten. Itu bukan hanya terkait dengan jenis tanah di petak tersebut. Juga bagaimana pemilik petak memperlakukan kebunnya.

Mulai dari mengolah tanahnya, cara menanamnya, jenis bibitnya, pemupukannya sampai perlakuan panennya.

Pemilik petak itu pastilah bukan petani biasa. Ia pasti petani yang mau mengejar nilai tambah. Ia juga pasti seorang pencinta kopi yang sebenarnya.

Penganut kopi di era sekarang sudah meruntuh pagar pembatas antar agama, bangsa dan negara setelah gelombang kopi berada di era ketiga. Era single origin. Atau era blend.

Masih di pekan lalu saya seperti “hang” ketika seorang teman sesama old journalist memberi tahu bahwa kopi single origin pantan musara diharga dua juta lima ratus ribu rupiah satu kilogram-nya.

Dalam bentuk gabah.

Sang teman yang masih aktif menulis itu memberi saya nama pemilik kopinya beserta nomor kontaknya. Sang pemilik single origin itu armiadi. Seorang petani kopi. Petani benaran.

Petani kopi di pantan musara. Yang tidak hanya memiliki satu kilogram kopi dari kebunnya. Tapi  punya kopi beratus kilo sekali panen. Saya nggak mau menuliskan angka seribuan.

Terlalu “mbong” karena angka ribuan itu bisa diringkas jumlahnya dengan ton. Kenyataannya, Armiadi punya angka itu. Tentu tidak sekali panen. Tapi sepanjang tahun.

“Sepanjang tahun sepanjang panen,” kata armiadi setelah saya kontak dan ngalor ngidul tentang kopi.

Selain petani ia juga toke kopi. Pemilik perusahaan asa coffe, Ia juga pernah melakukan lelang kopi yang pemiliknya seorang petani kampung dien ali gogo yang berasal dari pantan musara

Terlelang dengan harga fantastis delapan puluh  us dolar per pound atau setara dua juta lima ratus ribu  rupiah perkilo. Jumlah dilelang dua ratus sepuluh kilogram dengan nilai lima ratus dua puluh lima juta.

Pembelinya, perusahaan asal jepang wataru co ltd. “Ini harga tertinggi untuk arabica gayo,” ujar armiadi

Tentu apa yang diomongkan armiadi tidak bisa percaya seribu persen. Untuk crosscheck, begitu ilmu yang diajarkan oleh jurnalistik terhadap sebuah penulisan, saya menghubungi seorang teman.

Teman, yang dulunya disapa dengan tengkulak. Di bener meriah. Pondok gajah. Masih di gayo. Namanya mohamad amin.

“Benar!!….bos,” jawabnya antusias tentang armiadi dan kopi pantan musaranya.

Sang tengkulak yang kini sudah naik peringkat menjadi toke, ini bukan toke bangku, sudah pintar menyalin kata excellent untuk kopi pantan musara.

Anda tentu tahu apa arti kata exellence. Istimewa. Bagus sekali. Bukan sekali bagus….Seperti kata excellence, kata single origin yang dilekatkan pada kopi berarti hanya berasal dari satu sumber saja.

Satu sumber dalam hal ini bisa jadi dari satu wilayah yang sama, kebun kopi yang sama, atau bahkan satu tanaman yang sama!  Ini yang membedakannya dengan kopi blend. Kopi campuran.

Untuk tahu, ini kalau bukan pengangut mazhab kopi, produk kopi secara garis besar terbagi menjadi dua: blend dan single origin.

Seperti namanya, produk kopi blend dihasilkan dengan cara mencampur berbagai macam jenis biji kopi. Tujuannya untuk menghasilkan body dan juga profil rasa yang spesifik pada hasil akhir produk kopi.

Namun bagi para penikmat kopi yang lebih ingin tahu seputar kebudayaan tertentu, kopi single origin bisa jadi salah satu caranya.

Nah, popularitas kopi single origin lahir seiring berjalannya gelombang ketiga.

Dulu di era enam puluhan, the first wave dimulai dengan drastisnya pertumbuhan minat akan kopi.

Hal ini pun memicu the second wave, di mana para produsen kopi menjawab minat tersebut dengan memproduksi kopi dalam jumlah banyak.

Namun saat ini, the third wave pun sudah berlangsung. Para penikmat kopi nggak hanya peduli dengan jenis sajian yang mereka minum saja.

Mereka juga ingin tahu lebih lanjut dari mana biji kopi tersebut diambil. Dengan begitu, mereka jadi punya gambaran seputar kebudayaan kopi di daerah asal kopi tersebut.

Nggak cuma itu, lantaran hanya diambil dari satu sumber saja, biji kopi juga akan memiliki rasa yang konsisten di tiap kemasannya.

Pasalnya, rasa yang dimiliki kopi didapatkan dari berbagai faktor, seperti kualitas tanah dan juga cara tanaman kopinya ditumbuh.

Dengan cara dan asal yang selalu sama, tentu penikmat kopi nggak perlu khawatir kopinya berbeda dari sebelumnya.

Produksi kopi ini nggak cuma dinikmati oleh masyarakatnya saja, tetapi juga diekspor ke hampir seluruh dunia, loh!

Kalau kamu nggak mau ketinggalan untuk mencicipi cita rasa kopi lokal, kamu bisa memperolehnya dari kopi single origin asli

Pada dasarnya, menikmati kopi single origin merupakan salah satu cara buat mengenali dan mengapresiasi budaya di mana biji kopi tersebut berasal.

Namun begitu, untuk merasakan cita rasa kopi lokal kamu juga bisa melakukannya hanya dengan menyeduh kopi instan!

Istilah untuk kopi  sekarang menyebabkan lidah sering kelu dalam pengucapannya. Urut saja istilah  yang disematkan pada kopi

Ada kata body terasa bold, aroma nutty, dan juga rasa fruity yang lembut, minum kopi dengan cita rasa lokal kini menjadi spesial. Itu baru kopi-kopi local.

Yang kalau teks istilah donya. antahlah……

Exit mobile version