Site icon nuga.co

Stres Dipastikan Penyebab Kepikunan

Apa hubungan stres dengan pikun?

Laman situs kesehatan dan gaya hidup, “livescience,” Rabu, 16 Desember 2015, menulis dengan gamblang bahwa stres akan memicu peningkatan pengikisan memori dan berujung pada penyakit Alzheimer. Pikun.

Studi ini merupakan temuan terbaru dari penelitian sebelumnya.

Ilmuwan yang terlibat dalam studi ini menemukan lansia yang mengalami stres berat lebih dari dua kali cenderung mengalami masalah memori dibandingkan mereka yang hanya memiliki stres rendah.

Penelitian ini merekomendasikan pula agar para lansia sejak dini membiasakan hidup dengan stress rendah.

“Dengan stress rendah para lansia bisa mencegah datangnya penyakit Alzheimer’s,” tulis “live science.”

Banyak cara untuk menurunkan stres pada lansia.

Misalnya dengan cara memandang sebuah kejadian.

Kalau seseorang merumitkan persoalan yang dihadapinya, potensi stress akan menimbulkan risiko terjadinya masalah memori.

“Ini bukan apa yang terjadi pada diri Anda tetapi bagaimana kita memandang apa yang terjadi pada diri kita,” kata Dr. Richard Lipton, salah seorang peneliti yang juga wakil ketua neurologi di Albert Einstein College of Medicine di New York.

Pada penelitian ini periset melihat relasi antara stres dan kondisi yang disebut amnestic mild cognitive impairment di mana terjadi pelemahan memori seseorang, dari Bronx County, New York.

Di awal studi periset memeriksa kadar stres yang dialami peserta menggunakan skala dari nol sampai lima puluh enam.

Skor tinggi mengindikasikan kadar stres lebih tinggi.

Tak ada peserta yang mengalami amnestic mild cognitive imparment atau kepikunan di awal studi. Peneliti mengikuti mereka selama tiga setengah tahun secara rata-rata untuk mengevaluasi kesehatan kognitif mereka setiap tahun.

Peneliti menemukan di akhir studi menemukan mereka yang mengalami kondisi amnestic mild cognitive imparment.

Ditemukan juga semakin tinggi kadar stres seseorang, semakin risiko terkena gangguan memori yang meningkat tiga puluh persen.

Peserta penelitian yang mengalami kadar stres tertinggi hampir dua setengah kali kali cenderung mengalami masalah memori dibandingkan mereka yang memiliki kadar stres rendah.

Penelitian ini sudah dimuat di jurnal Alzheimer Disease & Associated Disorders.

Dalam penelitian itu ditemukan juga bahwa wanita cenderung mengalami stres lebih tinggi dibanding pria

Dan menurut penelitian ini orang dengan pendidikan lebih rendah atau kadar depresi lebih tinggi juga mengalami kadar stres lebih tinggi.

Mekanisme yang mungkin menghubungkan stres dan pelemahan memori belumlah jelas.

Namun riset sebelumnya pada hewan dan bukti-bukti pada manusia sudah menunjukkan bahwa stres kronis berhubungan dengan penyusutan daerah otak yang disebut hippocampus.

“Daerah ini berhubungan dengan memori dan mungkin menyebabkan defisit memori,” kata Lipton.

Namun stres merupakan faktor risiko yang dapat diubah. “Terdapat banyak cara mengatasinya, misalnya berolah raga, berteman dengan banyak orang untuk memberi dukungan sosial,” kata Lipton.

Cara potensial lain mengurangi stres adalah dengan berpartisipasi dalam sejenis terapi yang disebut cognitive behavioral therapy yang membantu kita mempelajari perencanaan lebih baik sehingga mengurangi sumber potensial stres sehari-hari seperti menjadwalkan terlalu banyak pertemuan.

Terapi ini mungkin juga membantu kita mengubah cara memandang kejadian yang berpotensi stres.

Misalnya dengan melatih tidak melihat kejadian ini lebih buruk dari kenyataannya.

Contoh kasus, seperti ditulis “livescience, menemukan seorang ibu berusia menjelang lansia, sangat cantik, hadir di sebuah ruang konsultasi psikologi.

Meski berdandan sangat rapi dan serasi, ekspresi wajah dan gerak tubuhnya menunjukkan ketegangan yang luar biasa.

Masalah yang pertama dikemukakan adalah problem ingatan yang menurutnya sangat parah.

Ia sangat sering lupa di mana meletakkan buku-buku yang biasa di pakai untuk mengajar, lupa meletakkan dompet yang baru saja dipegang, dan sebagainya.

Sepintas, masalah lupa itu sepertinya persoalan biasa yang juga dihadapi orang-orang lain ketika usia semakin lanjut.

Pada ibu ini tampaknya ada persoalan lain yang tidak sederhana.

Ketegangannya pada saat itu merupakan petunjuk bahwa ia mengalami stres berat.

Penampilan yang elegan dan tutur kata yang cukup runtut tidak dapat menutupi stresnya.

Selain ekspresi wajah yang tegang dan gerak tubuh resah, gelombang suaranya tidak stabil, mengesankan ia memiliki problem pernapasan.

Ia bertanya kepada psikolog itu, “Menurut Anda saya tampak stres atau tidak?”

Dimulai dengan pertanyaan psikolog mengenai kapan ia mulai mengalami problem memori, sang ibu menjelaskan bahwa ini terjadi sejak ia masih muda, yakni sebelum lulus sarjana.

Waktu itu seorang teman karib mengomentari bahwa ia mengalami kemunduran, tidak secerdas dulu, dan ia sendiri membenarkan hal itu.

Kita tahu bahwa kecerdasan adalah fungsi kognitif, termasuk memori.

Exit mobile version