Site icon nuga.co

Mempunyai Ingatan Tajam? Awas Demensia

Anda memiliki ingatan yang tajam?

Nah, hati-hati.

Penyebabnya  Anda tergolong orang yang lebih sensitif mengalami demensia di masa depan.

Studi terbaru yang dilakukan oleh Rotman Research Institute di Rumah Sakit Baycrest Health Sciences, Toronto, menemukan bahwa orang yang memiliki ingatan episodik, lebih reaktif terhadap setiap perubahan dalam memori mereka saat usia bertambah, termasuk terhadap demensia.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Cortex ini meneliti ingatan sekitar 66 orang dewasa muda sehat dengan usia rata-rata dua puluh  tahun.

Dilaporkan oleh Daily Mail, para peserta mengisi kuesioner online yang merupakan bagian dari survei ingatan otobiografi.

Survei ini menggambarkan seberapa baik mereka mengingat detail otobiografi.

Responsnya terbagi secara ekstrem, antara orang-orang dengan ingatan otobiografi yang sangat superior atau mereka dengan memori otobiografi yang sangat kurang

Setelah survei, para peserta melakukan pemindaian otak dengan mesin MRI.

Studi ini fokus menyelidiki koneksi antara lobus temporal medial dan bagian otak lainnya. Lobus temporal medial memiliki fungsi untuk mengingat.

Peserta yang memiliki ingatan otobiografi mendetail menunjukkan hubungan yang lebih tinggi antara media lobus temporal medial dengan area di depan otak yang berkaitan dengan pengorganisasian dan penalaran.

Para peneliti percaya, ada hubungan antara cara kita mengingat dengan efek penuaan di otak. Peneliti utama studi Brian Levine, profesor di Universitas Toronto, mengatakan,

“Saat alami penuaan dan demensia dini, hal pertama yang dirasakan adalah kesulitan merinci peristiwa.”

Levine mengatakan, orang-orang yang memiliki ingatan rinci, mungkin sangat sensitif terhadap perubahan memori halus ketika usia mereka bertambah.
Selain itu, jika Anda mengalami  pening saat berdiri dari duduk  ada kemungkinan datangnay demensia.

Sebuah riset yang dilakukan oleh peneliti dari Erasmus Medical Centre, Belanda, ditemukan bahwa pusing dalam posisi tersebut dapat berimplikasi demensia pada masa tua.

Melansir Daily Mail, penelitian yang dipublikasi dalam jurnal PLOS Medicine tersebut dilakukan dengan mengamati enam ribuan  orang tanpa demensia selama dua puluh empat tahun.

Para peneliti dari Erasmus Medical Centre, Belanda, mengikuti ribuan orang yang berusia rata-rata berusia enam puluh delapan tahun pada empat tahun lalu, untuk melacak munculnya demensia.

Mereka kemudian menemukan rendahnya tekanan darah saat berdiri atau hipotensi orthostatik meningkatkan risiko penurunan kondisi tubuh hingga 15 persen.

Penurunan kondisi yang kerap memicu pusing saat berdiri tersebut menyebabkan hipoperfusi serebral sementara, atau kondisi berkurangnya pasokan darah ke otak.

Berkurangnya pasokan darah ini diyakini oleh peneliti menyumbang pada disfungsi otak saat seseorang sudah memasuki masa lansia.

“Satu penjelasan yang mungkin dari penelitian ini adalah kejadian singkat hipoperfusi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba, yang dapat memicu hipoksia, atau kekurangan oksigen.”

“ Dampaknya sangatlah merugikan jaringan otak,” kata Arfan Ikram, salah satu penulis studi tersebut.

Peneliti menggolongkan mereka yang memiliki penurunan tekanan darah pada diastolik selama tiga menit saat berdiri dari posisi duduk, memiliki hipotensi orthostatik.

Hipotensi orthostatik ini terjadi hampir pada satu dari lima orang dan bertanggung jawab akan peningkatan risiko terjadi demensia hampir lima belas persen.

Sekitar satu dari lima partisipan juga diketahui mengidap bentuk demensia selama lima belas tahun.

Perbedaan tekanan darah sistolik saat berdiri dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia sebesar delapan persen.

“Penelitian ini menyorot peran penting dari pasokan darah, bukan hanya berkontribusi pada demensia vaskular, namun berpotensi berperan penting dalam bentuk demensia lainnya juga,” kata Laura Phipps, peneliti dari Alzheimer Research, Inggris.

“Sementara banyak penelitian berfokus pada risiko tekanan darah tinggi, penelitian ini menunjukkan tekanan darah rendah sementara juga dapat berdampak panjang pada otak,” kata Phipps.

Phipps menambahkan, meski risiko yang ditemukan penelitian ini tergolong kecil dibanding semua faktor risiko demensia, namun temuan ini menambah gambaran yang lebih kompleks perubahan tekanan darah dan dampaknya pada tubuh.

Exit mobile version