Site icon nuga.co

Manula? Ingat Jam “Terbang” Tidur Anda

Anda sedang memasuki usia “manula?”

Kalau iya, hati-hati dengan jam “terbang” tidur.

Lantas kenapa?

Orang tua yang kekurangan waktu tidur, bisa jadi meningkatkan risiko aterosklerosis atau pengerasan arteri, yang berujung pada minimnya suplai oksigen ke otak.

Kedua hal tersebut akan berkontribusi besar terhadap peningkatan risiko stroke dan gangguan kognisi.

“Bentuk kerusakan otak yang kami observasi menjadi penting karena bisa berkontribusi dalam mengetahui pengobatan yang harus dilakukan guna mengatasi stroke serta gangguan kognitif dan motorik progresif,” kata penulis studi Dr. Andrew Lim

Peneliti dan neurolog dari Sunnybrook Health Sciences Center di Toronto seperti ditulis laman situs “Live Science,” menemukan kurangnya waktu tidur, terutama yang disebabkan oleh tidur yang terganggu, baik karena sering terbangun untuk buang air di malam hari, bisa meningkatkan risiko demensia dan penurunan fungsi kognisi.

Dalam studi terbaru itu, para peneliti memeriksa otak dari ratusan orang yang diotopsi setelah mereka meninggal.

Umumnya, otak yang diperiksa berasal dari manusia berusia manula diantaranya adalah wanita.

Sebelum mereka meninggal, para peneliti sudah memonitor aktivitas tidur para partisipan, selama setidaknya satu minggu.

Dari data tersebut, peneliti bisa menyimpulkan kualitas tidur para partisipan.

Dari semua otak partisipan yang diperiksa, dua puluh sembilan persen diantaranya, mengalami stroke, dan enam puluh satu persen memiliki kerusakan di pembuluh darah otak, dari ringan hingga parah.

Peneliti menemukan bahwa mereka yang tidurnya kerap kali terganggu di malam hari, dua puluh tujuh persen punya pengerasan arteri atau aterosklerosis di otak, dibandingkan mereka yang tidur tanpa gangguan.

Dari penemuan itu, peneliti menyimpulkan, terdapat kaitan antara kualitas tidur yang buruk dan kerusakan otak.

“Kemungkinan, tidur yang terganggu bisa jadi pemicu atau justru konsekuensi dari aterosklerosis di otak, yang pada akhirnya mengacu pada kerusakan jaringan otak,” papar Dr Lim.

Dia menambahkan, ada kemungkinan besar bahwa kualitas tidur buruk bisa mengganggu sirkulasi darah ke otak, dan berkontribusi terhadap gangguan kognisi.

Dr Lim mengharapkan, studi tersebut bisa dijadikan dasar untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya stroke pada orang tua dengan gangguan tidur.

Studi tersebut dipublikasikan di jurnal “Stroke,” Kamis, 21 Januari 2016

Gangguan yang ditandai dengan karakteristik sulit tidur, atau biasa dikenal dengan sebutan insomnia dapat dialami oleh siapa saja dari berbagai golongan usia.

Istilah “insomnia” sendiri saat ini nampaknya umum digunakan di kalangan masyarakat untuk menggambarkan kondisi sulit tidur.

Namun, perlu diketahui bahwa diagnosis insomnia sendiri tidak dapat diberikan begitu saja tanpa pemeriksaan oleh ahli kesehatan, seperti dokter, psikolog, atau psikiater.

Kemunculan insomnia dapat mengganggu fungsi harian orang yang mengalaminya, karena jumlah waktu tidur yang tidak efektif akan berakibat pada penurunan konsentrasi dan energi dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Insomnia juga biasanya akan membuat orang menjadi lelah, baik secara fisik maupun psikologis.
Maka, tidak heran jika orang yang mengalami insomnia, selain akan terlihat lemas, juga bisa menjadi mudah tersinggung atau mudah marah daripada biasanya.

Itulah sebabnya, jika tidak ditangani dengan baik, insomnia dapat membawa pengaruh negatif kepada berbagai aspek dari kehidupan orang yang mengalaminya.

Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari alasan yang terkait dengan kondisi fisik atau fisiologis, hingga alasan psikologis. Alasan yang terkait dengan kondisi fisik ini bisa jadi sangat sederhana seperti keadaan ruang tidur yang kurang nyaman, suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin, atau kebisingan.

Contoh lain misalnya disebabkan oleh adanya perubahan shift kerja hingga mengharuskan seseorang terjaga sepanjang malam, atau misalnya perubahan zona waktu setelah menempuh perjalanan lintas negara atau lintas benua (jet lag).

Kondisi-kondisi yang memaksa perubahan dalam rutinitas tidur seperti ini dapat mengganggu ritme tidur seseorang hingga menyebabkan munculnya insomnia.

Sementara itu, faktor psikologis penyebab insomnia dapat berupa adanya beban pikiran yang menumpuk, tekanan dalam pekerjaan, dan alasan-alasan lain yang membebani kondisi psikologis seseorang hingga membuatnya sulit tidur.

Oleh karena itu, ada orang-orang yang mengalami insomnia sebagai konsekuensi dari kesulitan menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya.

Dalam level yang akut dan kronis, insomnia biasanya perlu ditangani secara intensif dengan terapi atau pengobatan dari ahli kesehatan.

Selain dapat ditangani melalui medikasi atau obat-obatan yang diberikan oleh dokter atau psikiater, insomnia juga dapat ditangani dengan terapi psikologis oleh psikolog.

Namun, di luar penanganan ahli tersebut, ada pula cara-cara sederhana mengatasi insomnia yang dapat coba dipraktekkan secara mandiri, terkait dengan memperbaiki kebiasaan dan gaya hidup sehari-hari.

Langkah pertama bisa dimulai dengan memastikan bahwa kondisi ruang tidur telah dibuat senyaman mungkin dari sisi temperatur, pencahayaan dibuat redup atau gelap, kesunyian, dan kebersihan.

Memasang aromaterapi juga dapat menjadi ide untuk menciptakan ruang tidur yang lebih nyaman, namun perlu diperhatikan bahwa aromaterapi yang dipilih aman untuk pernapasan.

Selain menyiapkan ruang tidur yang nyaman, kebiasaan sehari-hari juga perlu diperhatikan dan dimodifikasi menjadi lebih sehat.

Misalnya, makanan dan minuman yang mengandung kafein (seperti kopi, teh, soda, minuman energi, dan coklat perlu dikurangi dan tidak boleh dikonsumsi sama sekali sejak sore hari.

Kalaupun memang tidak bisa dihindari, konsumsi kafein perlu dikendalikan untuk hanya dikonsumsi di pagi atau siang hari saja.

Insomnia juga dapat coba diatasi dengan membiasakan latihan relaksasi atau yoga atau meditasi secara rutin.

Latihan-latihan tersebut dapat membantu mendatangkan efek rileks pada tubuh, pikiran, dan perasaan, hingga membuat tidur lebih teratur.

Melakukan relaksasi di atas tempat tidur menjelang tidur juga dapat mengundang rasa kantuk hingga perlahan jatuh tertidur.

Selain itu, mempelajari teknik menyelesaikan masalah juga dapat menjadi cara tidak langsung untuk mengatasi insomnia, terutama jika insomnia yang muncul utamanya disebabkan oleh tekanan akibat masalah yang sedang dialami.

Teknik menyelesaikan masalah biasanya difokuskan pada upaya mencari solusi-solusi konkret yang paling mungkin untuk dilakukan, serta mencoba melakukannya dan mengevaluasi hasil dari solusi tersebut, hingga masalah pun akan teratasi secara perlahan.

Jika dibutuhkan, saran dari orang terdekat yang dipercaya dapat juga mendukung upaya menyelesaikan masalah tersebut.

Cara-cara yang telah dijabarkan di atas dipercaya bisa membawa manfaat mengatasi insomnia.

Selain itu, yang juga penting, cara-cara tersebut dapat dilakukan secara mandiri dan bisa menjadi kebiasaan hidup yang sehat jika terus dipertahankan menjadi rutininas.

Exit mobile version