Site icon nuga.co

Karir Wanita Berkembang Usai Punya Anak

Benarkah karir wanita akan “tamat” setelah punya anak?

Ya, itulah pertanyaan yang sering menggelitik dan diamini banyak orang bahwa begitu punya anak karir seorang wanita akan “berakhir.”

Itu adalah  stereotip

Faktanya ternyata tidak demikian.

Menurut salah satu kajian Accenture , ibu-ibu yang kembali bekerja setelah melahirkan anak justru memiliki semangat kerja lebih tinggi dibanding dengan rekannya yang lajang.

Dalam kajian tersebut dikatakan, tujuh puluh persen wanita yang telah memiliki anak semangat kerjanya lebih besar ketimbang enam puluh tujuh persen wanita yang belum memiliki anak.

Bukan hanya itu, ibu bekerja juga cenderung lebih giat mengejar kenaikan pangkat dan gaji yang lebih tinggi.

Penelitian lain menyebutkan, karena harus lebih cerdas membagi waktunya, banyak ibu bekerja yang justru bekerja lebih efisien di kantor sehingga tidak perlu lembur atau membawa pulang pekerjaan.

Selain mengejar karier di kantor, seorang ibu juga umumnya menginginkan menjadi wirausaha yang sukses dan menjalankan usahanya sendiri.

Wanita yang telah memiliki anak juga tak akan ragu untuk meminta kelonggaran waktu kerjanya untuk mengimbangi kehidupan kerja dan keluarga.

Motivasi terbesar seorang wanita untuk bekerja biasanya untuk membantu finansial keluarga atau pun ingin mengikuti passion.

Kesempatan bagi wanita untuk berkarier memang terbuka luas, bahkan menduduki posisi puncak di perusahaan.

Kondisi ini bisa membuka kemungkinan karier istri yang lebih melesat di banding suaminya.

Meski kesetaraan gender sudah lama digaungkan, tetapi faktanya masih banyak pria yang merasa berat menerima kondisi karier istri yang lebih sukses.

“Itu memang jadi tantangan untuk pria saat ini. Bukan hanya pendidikan istri lebih tinggi, karier dan penghasilan juga bisa lebih tinggi,” kata Psikolog Tiara Puspita.

Menurut Tiara, kesuksesan istri seharusnya tidak menjadi masalah dalam perkawinan selama komunikasi dapat terjalin dengan baik.

“Istri harus mau mengajak suami bicara, tanyakan apakah ada keberatan jika istri bekerja, lalu dicari jalan keluarnya,” kata psikolog klinis dewasa dari Tiga Generasi ini.

Bila kondisi finansial keluarga memang mengharuskan istri membantu mencari nafkah, Tiara menyarankan untuk memberi kompensasi. Misalnya, saat akhir pekan hanya fokus pada keluarga dan mengurus anak-anak.

“Biar balance, suami juga perlu bersikap terbuka bahwa sekarang ini memang eranya wanita untuk bekerja. Bukan berarti laki-laki jadi merasa tertindas,” ujarnya.

Demi menjaga ego suami, istri juga sebaiknya menghargai peran suami sebagai pemimpin keluarga.

“Jangan rendahkan penghasilan suami. Tetap menghormati pekerjaan suami dan berterima kasih karena sudah mengijinkan untuk bekerja. Bagaimana pun ego suami tetap perlu didukung,” katanya.

Komunikasi yang baik antara suami dan istri, menurut Tiara, akan membantu untuk menghadapi komentar keluarga besar atau lingkungan sekitar.

“Sangat penting agar suami dan istri punya bahasa yang sama saat menjelaskan kepada orang lain. Saling suport sebagai satu tim,” ucapnya.

Tiara juga menyarankan agar jika memungkinkan suami bisa menyeimbangkan kesuksesan istrinya. “Barangkali perlu ada usaha lebih atau berganti pekerjaan. Tapi, jika tidak mungkin tetap hargai suami, jangan sampai egonya terusik,” paparnya.

Sebuah studi lainnya mengungkapkan, seorang ibu bekerja akan mampu mendorong tumbuh kembang anak.

Studi terbaru dari Oxford University dan London School of Economics menemukan bahwa perkembangan anak menjadi lebih cepat dan lebih baik dengan kedua orangtua yang bekerja.

Melalui studi ini, para peneliti mengungkapkan, anak-anak dengan ibu yang bekerja belajar untuk berjalan dan berbicara sepuluh persen lebih cepat daripada anak-anak dengan ibu rumah tangga.

Selain itu, anak-anak yang diasuh di tempat penitipan anak atau pun rumah kakek dan neneknya juga bersikap sepuluh persen lebih baik dalam berbagai situasi sosial.

Menurut para peneliti, hal ini disebabkan karena anak-anak dengan ibu yang bekerja diharuskan belajar lebih cepat untuk berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya.

Sebaliknya, anak-anak dengan ibu rumah tangga lebih sering menghabiskan waktu di rumah dan jarang bertemu dengan teman sebayanya.

Akibatnya, tumbuh kembang anak menjadi lebih lambat bila dibandingkan dengan teman sebayanya yang memiliki ibu bekerja.

Bila Anda ibu rumah tangga yang sedang membaca artikel ini, jangan khawatir dan terburu-buru mencari kerja.

Sebab, studi ini juga menemukan cara untuk mengejar ketinggalan tersebut.

Para peneliti menyarankan ibu rumah tangga untuk membacakan anak buku cerita atau mengajarkan lagu sederhana agar kemampuan verbalnya meningkat.

Lalu, prakarya dan kesenian juga bisa melatih kemampuan motorik anak selama berada di rumah.

Exit mobile version