Site icon nuga.co

Jangan Candai Perut Buncit!

“Berapa bulan?” canda seorang teman ketika sobatnya mendekat dalam sebuah “wedding party.” Sang teman yang dicandai cuma nyengir, sedikit acuh, dan menjawab ringan,”hampir melahirkan.”

Canda antar teman itu berkisar tentang perut mereka masing-masing yang terus membukit. Tidak berhenti di situ saja. Canda itu mengibaskan kalimat respon bersama,” ini tanda kemakmuran.” Mereka saling mengusap perut masing-masing dan lantas terbahak.

Kegemukan yang dicandai dengan santai kedua teman itu, sebenarnya, bukan persoalan sepele. Kondisi tubuh yang gemuk dengan perut bunciy tersebut bisa jadi pemicu masalah kesehatan yang serius.

Obesitas alias kegemukan berlebih sudah sejak lama dikategorikan sebagai faktor utama terjadinya obstructive sleep apnea atau napas berhenti saat tidur pada orang dewasa. Namun, berkumpulnya lemak visceral di bagian perut adalah biang keladi penyebab obstructive sleep apnea (OSA).

Dampak yang dipicu oleh lemak visceral bagi kesehatan tidak bisa dianggap enteng, antara lain karena dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes.

Sebuah studi terbaru mempertegas kaitan antara lemak visceral dan OSA, terutama pada pria. OSA terjadi ketika pernapasan saat tidur terhenti sementara (beberapa detik sampai dua menit) untuk kemudian bernapas kembali.

Studi yang dilakukan peneliti dari Jepang tersebut menemukan, pria paling rentan mengalami penumpukan lemak visceral. Kaum adam juga berisiko mengalami OSA yang lebih berat dibandingkan dengan wanita.

Pria dengan gangguan OSA juga berisiko tinggi mengalami dislipidemia yang ditandai dengan tingginya kadar kolesterol dan trigliserida. Pada pria, akumulasi lemak visceral dikaitkan dengan dua indikator penurunan tekanan parsial aliran oksigen dalam darah (hipoksemia).

Gabungan dari faktor obesitas, timbunan lemak visceral, dan hipoksemia tersebut akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada pria yang menderita OSA. Penelitian lain yang dilakukan tim dari Pennsylvania State College of Medicine juga menemukan kaitan antara lemak visceral dan OSA pada pria yang tidak obesitas.

Orang yang memiliki akumulasi lemak visceral dan gangguan napas saat tidur juga sangat berisiko mengalami sindrom koroner akut pada malam hari yang merupakan bentuk gangguan jantung.

Kabar baiknya, OSA bisa dirawat. Salah satu terapi yang sudah terbukti bisa mengurangi insiden OSA adalah penggunaan terapi CPAP (continous positive airway pressure). Metode terapi tersebut menggunakan masker yang berfungsi mengatur tekanan udara yang masuk ke saluran napas saat tidur.

Selain itu, mengatur pola makan dan meningkatkan aktvitas fisik, terutama latihan untuk bagian perut, juga dianjurkan agar berat badan dapat terjaga.

Ingin tidur Anda lebih berkualitas? Makanya cobalah kurangi lemak di bagian perut. Para peneliti asal Johns Hopkins School of Medicine Amerika Serikat melaporkan bahwa melakukan diet saja atau menyertainya dengan olahraga dapat membuat tidur lebih berkualitas, terutama bagi orang yang kelebihan berat badan atau obesitas.

Penelitian ini melibatkan sebanyak 77 peserta, yang semuanya merupakan pasien diabetes tipe 2 atau orang dengan hampir dapat dipastikan menderita diabetes. Selama enam bulan, peserta diminta melakukan diet dan olahraga, atau ada yang melakukan diet saja. Pada awal dan akhir penelitian, peserta mengisi Survey Hopkins Sleep, yang mengidentifikasi masalah tidur, seperti sleep apnea, kelelahan siang hari, dan insomnia.

Setelah enam bulan, peserta di kedua kelompok berkurang bobotnya rata-rata sekitar 15 kilogram dan menghilangkan sekitar 15 persen dari lemak perut mereka. Kedua kelompok pun berhasil meningkatkan kualitas tidur mereka secara keseluruhan sekitar 20 persen dengan tidak ada perbedaan antara keduanya.

“Kunci untuk meningkatkan kualitas tidur dari studi kami adalah penurunan lemak tubuh secara keseluruhan, dan khususnya lemak perut. Penurunan berat badan dapat berasal dari diet saja atau diet ditambah olahraga,” kata Kerry Stewart, penulis studi sekaligus profesor kedokteran di Sekolah Johns Hopkins University of Medicine.

Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa kualitas tidur berbanding lurus dengan berat badan yang ideal. Berat badan yang ideal dapat dicapai dengan diet dan olahraga teratur. Demikian sebuah komentar yang diterbitkan dalam jurnal Canadian Medical Association.

Menariknya, tidur pun dapat mempengaruhi berat badan. Kurang tidur menyebabkan kenaikan berat badan dan berbagai gangguan kesehatan. Bahkan bagi Anda yang tidak mengalami obesitas pun, kurang tidur dapat mengancam kelangsungan berat badan ideal Anda.

Sumber : Everyday Health dan huffingtonpost.com

Exit mobile version