Site icon nuga.co

Dian Pelangi Dan Mimpi Hijab “Global”

Dian Pelangi. Dara cantik asal Palembang itu, kini, “moncer” di lingkungan “hijabers” muda usia. Busana rancangannya, yang dipadu dengan hijab dan asesori pernak pernik yang menyertainya menjadi “trend” mode yang menyebar bak virus di lingkungan pemakai busana muslimah.

Dian terbilang sangat sukses untuk segmen ini. Tak heran jika desainer usia dua puluh dua tahun itu merupakan salah satu yang bisa menginspirasi orang lain. Jangan dikira kesuksesannya ini datang “instan.” Dian memulai kerja sebagai disainer dalam usia yang sangat muda, bahkan boleh dibilang masih kanak-kanak. Ia belajar dari orang-orang di sekelilingnya.

“Saya juga enggak total bisa seperti ini. Sebenarnya lebih kepada meneruskan apa yang sudah dibangun oleh orang tua saya,” ujarnya di Gallery Dian Pelangi, Kemang, Jakarta Selatan, belum lama ini. Memang, meneruskan itu gampang. “Yang susah itu mempertahankannya. Jadi apa yang saya kerjakan bukan diri sendiri, tapi dengan keluarga,” sambungnya.

Meski demikian, wanita kelahiran Palembang itu mengaku memiliki “passion” yang tinggi di dunia mode. Apalagi sejak kecil lulusan ESMOD itu memang sudah akrab dengan fesyen. Tak heran jika hal inipun merupakan basis kuat dalam menjalani kariernya sebagai desainer.

“Dari kecil harus saya bikin baju sendiri, enggak boleh beli. Saya juga ikut bapak ke pabrik, disuruh melayani customer. Jadi ketika sudah besar saya akhirnya menemukan passion di sini, ditambah sekolah di SMK dan Esmod,” katanya.

Untuk mendalami pengetahuannya terhadap “fesyen,” Dian Pelangi banyak berkunjung ke berbagai kota mode. Ia datang ke Paris, Hannover maupun Berlin. Di sana ia belajar seluk beluk disain dan teknik pemasaran rancangannya.

Di Paris, beberapa waktu lalu, selain terlibat sebagai disainer untuk brand ambassador, Dian juga menyempatkan diri melakukan pemotetan untuk rancangan terbarunya..

Yang menarik, disainer muda itu tidak menggunakan model biasa. Melainkan, model yang kerap dipakai oleh disainer ternama seperti Marc Jacobs ataupun Donna Karan.

“Kita memang menggunakan model internasional yang sering dipakai oleh Marc Jacobs, dan Donna Karan. Ini supaya International look-nya dapat. Bisa dinikmati oleh semua orang, termasuk yang bukan muslim juga,” ujarnya.

Bukan cuma pemotretan saja yang dilakukannya selama kunjungan ke Prancis. Desainer 22 tahun itu juga bersosialisasi dengan komunitas muslim, dan memberikan tutorial berhijab di depan menara Eiffel. “Saya sempat memberi tutorial hijab di depan menara Eiffel. Ada 30 orang yang ikut, dan sempat dilihatin, diketawain juga,” tutupnya.

Menurutnya, tidak mudah untuk mensosialisasikan hijab di Perancis. Terlebih saat berkumpul dengan masyarakat muslim yang ditemui, ada berbagai cerita yang menyentuh untuknya. “Jadi saat bekerja atau sekolah hijabnya dilepas tapi kalau sehari-hari enggak. Itu yang paling berkesan buat saya”.

Dian memang mengimpikan untuk membawa busana muslim ke tataran internasional. Dan impian itu terwujud melalui kesempatan dari Kemenparekraf yang mengikutsertakannya dalam acara Landpartie Schloss Buckeberg, pesta rakyat yang digelar di Istana Buckeberg, Jerman.

Berkesempatan membawa busana muslim di negeri orang, tentu menjadi kebanggaan tersendiri yang tak terungkapkan dengan kata-kata. Apalagi, kesempatan emas itu tak didapatkan semua orang.

Bahkan yang membahagiakan, dia memamerkan rancangan busana muslimnya.“Agak deg-degan juga sih, tapi saya optimistis karena desain busana muslim saya kan universal, jadi bisa dipakai sama yang berjilbab maupun yang tidak,” ucapnya.

Meski diliputi rasa cemas, namun Dian Pelangi merasa bahagia dengan peluang emas yang didapatnya tersebut. Apalagi membawa busana muslim ke level internasional adalah impiannya.

“Membawa busana muslim sampai Istana Jerman saja, saya sudah bangga. Ini sebuah prestasi besar,” tutupnya.

Exit mobile version