Site icon nuga.co

Banyak Wanita Mengajukan Gugatan Cerai

Membangun sebuah keluarga harmonis tidaklah mudah. Ada kalanya, masalah datang dan solusi terbaiknya adalah perceraian.

Menurut studi, jumlah wanita yang mengajukan gugatan cerai lebih banyak dibanding pria. Apa sebabnya?

Dilansir dari laman Psychology Today, Gad Saad, PhD, seorang ilmuwan dari John Molson School of Business di Kanada, menemukan bahwa sebanyak enam puluh delapan persen kasus perceraian diajukan oleh pihak wanita setelah mengamati ulasan survei tahun  sembilan tahun lalu mengenai kasus-kasus perceraian di Amerika Serikat yang diterbitkan dalan jurnal American Law and Economics Review.

Apa yang membuat wanita lebih dominan menuntut dan memilih berpisah ketimbang pria? Peneliti sepakat bahwa ada beberapa alasan kuat kenapa lebih banyak yang mengajukan gugatan cerai, seperti:

Ada begitu banyak kemungkinan terjadinya masalah dalam sebuah rumah tangga. Mulai dari masalah sepele sampai yang bikin perang dingin.

Namun, apa yang memicu seorang wanita minta cerai dari suaminya mungkin tidak melulu karena konflik rumah tangga seperti perselingkuhan.

Selaiknya pepatah lama yang berucap “sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit”, kadang masalah kecil yang terjadi berulang bisa sangat menggerogoti batin wanita sehingga rasa sakit hati, kecewa, marah, dan dongkol yang selama ini ia pendam membuatnya tidak lagi merasa ragu untuk minta berpisah.

Terlebih apabila si pria mungkin merasa isu tersebut tidak seharusnya dibesar-besarkan.

Misalnya saja, wanita yang merasa suaminya tidak pernah ada di rumah karena terlalu sibuk kerja atau tidak ingin terlibat dalam mengurus anak maupun rumah.

Beberapa lainnya mungkin tidak merasa ragu untuk meninggalkan suaminya terkait perbedaan prinsip membesarkan anak, masalah finansial, atau ketika mereka ketahuan terjerat masalah hukum.

Masih ada sangkut pautnya dengan poin pertama, wanita bisa saja memilih untuk mengajukan gugatan cerai karena merasa selalu “bertepuk sebelah tangan” dalam mengarungi rumah tangga.

Pasalnya, pernikahan adalah sebuah hubungan kemitraan.

Menjalin rumah tangga butuh kerja sama yang sebanding dari kedua belah pihak. Suami dan istri juga semestinya berada di posisi yang sama kuat, tidak ada yang lebih dirugikan atau diuntungkan secara sepihak.

“Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul,” begitu kata orang-orang.

Nah kadang, harapan tidak berjalan sesuai dengan realita. Menurut sebuah studi terbitan Journal of Family Issues, pria jauh lebih jarang melakukan pekerjaan rumah daripada istrinya. Hal ini bisa membuat pihak istri merasa diperlakukan tidak adil.

Mereka harus mengurus rumah, merawat anak, sekaligus menjadi istri yang baik, tapi si suami tidak bersedia ikut andil dalam hal-hal yang juga seharusnya menjadi tanggung jawab dirinya.

Tidak jarang juga banyak wanita yang merasa tidak puas dengan ekspektasi kehidupan rumah tangganya karena jadi merasa dikukung oleh suaminya sendiri.

Misalnya tidak boleh bekerja setelah menikah dan harus mengurus rumah. Kekangan tersebut dapat menjadi pemicu ketidakpuasan batin bagi kebanyakan wanita, termasuk pula wanita yang sudah mapan sejak sebelum menikah.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Michael Rosenfeld, seorang dosen sosiologi di Stanford University, menemukan bahwa selain rasa ketidakpuasan dan kekangan yang lama-lama bikin “gerah”, satu alasan besar yang mendorong wanita akhirnya mengajukan gugatan cerai adalah perlakuan kasar dari suaminya.

Baik itu secara fisik, verbal (dengan kata-kata), psikologis dan emosional (manipulatif alias “gaslighting”), atau bahkan kekerasan seksual (pemerkosaan dalam perkawinan).

Semua tindak-tanduk di atas tergolong sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang tentu tidak dapat ditoleransi. Termasuk juga kekerasan fisik dan seksual pada anak-anak.

Rosenfeld juga menemukan alasan lain yang membuat wanita memutuskan minta cerai adalah karena merasa dikendalikan lewat “teror” aturan-aturan yang diterapkan oleh keluarga sang suami.

Perceraian adalah keputusan kedua pasangan untuk masa depan hubungan mereka. Namun, perlu pertimbangan matang-matang sebelum mengambil jalan ini.

Exit mobile version