Site icon nuga.co

Awas, Patah Hati Bisa Ubah Detak Jantung

Patah hati?

Awas, momen ini bisa mengubah irama detak jantung.

Sebuah studi terbaru terbaru menyebutkan bahwa patah hati punya imbas yang lebih kompleks dari sekedar kesedihan.

Patah hati ternyata bisa mengubah irama detak jantung, yang berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Para ilmuwan menemukan, bahwa orang-orang yang kehilangan pasangan, mengalami peningkatan resiko irama detak jantung yang tidak teratur selama dua belas  bulan ke depannya.

Resiko  ini akan makin buruk jika  dialami seseorang di usia enam puluhan ke bawah.

Peneliti Denmark mengumpulkan data dari hampir sembilan puluh ribuan orang yang didiagnosis dengan fibrilasi atrium, masalah dengan kecepatan atau irama jantung, selama sembilan belas tahun.

Mereka melihat beberapa faktor yang mempengaruhi resiko fibrilasi atrium, yaitu saat berduka, umur dan jenis kelamin, berdasarkan kondisi, seperti penyakit jantung dan diabetes, kesehatan pasangan sebulan sebelum meninggal, dan apakah mereka ‘single’.

Dilansir dari Independent, belasan ribu di antara  mereka yang didiagnosis dengan fibrilasi atrium telah kehilangan pasangan mereka, dari  hampir seratus tujuh ribu yang dimiliki pada kelompok pembanding.

Terkait pengobatan untuk kondisi ini, penyakit yang mendasari, seperti penyakit jantung dan diabetes,lebih umum di antara orang-orang yang telah didiagnosis dengan fibrilasi atrium.

Temuan yang dipublikasikan oleh majalah BMJ ‘Open Heart’ ini, menyatakan resiko irama detak jantung yang tidak teratur, untuk pertama kalinya adalah 41 persen lebih tinggi di antara orang-orang yang berduka daripada mereka yang tidak mengalami kehilangan.

Resiko ini lebih besar terjadi selama delapan hingga empat belas hari setelah ditinggalkan.

Setelah itu secara bertahap, sampai satu tahun setelahnya mereka akan lebih baik, layaknya seseorang yang tidak berduka.

Jessica Florencia, anggota redaksi medis kedokteran umum KlikDokter.com, menyebut rasa sedih mendalam yang mengubah irama jantung itu disebut sebagai Sindrom Patah Hati.

Patah hati, dr Jessica menuturkan, memang bisa bermanifestasi pada berbagai gangguan fisik seperti migrain berkelanjutan, sakit maag berkepanjangan, sulit tidur dan penurunan nafsu makan.

Di sisi lain, patah hati juga memicu depresi dan stres.

“Lebih parah lagi, patah hati dan putus cinta juga dapat menyebabkan kematian dalam bentuk penyakit jantung,” tuturnya.

Dia menambahkan, Sindrom Patah Hati ini lebih banyak terjadi pada wanita, di usia paruh baya.

“Secara medis, Sindrom Patah Hati adalah keadaan jantung sementara yang diakibatkan karena kondisi stres berlebihan yang harus dialami seseorang.”

“ Beberapa kondisi yang dapat memicu stres berlebihan adalah meninggalnya orang yang dikasihi, perceraian, putus pacaran, perselingkuhan atau cinta yang ditolak,” sebut dr Jessica.

Layaknya penyakit jantung pada umumnya, Sindrom Patah Hati memiliki gejala layaknya nyeri dada, sesak napas, jantung berdebar-debar, tubuh lemas, dan perasaan seperti serangan jantung.

Dia menyebut Sindrom Patah Hati terjadi akibat stres dan sedih berlebihan.

“Hal itu menimbulkan produksi hormon stres yang juga berlebihan dalam tubuh, sehingga menyebabkan jantung memberikan reaksi tertentu,” ujarnya.

Sebagian jantung membengkak untuk sementara sehingga tidak dapat memompa darah dengan semestinya, sedangkan bagian jantung yang lainnya tetap normal dan membuat bagian tersebut harus bekerja lebih keras dalam memompa darah.

“Kabar buruknya kondisi ini dapat berlanjut menjadi kerusakan otot yang berat dan menyebabkan gagal jantung,” imbuhnya.

Namun, pada kebanyakan kasus, kondisi ini dapat pulih dalam waktu satu minggu dengan penanganan yang baik oleh tenaga medis.

 

Exit mobile version