Site icon nuga.co

Rafael Benitez Dipecat dari Bernabeu

Rafel Benitez harus membayar mahal kegagalan Real Madrid memenangi laga “clasico,” dengan kekalahan empat gol tanpa balas dari Barcelona, Minggu dinihari WIB, 22 November 2015, dan ditambah derita Los Blancos yang posisinya “digunting” Atletico Madrid hingga berada di posisi tiga klasemen La Liga.
Harga yang harus dibayar Rafa Benitez adalah pemecatan.

Media terkenal Spanyol terbitan Madrid, “marca,” hari ini, Senin, 23 November 2015, menulis di kepala berita “headline”nya, “Rafa Dipecat.”

Menurut “marca, Rafa Benitez, dalam hitungan hari mendatang pasti akan dipecat.

Kekalahan telak dari Barca dan tergusur dari posisi dua La Liga membuat dewan direksi kehilangan kepercayaan diri atas Benitez.

Akibatnya, posisi Benitez pun terancam.

Bukan hanya Benitez., posisi presiden tim tersebut, Florentino Perez pun ikut tertekan.

Siulan dan sorakan dari pendukung Madrid untuk memecat Benitez pun terdengar di Stadion Santiago Bernabeu kala laga El Clasico melawan Barcelona.

Para pendukung Madrid bahkan melambaikan sapu tangan atau lembaran kain putih sebagai tanda selamat tinggal.

Pelatih Real Madrid Castilla Zinedine Zidane dan pelatih tim remaja Madrid Victor Fernandez disebut yang paling utama untuk mengganti Benitez di sisa musim.

Sementara itu seperti dilansir Sky Sports, analis sepak bola Spanyol Guillem Balague mengatakan, “Tentu saja, Rafa bukanlah satu-satunya orang yang bisa disalahkan. Tetapi, akan lebih mudah untuk membersihkannya lewat cara memecat manajer.”

Rafael Benitez dalam wawancara dengan “sky sports,” Senin dinihari WIB, 23 November 2015, tak mengingkari kesalahannya atas kekalahan Madrid.

Benitez mengaku alpa dalam memilih susunan pemain dalam laga melawan Barcelona.

“Setelah memikirkannya usai pertandingan, tentu saja hal ini tidak berjalan dengan baik,” ujarnya soal susunan tim intinya, seperti dikutip dari Marca.

Di atas kertas, sebelas pemain yang ia pilih seharusnya menjadi yang terbaik di dalam skuatnya.

Yang paling galak dalam menyerang. Tapi ia justru gagal memperhitungkan masalah-masalah lainnya, seperti faktor cedera, performa, dan juga keseimbangan tim.

Misalnya saja Karim Benzema. Pemain yang baru sembuh dari cedera ini terlihat sering kali terlambat dalam melakukan serangan balik, atau untuk terhubung dengan Gareth Bale dan Ronaldo.

Semula diplot untuk bermain selama empat puluh lima menit, Benzema yang telah absen dalam enam pertandingan terakhir Madrid justru bermain selama sembilan puluh menit penuh.

Pada periode waktu itu, ia hanya mencatatkan dua kali tembakan, satu kali menggiring bola, dua kali umpan yang berbuah peluang, dan delapan belas kali passing.

Sementara itu, kesalahan fatal terjadi di lini tengah. Benitez yang dalam dua bulan terakhir selalu mengandalkan Casemiro, lebih memilih meninggalkan sang gelandang bertahan di bangku cadangan.

Ia memilih menduetkan Toni Kroos dan Luka Modric untuk menopang trio Benzema-Bale-Cristiano dan juga James Rodriguez.

Tapi tak ada sokongan yang bisa diberikan Kroos dan Modric di lini tengah. Keduanya sering kali terlihat lebih dekat dengan lini belakang dan membiarkan area tengah kosong melompong.

Tak ayal, Sergio Busquets dan Andres Iniesta dengan leluasa memainkan bola di lini tengah dan memberikan umpan-umpan terobosan kepada Neymar atau Luis Suarez.

Secara kasat mata, kesalahan-kesalahan di atas terlihat seperti bukan kesalahan yang akan dilakukan seorang Rafael Benitez.

Sebagai tactician, ia terkenal mampu mengabaikan semua hal demi mencapai keseimbangan dalam timnya.

Bahkan, tak jarang Benitez membuat para pendukung timnya frustrasi karena terlalu kaku dan tak berani mengambil risiko memainkan sepak bola yang lebih menyerang meski hanya berhadapan dengan tim papan bawah.

Hal ini yang sempat terjadi ketika ia melatih Liverpool, Inter Milan, dan juga Napoli. Benitez selalu menjadi pelatih yang memecah belah suara pendukung.

Di Madrid juga tak jauh berbeda.

Benitez kerap dianggap menarik tuas rem serangan Madrid meski ia membawa timnya memuncaki klasemen La Liga selama beberapa pekan.

Memiliki ‘seniman bola’ seperti Ronaldo, Bale, atau Rodriguez dalam genggamannya, Benitez juga dianggap tidak bisa memaksimalkan mereka untuk menghasilkan keindahan.

Kritikan paling pedas datang setelah Madrid menelan kekalahan pertama mereka di La Liga melawan Sevilla sebelum jeda internasional.

Benitez disebut membuang-buang peluang untuk menang ketika Madrid dalam posisi lebih unggul. Akibatnya, Sevilla punya peluang untuk bangkit dan merebut kemenangan.

Alasan yang disebutkan Benitez usai kekalahan itu terdengar rasional. Madrid baru saja menjalani pekan yang padat dengan melakoni dua pertandingan melawan Paris Saint Germain. Kehati-hatiannya dalam menjaga agar daftar pemain cedera tidak bertambah panjang juga sedikit banyak bisa dibenarkan.

Kehati-hatian ini yang justru tidak digunakan Benitez ketika menghadapi Barcelona. Ia terlihat mengingkari identitasnya sendiri dan tunduk kepada suara-suara kritikan yang dialamatkan pada dirinya selama sebulan terakhir.

Di saat-saat terakhir, Benitez justru mengubah susunan pemainnya. Casemiro yang menjadi kunci keseimbangan dan menjadi ciri khas Madrid bentukannya, ditinggalkan di bangku cadangan.

Melawan Barcelona yang fasih menguasai bola, Benitez justru coba melawannya dengan mengimitasi Barcelona, memainkan dua gelandang yang ciamik dalam penguasaan bola tapi tak andal memutus serangan.

Hal ini terasa kontras jika dibandingkan ketika ia mendapatkan kemenangan di markas Barca pada delapan tahun silam bersama Liverpool di ajang Liga Champions.

Menghadapi Azulgrana yang kala itu memegang status juara bertahan, tanpa tedeng aling-aling Benitez menggunakan lima orang bek. Ia juga menginstruksikan Dirk Kuyt untuk bermain bertahan di sektor sayap.

Di Santiago Bernabeu, Sabtu malam tadi, Benitez berubah. Media Spanyol AS, bahkan mengatakan bahwa susunan pemain yang ia pilih adalah lebih karena didorong faktor politik, yaitu mengamankan posisinya sebagai pelatih.

Dan pada akhirnya ia menanggung konsekuensi dari pilihan itu.

Barca bermain nyaris sempurna, baik di lini serang, lini tengah, bahkan hingga ke bawah mistar gawang.

Iniesta yang mengatur serangan dari lini tengah menunjukkan kejeniusannya dalam mengatur serangan, sementara Busquets menjadi jangkar yang membuat Bale tak bisa berkutik.

Ketika serangan Madrid sesekali bisa menembus lini pertahanan Barca, Claudio Bravo juga hadir untuk memastikan Madrid tak bisa mencetak gol.

Pada akhirnya, Barcelona mengajarkan bahwa hanya tim yang bermain sesuai identitasnya sendiri lah yang pulang dengan tegak kepala.

Exit mobile version