Site icon nuga.co

Ketika MU Kalah di Liberty, Apa Yang Salah

Kekalahan Manchester United di kandang Swansea City, Liberty Stadium, akhir pekan lalu, Minggu, 30 Agustus 2015, menyisakan banyak pertanyaan bagi analis sepakbola Premier League.

Tiga hari setelah kekalahan itu media Inggris, seperti The Guardian dan The Telegraph masih menghebohkannya dan membandingkan dengan kemenangan “The Red Devils” yang telak ketika menghadapi FC Brugge, tiga hari sebelumnya, di leg kedua play off Champions League.

Analisis itu mempertanyakan penampilan United yang berbanding terbalik derajat dari yang mereka tampilkan dalam kemenangan di leg kedua Liga Champions kontra Club Brugge.

Kekalahan dari Swansea itu merupakan kekalahan pertama Manchester United dari empat laga yang telah mereka mainkan dengan dua kali menang dan sekali seri.

Laga di Liberty Stadium itu, awalnya, United mampu memimpin terlebih dahulu menyusul gol Juan Mata tiga menit setelah jeda, memanfaatkan umpan silang Luke Shaw.

Namun Swansea yang dilatih Garry Monk berhasil bangkit dalam rentang waktu lima menit lewat gol Andre Ayew dan Bafetimbi Gomis.

Ini merupakan kekalahan pertama tim Setan Merah di ajang Liga Primer musim ini, selang beberapa hari setelah mereka menampilkan performa luar biasa dalam mencukur Club Brugge empat gol tanpa balas di leg kedua play-off Liga Champions di Belgia pada pertengahan pekan kemarin.

Lebih dari itu, kekalahan ini menjadi kekalahan ketiga Van Gaal dari Monk sejak awal musim kemarin, sebagaimana manajer tim asal Wales selatan itu selalu menang dengan skor identik dua gol berbanding satu.

Di Liberty, United berhasil tampil dominan di babak pertama dengan mencatatkan penguasaan bola mutlak, selagi lini pertahanan mereka tampak kokoh dengan Chris Smalling mem-bully barisan depan The Swans.

Di babak kedua, pasukan Van Gaal langsung bereaksi cepat dengan menyerang jantung pertahanan tuan rumah.
Dan hasilnya, Mata sukses mengonversi umpan Shaw – yang sejatinya ditujukan untuk Wayne Rooney – untuk kemudian menaklukkan Lukasz Fabianski dari jarak dekat.

Dalam posisi memimpin, United justru hilang fokus selagi Swansea yang memang bagus dalam menunggu kesempatan. Seketika mereka memiliki sedikit peluang, tendangan langsung diarahkan ke arah kiper Sergio Romero.

Tercatat, dari empat tembakan yang dilepaskan para pemain Swansea di babak kedua, keempat-empanya tepat mengarah ke kiper internasional Argentina tersebut, dengan dua di antaranya berbuah gol.

Untuk gol pertama yang menjadi penyama kedudukan, Daley Blind layak disalahkan karena ia tidak menutup pergerakan Gylfi Sigurdsson sedangkan Shaw tidak berada di posisinya.

Dengan kualitasnya, Sigurdsson melepaskan umpan matang kepada Ayew yang menunggu di dalam kotak penalti untuk meneruskannya menjadi gol.

Sementara untuk gol kedua Swansea yang dicetak oleh Gomis, itu merupakan kegeniusan Ayew dalam melepaskan killer pass sebagaimana Romero membuktikan dirinya sebagai kiper pas-pasan – karena ia tidak berusaha menutup pergerakan sang striker dan hanya menunggu di garis gawangnya.

Meski demikian, Van Gaal memilih untuk membela kipernya tersebut. Dalam keterangannya, ia menilai tekanan yang ada pada kiper memang selalu tinggi.

“Anda bisa menganalisa kesalahan tapi menurut saya itu bukan cara yang bagus. Anda harus melihat cara tim ini bertahan sebagai tim,” katanya, seperti dikutip dari ESPN FC.



”Tekanan bagi pemain bertahan dan kiper tentu selalu tinggi. Tapi saya tidak setuju jika Anda mengatakan hanya penjaga gawang yang tidak bermain bagus hari ini,” tandasnya.

Kekalahan pun tidak akan membuat Van Gaal panik di hari tersisa bursa transfer. Menurutnya, United takkan mengubah strategi transfer hanya gara-gara kekalahan tersebut.

“Tidak, ini tidak memiliki efek apa pun,” kata pelatih berkebangsaan Belanda itu kepada Sky Sports.

“Ketika Anda melakukan scouting pemain yang sudah dikenal, lebih dari satu atau dua bulan, pemain mana yang bisa Anda beli atau tidak, jadi ini bukan bukan saat-saat kami panik.

“Ketika Anda melihat permainan, saya pikir kami tim yang dominan, tapi Anda harus mencetak gol lebih dan tidak kebobolan.”

Kekalahan dari Swansea membuktikan bahwa United memang masih perlu pembenahan. Sektor lini sentral menjadi yang paling mengkhawatirkan karena pos tersebut hanya diisi oleh Smalling, Phil Jones dan Marcos Rojo, sedangkan Blind kurang meyakinkan saat beradu fisik dengan bek lawan yang tinggi besar.

Kepergian Jonny Evans ke West Bromwich Albion serta dipinjamkannya Tyler Blackett ke Celtic semakin membatasi opsi Van Gaal.

Dan situasi kian rumit apabila opsi bek yang tersedia mengalami cedera hingga mengulang episode pemanggilan bek muda kurang pengalaman yang ada di tim akademi – Blackett, Paddy McNair dan Tom Thorpe mendapati debut di musim lalu menyusul masalah cedera di lini belakang.

Untuk lini depan, Van Gaal diharamkan oleh legenda klub Gary Neville untuk menjual Javier ‘Chicharito’ Hernandez, yang kabarnya akan pergi sebelum bursa transfer musim panas ditutup.

Setelah melepas Robin van Persie dan tidak jadi mempermenanekan Radamel Falcao, United praktis hanya memiliki tiga striker; yakni Rooney, James Wilson serta Hernandez, selagi nama pertama sudah mandul dalam sepuluh laga beruntun Liga Primer.

“Gelontoran gol tidak bisa Anda harapkan dari Manchester United. Mereka tidak bisa menjalani musim dengan hanya satu striker,” ujarnya. “Ada spekulasi yang menyebut Hernandez akan pergi, atau diizinkan untuk pergi. Anda tidak bisa membiarkan itu tanpa merekrut penyerang yang baru.”

Terlepas permasalahan di atas, masalah sehat justru dimiliki Van Gaal di sektor gelandang, mengingat banyaknya opsi papan atas yang bisa ia mainkan sewaktu-waktu.

sky sports, daily mail, the guardian dan the telegraph

Exit mobile version