Site icon nuga.co

Jangan Sepelekan Malaga!

Bukan Barca atau pun Real yang mendapat aplaus di pertandingan babak penyisihan awal Liga Champion dua pekan terakhir. Tidak juga MU mau pun Arsenal. “Tapi Malaga,” puji Steward Rodgers, senior editor Reuter Sport, dalam ulasannya tentang pertandingan Liga Eropa  Grup C,  pertengahan pekan lalu, usai klub  tanah Andalus itu menaklukkan Anderlecht dari Belgia pada  laga tandangnya di Stadion Constant Vandent Stock, Brussel,  dengan kemenangan sempurna 3-0.

Malaga Club de Futbol, yang bergelar “Boquerones” dalam dua musim terakhir ini memang penuh sensasi. Ia menapak menuju kompetisi elit Eropa, Champions Liga, tanpa banyak orang yang tahu bagaimana background sebagai sebuah klub La Liga dan bagaimana pula eksistensinya.

Malaga sendiri seperti kesepian di tengah komunitas fans Barca atau pun Los Blancos. Fans yang menguasai lima puluh persen pangsa pasar La Liga. Bahkan dibanding  Sevilla sekali pun,  klub ibukota Otonomi Andalus,  Malaga masih jauh  kalah pamor. Mereka juga berada di bawah ranking Granada atau Cordoba yang sesama tergabung dalam federasi  di Andalus.

Siapa yang tahu tentang  komunitas sepakbola Malaga di pasar  global.  Di Pasar domestik saja Malaga CF hanya tim kelas dua. Datanglah ke kelompok fans  yang hidup di kafe-kafe yang fanatiknya terhadap klub jagoaannya sudah semacam idola dengan menyalin semua asesori  yang dipakai tim kesayangan mereka.

Tapi Malaga CF. Siapa yang kenal. Datanglah pada pertandingan yang  menayangkan kompetisi La Liga, dimana Malaga, kini,  menjadi salah satu klub elitenya. Tanyakan tentang Malaga. Tanyakan juga apakah mereka tahu salah satu klub yang ikut di La Liga adalah tim Andalus itu.

Mereka pasti menggeleng tentang diperingkat berapa Malaga berada. Mereka akan menatap penanya dengan sorot hampa  untuk kemudian bengong tak tahu menjawab apa.

Bagi entitas tua, Malaga hanya bisa dikenal lewat sebuah brand minuman wine yang sangat terkenal di  akhir tahun enampuluhan. Wine dengan merk Malaga bergambar sketsa negeri Andalus itu mengisi rak minuman di bar paling terkenal, semacam yang ada di Hotel Indonesia atau pun Hotel Brobudur di Jakarta. Kalau ke Medan minuman anggut itu sering diselundupkan anak kapal lewat cara smokel di pelabuhan Belawan.

“Jangan sepelekan Malaga,” tulis La Marca seusai mereka menaklukkan Anderlecht di Brussel dengan kemenangan sempurna 3-0 di kompetisi Eropa. Malaga memperoleh salah satu tempat di daftar kompetisi Eropa ini  setelah di akhir kompetisi La Liga musim lalu dia menancap di klasemen 4 r dan langsung dapat tiket di Liga Champion.

Musim ini, ketika La Liga memasuki pekan ke tujuh,  ia berada di urutan tiga dengan angka 14 dan memiliki selisih poin 3 dengan  Real Madrid  yang bari mengemas  angka 11 dan berada di urutan lima.

Madrid baru yang baru saja meyelesaikan pertandingan melawan Barca di partai El Clasico di Nou Camp Minggu, dan berakhir 2-2, belum beranjak dari posisi awalnya. Sedangkan rekan satu kotanya Atletico sudah mensejajarkan diri dengan Barca di urutan kedua dengan nilai sama-sama 19 tapi kalah selisih gol. Klub Andalus ini  hanya kalah angka dari Barcelona dan Atletico Madrid di posisi satu dan dua.

Di musim kompetisi champions musim lalu yang mengantar Chelsea juara, Malaga menerabas hingga ke perdelapan final. Tapi siapa  yang peduli.

Ya, siapa yang peduli dengan klub Andalus dari bukit karang Laut Medetarnian ini. Klub yang menjadi tetangga  Kota Gibraltar atau Jabal al Tarik yang rasnya  didominasi oleh “Moor,” sama dengan ras saudara Afrika Utaranya seperti Maroko, Aljazair maupun Tunisia yang bernenek moyang ke Khartago.

Sebagai entitas sepak bola dipelataran Spanyol prestasi Malaga memang tidak terlalu mencorong. Tapi dalam dua musim terakhir  baik di La Liga maupun kompetisi utama liga Eropa, Piala Champions,  klub Andalus ini menampilkan sosok yang lebih anteng.

Pada pertandingan pembukaan Grup C Liga Champions dua pekan lalu, Malaga menjengkangkan  Zenith St Petersburg, juara liga Rusia, 3-0 di Estadio La Rosaleda yang berkapasitas 33.000 penonton.

Menurut La Marca, Malaga masih memerlukan pembuktian  bahwa mereka akan menjadi “hantu” di kompetisi Eropa bila mampu menggulingkan AC Milan, juara tujuh kali Champions dalam putaran ketiga di Estadio La Rosaleda.

Estadio La Rosaleda sendiri, yang menjadi kandang Malaga, adalah sebuah stadion unik yang dibangun di atas t bukit karang yang sempit  di pelataran tanah yang diratakan di pinggir Laut Meditarania, dan diapit oleh gedung-gedung tinggi menghadap Laut Tengah yang eksotik itu.

Setiap tim yang bertandang ke stadion unik itu akan menemukan sensasi Andalus yang pekat. Sensasi “moor” yang liar tapi mengikat persahabatan secara batin. Mereka  juga akan terkesima memandang dataran pantai Maroko dan menyaksikan silhuet dari Selat Gibraltar.

Julio Baptista  asal Sao Paolo, Brazil, maupun  Javier Saviola, asal Argentina, yang merumput di Malaga nyaris jatuh cinta dengan kota  bukit karang Andalus yang berpenduduk tak sampai 600 ribu jiwa itu. Mereka, sewaktu Malaga mengalami krisis keuangan di akhir musim lalu, dan pemiliknya menjual beberapa pemain untuk menutup pembayaran gaji,  mengatakan akan tetap bertahan di klub itu kalau memang masih dibutuhkan.

Malaga mengalami krisis keuangan dan dikabarkan tidak sanggup membayar gaji pemain dan  kemudian bertebaran isu klub akan di jual oleh pemiliknya. Klub ini sempat limbung ketika memulai  musim kompetisi ini.

Klub milik Pangeran Qatar, Sheikh Abdullah al Thani ini bukan besutan baru dalam kancah La Liga. Ia berdiri sejak 1904  dengan kostum garis-garis biru putih,  dan kini dilatih oleh Manuel Pellegrini. Mereka bermain secara tim,  bukan mengandalkan kehebatan individual.

Tapi jangan di kira mereka tidak mempunyai pemain hebat. Dua gol Eliseu asal Portugal ke gawang Anderlecht mengundang decak kagum karena dihasilkan dari atraksi individual yang indah.

Bagi Sheikh Abdullah al Thani memborong saham Malaga CF  empat tahun lalu bukan hanya sekadar untuk sebuah prestise sepakbola tapi perpaduan antara gengsi dengan sejarah tanah Andalus yang pernah dikuasai Islam selama enam ratus tahun yang meninggalkan jejak peninggalan monumental Alhambra dan Granada et Espanyola.

Kini Malaga tidak hanya bertengger di papan atas La Liga tapi juga menebar ancaman di kompetisi Eropa. Mereka sudah menyempurnakan angka di dua laga melawan Zenith st Petersbrug dan Anderlecht serta berjanji akan membantai AC Milan pada pertandingan putaran ketiga di Rosadelia.

Sebuah janji dari motto mereka “no point of return.” Janji dari sebuah tekad Jabbal al Tharik ketika menaklukkan Spanyol dengan membakar semua kapal mereka usai menyebarang selat di ujung Maroko, yang kemudian dikenal dengan Selat Gibraltar yang berarti Selat al Tharik. []

 

Exit mobile version