Site icon nuga.co

Ballon d’Or, Untuk Lionel Messi?

“Messi sebuah kebetulan.”  Itu yang dituliskan La Marca ketika Mourinho dengan jahil  mengusik persaingan si “boncel”  itu dengan CR-7, Ronaldo, untuk memperebutkan status personal pesepakbola  paling hebat di  muka bumi ini,  ballon d’or.

“Messi  juga bukan sebuah kebetulan,” tulis Marca empat hari kemudiannya, usai melesatkan tiga gol  ke gawang Super Depor di  Riazor untuk membawa pulang tiga angka penuh bagi  Barca. Pertandingan yang dinukilkan oleh  media dan banyak pengamat bola di Spanyol sebagai  dramatis, menyulitkan, sekaligus pelajaran bagaimana “nyawa” kemenangan terus digenggam.

Nyawa kemenangan Blaugrana agar  bisa menjaga jarak delapan angka dengan  Real Madrid  setelah mengakhiri perlawanan tak kenal menyerah Deportivo La Coruna 5-4.

Untuk mengenang pertandingan Riazor ini, koran harian “Marca” menurunkan tajuk mingguan di rubrik sepakbolanya dengan judul, “Messi makin mendekatkan jarak ke ballon d’or.  Tajuk yang sedikit lebay itu menyanjung Messi dan klub Catalan yang belum tergerus dari puncak kompetisi La Liga.

Suratkabar bertiras besar di Spanyol itu, sepertinya,  sengaja menyemburkan ejekan kepada Mourinho, karena sehari sebelumnya Christiano Ronaldo hanya mendapatkan satu gol penalti ketika Madrid mengalahkan klub  La Liga lainnya, Celta Vigo 2-0.

Menempatkan foto master dengan momen ketika Messi dikepung tiga pemain Coruna di halaman utamanya, Marca mengomentari ujung teksnya, “akhirnya gol.” Messi memang dikepung tiga pemain Deportivo,  tetapi ia  berhasil lolos untuk mencetak gol kedua. Bahkan , Marca membuat foto inset ketika Ronaldo melakukan tendangan penalti  ke gawang Celta Vigo, yang seakan-akan memberi tahu Mourinho bedanya gol Messi dengan CR-7 di pekan ini.

Mou, begitu si genius arogan yang menyebalkan itu di panggil, menyentak pemberitaan dengan mengumbar kebenciannya terhadap kemapanan sistem penjurian ballon d’or dan  mendahului keputusan FIFA atas  ketidaksetujuannya  bila Lionel Messi dinobatkan lagi sebagai pemain terbaik. “Kalau Messi dan Ronaldo sama baiknya tidak ada keharusan membuat skor menjadi  4-1 untuk anugerah ballon d’or.

Yang dimaksud dengan angka 4 Messi dan 1 Ronaldo, adalah jika  FIFA memutuskan hadiah trophy ballon d’or  untuk striker Barca itu. Dan itu berarti Messi  menerima untuk ke empat kalinya gelar pemain terbaik dunia sedangkan  Ronaldo belum bergeser dari angka satu. Itulah kegusaran Mou.

Mou memang membuat banyak orang gusar ketika ia memaklumatkan akan tutup mulut bila Messi menggaet ballond’or tahun ini. Kegusaran media ini beralasan. Dengan panggung sehebat El Real sebagai tempatnya berpijak apa pun yang diomongkan Mou bisa “dijual” untuk konsumsi publik. Apalagi kini ia sedang galau-galaunya kalau memang Messi yang jadi pemain terbaik.

Komentar Mourinho memang nyebelin.  Jutaan  nyanyian tweet, sejak komentar itu diumbar,  berseliweran di dunia maya menghardik, memaki bahkan memuja si special one.  Mereka terpecah dalam dua kelompok besar fans Messi dan Ronaldo.

Tak percaya? Klik  saja Kompas.Com di kanal bola-nya dan lihat jumlah komentar pembaca yang bersinyinyir dengan dakwa dakwi seputar umpatan Mourinho. Berapa ratus hujatan  yang  dibariskan,  dan berapa ratus pula yang menjagokan Messi. Tentu ada yang memihak Ronaldo, tapi sedikit yang setuju ucapan nyelekit Mourinho.

“Itu pernyataan inferior. Pernyataan seorang tukang provokasi. Tapi dia memang jenius,”  tulis La Monde, koran terbitan Paris yang telah berusia dua ratus tahun lebih dengan kalem.

La Marca koran Catalonia sepertinya tidak ingin membuka ruang menyerang Jose Mourinho dengan tulisan tajam. “Jangan pernah menjawab setiap tudingannya. Biarkan dia dengan penyakit jiwanya yang akut,” sindir Marca yang lebih senang menuliskan kembali kisah kedatangan Lionel Messi ke Barcelona sebagai anak “penyakitan” dan bersuasana kebetulan.

Messi memang bukan special case,  kasus spesial,  ketika hijrah ke Barcelona di usia belum genap 12 tahun dengan membawa penyakit hambatan pertumbuhan hormon. Penyakit, yang ketika itu, mengurungkan niat River Plate untuk mencatatkan namanya di skuad kadet. River Plate, membuang kesempatan menjadi “ayah asuhnya” karena tidak mampu membayar biaya pengobatan $US 900 perbulannya. Kesempatan  yang kemudiannya disesali oleh klub besar yang menghasilkan banyak nama tenar di jagat sepakbola dunia itu. “Itu kesalahan sejarah” kata Mendoza, bekas gelandang River Plate, kepada koran Independentia.

Padahal kala itu  Messi sudah menjadi  skuad newell’s old boys di kampungnya, Rosario, dan klubnya hanya sekali kalah selama empat musim sehingga ia digelar sebagai  “Mesin 87.” Penghargaan untuk prestasinya dikaitkan dengan tahun kelahirannya.

Messi memang sebuah kebetulan, ketika sayup-sayup prestasinya mengisi langit Barcelona dan menyebabkan  Charles Rexach, direktur olahraga Barca, datang ke Rosario menjumpai Messi dan ayahnya Jorge Horacio di sebuah   sore musim semi  yang sejuk. Di sebuah kafe yang tak begitu terkenal  Rexach  menuliskan persetujuannya   di selembar kertas tisu untuk membayar biaya  pengobatan penyakit yang diidap Messi.

Di kertas yang sama Rexach juga membuat memo ringkas dengan paraf bertuliskan  “acc,” untuk sebuah persetujuan, bergabungnya  remaaja kecil Messi di akademi Barcelona.

Dan sepekan setelah persetujuan Rexach itu Jorge Horacio Messi mendatangi  pabrik besi tempatnya bekerja dengan sebuah amplop berisi surat pengunduran dirinya, dan beberapa hari kemudiannya Messi Senior dan anaknya sudah berada di Barcelona.

Marca, sepertinya ingin mengingatkan komuni sepakbola dunia tentang Messi yang datang dari kesenyapan Rosario, dan kemudiannya hanya membuat persinggahan tunggal  di Barcelona sepanjang karir sepakbolanya. Persinggahan yang ditulis oleh Marca sebagai “rumah sakit” untuk menyembuhkan keinginannya menjadi pesepakbola.

“Ia bukan seorang superior yang meledakkan dendam penyakit boncelnya untuk sebuah hura-hura. Ia juga bukan seorang yang ingin mengejar sensasi dan memperlihatkan kepada dunia dialah pemain terbaik.”

Ketika  majalah World Soccer, mewawancarainya usai menerima ballon d’or untuk pertama kalinya tahun 2009, Messi terkesima dengan sorotan kamera yang membuatnya bingung dan beranjak dari  tempat duduk. Membuka jas dan mecopot dasi Messi berujar dengan suara gerah, ”sudahlah.”

World Soccer menulis  seluruh keluguannya itu lewat gaya yang sangat human dan memberikan apresiasi dengan sepenggal kalimat pendek yang menyentuh, “Ia belum tahu  tentang mainan ballon d’or.”

“Ya, Messi memang belum tahu ballon d’or.” Ia hanya tahu bagaimana bertanding di lapangan untuk kemudian mencetak gol dan Barca menang. Hanya itu yang dia cari sebagai  sebuah kepuasan.

Bahkan, ketika Tito Vilanova, sang pelatih Blaugrana, tak memainkan Charles Puyol dan Gerard Pique dalam tiga laga terakhir,  dan hampir semua pengamat mengatakan, malapetaka bisa saja  datang  menghampir Barca, Messi tak pernah kelihatan khawatir. Kepada  Iniesta ketika Barca unggul  terlebih dahulu 3-0 di pertandingan melawan Super Depor di Riazor, Coruna, Messi membisikkan dengan suara dikecilkan,”Mari kita bikin gol lagi.” Messi memang “mesin” gol.

Messi tak punya beban dengan sebutan pemain terbaik. Independencia mengenang kembali ketika ia masih menjadi anggota geng di newell‘s old boys, Rosario, Argentina, dan di juluki sebagai Machine 87 karena produktifitas golnya. Messi tak pernah mau diganggu wartawan. Ia hanya bungkam dan kelihatan “bloon” ketika menatap  Horacio, sang ayah, menjelaskan peran dan keseharian anaknya.

Ketika menyelesaikan tugas juniornya di akademi Barca dan masih di usia 17 tahun ia telah dicantumkan oleh Frank Rijkaard, pelatih Barca kala itu, dalam squad senior ketika melawan RCD Espanyol di musim La Liga  2004.

Kebanyakan pemain yang masuk squad senior merayakakannya dengan dugem. David Beckham, contohnya. Usai melepaskan masa junior-nya di akademi MU, sang parlente itu  merayakannya sampai menggelepar hingga pagi di sebuah kafe di kota  Manchester.

Messi tak merayakannya. Ia  hanya datang ke Rijkaard usai pertandingan dan mengatakan thank you  sambil  menunduk. “Ia telah meletakkan sebuah basis sepakbola saya,” ujar Messi  kepada wartawan yang mewawancarainya. Dan setiap kesempatan bila nama Frank Rijkaard, bekas pemain Ayax, Barcelona dan AC Milan serta tim Belanda yang memenangkan Piala Eropa itu disebut ia selalu menanggapinya dengan antusias.

Bahkan ketika keesokan harinya, usai memainkan pertandingan pertamanya di kompetisi  La Liga,  Messi  pergi ke sebuah kastil kecil di sudut selatan  kota Barcelona dan berlutut dengan khusyuk bersama dengan keluarganya.

Messi memang sebuah kebetulan lain juga  ketika Barca menerjang MU untuk menyabet trophy Piala Champions, yang  kawan-kawanya merayakan dengan  pesta sampanye dan dia  pulang ke hotel berkurung hingga timnya kembali ke Barcelona untuk merayakannya  bersama dengan rakyat Catalan.

Tanyakan dengan Puyol, Pique, Iniesta dan geng tika-tiki lainnya, bagaimana Messi bertingkah di kamar ganti. Nyaris datar, baik ketika Barcelona menang atau pun kalah. Ia hanya menatap Pep Guardiola atau Tito Vilanova, ketika masih asisten manajer, ketika  memberikan instruksi  bagaimana lanjutan permainan dan strategi apa yang akan dilaksanakan.

“Ia sudah tahu apa yang akan dikerjakannya. Ia tak perlu diberitahu ini itu tentang taktik. Berikan ia bola, selesai,” ujar Pep pada sebuah kesempatan kepada surat kabar London The Telegraph tentang Lionel Messi.

Uniknya lagi, kenang Pep Gurdiola, Messi berakselerasi berdasarkan instink. Tidak lewat instruksi. Posisinya sebagai striker juga sangat spesifik. Ia bisa lebih dalam sebagai pemain gelandang dan bisa sangat tajam sebagai penyerang. Satu yang dicatat oleh Pep selama menangani Barca, Messi mencetak gol dengan naluri. Bukan lewat matematis yang sering diperdebatkan para pengamat dan ahli sepakbola

Banyak pengamat mengatakan, Messi telah melewati apa yang telah dilakukan Pele dan sedang mendaki untuk meninggalkan kehebatan Diego Maradona di tim Argentina. “Tapi dia belum memberikan juara untuk Tango. Entah setelah ban captain melekat di lengannya kini,” tulis Independencia. []

Exit mobile version