close
Nuga Sehat

Menguaplah, Ia akan “Mendinginkan” Otak

Menguaplah kapan Anda mau menguap. Ingin sebanyak-banyaknya. Sesering mungkin. Silakan! Menguap itu tidak akan menular. Setiap orang berhal dan tentu pernah menguap. Walau menguap identik dengan rasa mengantuk atau bosan, ternyata ada tujuan lain dari menguap.

Ketika tubuh lelah atau otak memerlukan oksigen untuk tetap bekerja, kita akan menguap untuk mengikat lebih banyak oksigen dalam darah. Uniknya, jika kita melihat orang lain menguap atau bahkan hanya dengan membaca tulisan “menguap”, kita pun seolah-olah tertular, ikut menguap.

Menurut hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Child Development, kemampuan orang untuk tertular ini terkait dengan kemampuan sosialnya. Psikolog dari Universitas Connecticut meneliti anak usia balita yang terus menguap.

Pada saat membacakan sebuah cerita, pembaca akan berhenti dan menguap di depan anak-anak. Anak-anak balita langsung membalasnya dengan ikut menguap. Pada anak yang lebih tua, respon menguap sangat signifikan terjadi.

Dari penelitian tersebut diketahui, walaupun anak balita sangat sensitif terhadap ekspresi orang lain, otaknya belum dapat meniru orang lain secara tidak sadar. Pada orang dewasa hal ini lebih sering terjadi.

“Pada beberapa poin, kita seperti mengambil emosi orang lain tanpa pernah terpikirkan sebelumnya,” ujarnya.

Helt juga mengatakan, hubungan antara kondisi otak yang mengatur kehidupan sosial pada tahun-tahun pertama kehidupan anak dapat diaplikasikan untuk mengetahui dan mencegah anak terkena autisme atau tidak.

Hasil sebuah studi terbaru menyebutkan, menguap merupakan kegiatan untuk mendinginkan otak yang “panas”. Menurut peneliti studi asal Austria tersebut, saat udara di lingkungan lebih panas dari suhu tubuh, maka orang cenderung untuk banyak menguap guna “mendinginkan” otak mereka.

Dalam studi ini, tim peneliti yang diketuai oleh Jorg Massen dari University of Vienna melacak perilaku menguap dari orang-orang yang berjalan di Vienna, Austria, selama musim panas dan dingin. Peneliti kemudian membandingkan hasilnya dengan penelitian serupa yang dilakukan di Arizona.

Selain itu, peneliti juga melakukan penelitian lain pada sejumlah peserta untuk melihat gambar orang menguap. Tujuannya untuk memicu peserta mengalami apa yang disebut dengan “menguap yang menular”. Peneliti kemudian menganalisis perilaku menguap peserta.

Hasil penelitian menunjukkan, orang-orang di Vienna lebih banyak menguap di musim panas ketimbang musim dingin. Hal ini justru bertolak belakang dengan mereka yang berada di Arizona. Peneliti juga menemukan, menguap yang menular paling banyak terjadi saat suhu udara berada sekitar 20 derajat celcius.

Studi yang dipublikasi dalam jurnal Physiology & Behavior itu pun menyimpulkan, menguap untuk mendinginkan otak tidak akan terjadi saat suhu lingkungan tidak sepanas atau lebih panas dari tubuh. Mekanisme mendinginkan otak juga tidak diperlukan di udara dingin.

Selama ini menguap dipercaya meningkatkan pasokan oksigen bagi tubuh, namun peneliti mengatakan tidak ada studi yang membuktikan demikian. Oleh karena itu mereka berpendapat, menguap yang terjadi secara spontan ataupun karena mengikuti orang di sekitar yang sedang menguap tetap bertujuan untuk mendinginkan otak.

Mendinginkan otak diketahui dapat bermanfaat bagi performa otak. Pendapat yang menyebut menguap bisa menular berhubungan pula dengan evolusi yang meningkatkan rasa awas pada sejumlah kelompok orang.

sumber : www.healthday.com dan dailymail