close
Nugatama

“Oke Boss,” Kami Di Negeri “Ketelatan”

Sapaan pesan pendek pagi itu bernada riang. “Hello Boss! Kami di Negeri “Ketelatan.’ Persis seperti yang Anda ocehkan.”

Tutur kalimat di pesan pendek itu datang dari “Santos.” Seperti di hari kemarin, ia menyapa kami tetap dengan nada gembira, walau pun jelajahnya hingga pagi Rabu, 4 September 2013, dengan empat rute telah menempuh jarak 428 kilometer.

“Santos” yang nama sebenarnya kami samarkan termasuk salah satu dari 50 peserta Jelajah Sepeda “Kompas-PGN” Sabang-Padang, yang menurut rencana akan berlangsung selama 14 hari dan merentang sepanjang 1.539 kilometer.

“Santos” berasal dari Bekasi dan bertemu secara acak dengan kami ketika pelepasan rombongan jelajah ini di Banda Aceh. Ketika itu hanya ada beberapa penggal sapa dan bekal kisah “negeri ketelatan” yang kami selipkan di memorinya. Tapi selama empat hari perjalanan sapaan kami lewat “bbm” menjadi sangat intens dan intim.

“Hari ini, Rabu kami menjajal “gampong” Anda, ‘ngon’ Pasti asyik seperti yang Anda kisahkan kepada kami, adios rakan,” tutup kalimatnya ketika sedang mempersiapkan diri berangkat dari Blang Pidie ke Tapaktuan sepanjang 75 kilometer. Selama empat hari menyisir pantai barat Aceh inilah rute terpendek yang mereka tempuh.

Kata “ngon” dan “rakan” kini sudah menjadi sapaan khusus kami, yang terkadang masih berkelindan dengan Anda dalam pesan pendeknya Santos. Dua kata kekariban itu sengaja kami ingatkan kepadanya sebagai lambang “syedara” orang Aceh.

Santos, Selasa malam, menjelang istirahat tidur, menelepon kami dan mengatakan, “ada Padang tersesat” di Blang Pidie. Ia mengatakan “Padang Tersesat” usai mendengar celotehan penyambut yang mengumbar kata-kata “ambo” atau alah sampai. Atau pun “apo bana.”

Saya terpaksa menjelaskan kepada Santos penduduk sepanjang pantai Barat Aceh merupakan masyrakat plural yang datang dari suku Minang, Barus dan Aceh. Ada enklaf masyarakat dengan menggunakan tutur “padang” ee..e .. “jamee” dan mereka merupakan suku “aneuk jamee.”

“Mereka Aceh,” ujar kami dengan lugas. Saya memang belum bisa berkisah dengan “Santos” tentang posisi “aneuk jamee,” asal usul dan bagaimana mereka diletakkan dalam kemajemukan Aceh.
“Catat saja rakan. Nanti saya akan beritahu tentang posisi, struktur dan seluruhnya,” ujar kami di larut malam agar tidak mengganggu istirahatnya.

Selasa sore, atau menjelang Maghrib, tim jelajah tiba di Blang Pidie. Menempun rute seri ketiga sepanjang 130 kilometer Meulaboh Blang Pidie, di pertengahan jalan rombongan disambut oleh komunitas sepeda dari Kompi E Yonif 115/ML, Kodim, dan Abdya Onthel Club di perbatasan antara Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Barat Daya.

Sekitar 20 pesepeda itu ikut mengiringi rombongan hingga kota Blangpidie, Kota Kabupaten Aceh Barat Daya. Anggota Abdya Onthel Club, Muhammad Arifin mengatakan, ada tiga sepeda onthel yang ikut mengiringi.

“Kita tahu ada yang mau dateng dadakan. Jadi cuma bisa sedikit yang ikut,” ujar Arifin.

Tim Jelajah Sepeda juga disambut oleh Wakil Bupati Aceh Barat Daya Yusrizal Razal dan Dandim 0110 Abdya, Letkol Armed Vian Dekas. Mereka pun ikut gowes setelah masuk ke wilayah Abdya.

Yusrizal mengatakan, sambutan dari komunitas sepeda ini merupakan inisiatif dari pemerintah daerah Aceh Barat. “Ini inisiatif dari pemda didukung oleh Pak Dandim. Kita ingin meramaikan saja. Dari tadi pagi udah stand by menunggu rombongan datang. Kita kontak panitia terus sudah sampai mana,” kata Yusrizal.

Warga Aceh antusias menyambut rombongan Jelajah Sepeda Sabang-Padang bersama Kompas dan PGN. Antusiame warga Aceh itu terlihat ketika rombongan Jelajah Sepeda istirahat sekaligus makan siang di rumah makan di wilayah Nagan Raya, Aceh, Selasa.

Rumah makan itu menyambut tim dengan memasang spanduk “Selamat Datang Tiim Kompas-PGN Jelajah Sabang Padang di Warung Makan Vini Simpang Lamie, Nagan Raya, Aceh.” Mereka juga menyediakan tenda beserta kursi untuk duduk-duduk santai.

“Senang sekali banyak pesepeda lewat dan datang ke sini. Biasanya jarang yang datang beramai-ramai. Teman-teman kan sudah datang dari jauh-jauh, jadi kita sambut lah,” ujar Syamsul, kerabat pemilik rumah makan yang menyediakan spanduk.

Istirahat untuk makan siang ini dilakukan setelah rombongan pesepeda menempuh jarak 88 km dari Meulaboh. Kemudian, setelah istirahat, rombongan melanjutkan kembali perjalanan ke Blang Pidie.

Warga sekitar pun terlihat gembira ketika wilayahnya dilewati rombongan Jelajah Sepeda. Mereka berteriak, tersenyum, dan melambaikan tangan. Mereka juga setia menunggu di pinggir jalan hingga iring-iringan pesepeda berakhir. Beberapa di antaranya mengabadikan gambar dengan kamera ponsel.
Keceriaan juga terlihat pada anak-anak di Sekolah Dasar. Ketika jam istirahat dan rombongan Jelajah Sepeda melintas, mereka langsung berlarian ke pagar sekolah atau pinggir jalan.

Ada pula anak-anak kecil yang berada di pinggir jalan dan meminta bersalaman. “Dadah Sepeda,” teriak anak kecil itu sambil melambaikan tangan dan melompat-lompat. Rombongan Jelajah Sepeda pun selalu membalas lambaian tangan.

Selain warga, pemerintah setempat dan aparat kepolisian juga menyambut gembira kedatangan kami.

Hari ini, Jelajah Sepeda sudah memasuki etape keempat di Aceh. Dimulai dari Sabang-Banda Aceh (56 km), Banda Aceh-Calang (156 km), Calang-Meulaboh (90 km), dan saat ini Meulaboh-Blang Pidie (130 km).

Jelajah Sepeda akan berakhir di Padang pada 13 September 2013 dengan total jarak tempuh mencapai 1.539 kilometer. Peserta kegiatan ini bukanlah atlet balap sepeda. Mereka dari berbagai kalangan dan profesi yang memang gemar bersepeda.

Kegiatan ini juga tak sekadar gowes. Kompas ingin menceritakan persoalan di setiap daerah yang dilewati. Kompas juga ingin mengajak lebih banyak lagi orang untuk bersepeda dengan menggalakkan hidup sehat dan mengurangi global warming.

Tags : slide