close
Nuganomics

Pro-Kontra Pencaplokan TelkomVision Oleh CT Corp

Pencaplokan TelkomVision, anak perusahaan PT Telkom Tbk, oleh “taipan” terkaya kelima Indonesia, Chairul Tanjung, mulai menuai kritik karena dianggap tidak memiliki urgensi dengan capaian i terhadap kinerja BUMN tersebut.

Salah seorang ekonom, yang juga politisi, Drajad H Wibowo dari Sustainable Development Indonesia, menyatakan ketidaksetujuannya atas penjualan TelkomVision karena tidak urgen dan perusahaan telekomunikasi itu kehilangan kesempatan bisnis masa depan yang sangat prospektif.

“Jika Telkom membutuhkan likuiditas, dia dapat meraih dana dari pasar dengan mudah. Apalagi hanya 100 juta dollar AS lebih. Satu obligasi korporasi sudah cukup dan akan diburu investor,” ujar Dradjad. Jika Telkom ingin memperbaiki governance TelkomVision, itu bisa dilakukan dengan cara mengganti direksi, meningkatkan kinerja komisaris, meningkatkan pengawasan atau masuk ke pasar modal.

Sementara itu terkait dengan konten, menurut Drajad, pelanggan TV berbayar adalah segmen menengah dan atas. Segmen ini, kata dia, berlangganan bukan untuk mencari konten lokal. “Di sisi lain, TransCorp milik Chairul Tanjung, lebih banyak terlibat dalam konten lokal yang lebih cocok untuk FTA (free-to-air). Padahal TelkomVision sendiri sudah mampu menyediakan konten yang cocok dengan segmen TV berbayar,” jelasnya.

Drajad mengaku bahwa dia sudah melakukan konfirmasi ke beberapa pejabat negara terkait. Para pejabat yang dihubungi umumnya menjawab tidak ikut-ikutan atau tidak tahu menahu. Mereka juga tidak yakin jika Presiden SBY tahu dan atau merestui pencaplokan ini.

Berlainan dengan Drajad, AVP News & Information Management Telkom Andri Herawan menyebutkan, dengan pelepasan 80 persen saham Telkomvision ke CT Corp, hal itu akan memberikan kesempatan bagi perusahaan televisi berbayar itu untuk bisa berkembang.

“Memang, kalau dihitung bebannya tidak terlalu besar, tetapi itu bisa memberikan dampak positif bagi Telkomvision. Selain itu, tentu juga akan memberikan keuntungan bagi CT Corp,” ujarnya.

Andri menyebutkan bahwa penjualan tersebut tidak memiliki motif apa pun, kecuali alasan bisnis. Dengan cara ini, pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi akan memperoleh keuntungan.

Dahlan Iskan juga tidak setuju dengan analisis Drajad. Sebagai Menteri BUMN ia setuju penjualan TelkomVison ke Chairul Tanjung.”Sejak didirikan selama 16 tahun lalu, Telkomvision rugi terus menerus. Makanya wajar kalau Telkom mengamputasinya,” kata Dahlan.

Menurut Dahlan, Telkom dinilai tidak memiliki kapasitas untuk mengembangkan konten. Sebab, investasi untuk membuat konten itu memerlukan dana investasi yang besar. Apalagi kondisi perseroan TelkomVision juga rugi terus.

Dahlan mengatakan penjualan Telkomvision tersebut bukan karena desakan Chairul Tanjung yang ingin memiliki bisnis televisi kabel. Sebab, dua taipan media lainnya seperti grup media Bakrie telah memiliki Sky TV dan grup MNC telah memiliki Indovision dan Oke TV. Sementara grup SCTV dan Indosiar telah memiliki televisi berbayar, Next Media.

“Penjualan Telkomvision itu dilakukan melalui tender, bukan asal-asalan. Kalau penawar terbaik itu Chairul Tanjung, tentu tidak bisa SCTV atau penawar lain yang dimenangkan bukan?” jelasnya.

TelkomVision didirikan pada 1997 dan mulai beroperasi pada 1999, saham televisi kabel ini dimiliki oleh Telkom, PT Telkomindo Primabhakti, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia, dan PT Datakom Asia. Namun, pada 2003, Telkom menjadi pemegang saham mayoritas dengan porsi saham 98,75 persen, dengan saham selebihnya dimiliki Datakom.

Hingga saat ini, pelanggan Telkomvision disebut melampaui 2 juta pelanggan. Masuknya Trans Corp ke bisnis televisi berbayar akan semakin meramaikan bisnis ini yang belakangan cukup marak di Indonesia. Hingga akhir 2012, pendapatan Telkomvison mencapai Rp 405 miliar atau naik 56 persen dari akhir 2011 Rp 259 miliar.

Sementara itu pasar menyambut positif pencaplokan saham mayorotas TelkomVision oleh CT Corp. Nidhi Dhruv, analis dari Moody’s Investor Service, menulis kemitraan strategis antar-kedua group dalam bisnis TV berbayar itu akan “mengubah permainan” dalam industri tersebut di Indonesia.

Moody’s menilai bahwa langkah kemitraan strategis di antara kedua group ini merupakan langkah strategis yang positif bagi Telkom karena dengan kemitraan ini Telkom Group mampu meng-unlock value dari bisnis TV berbayar yang dimilikinya. Moody’s menilai bahwa kemitraan strategis ini akan menguntungkan kedua belah pihak yang dalam hal ini, sebagai penyedia infrastruktur, Telkom akan mampu memanfaatkan keunggulan infrastrukturnya untuk menumbuhkan Telkom Vision.

Sebaliknya, CT Group sebagai penyedia konten akan mampu memanfaatkan keunggulannya dalam penyediaan konten untuk bersama-sama mengembangkan Telkom Vision. Kombinasi konten dari CT Group dan infrastruktur jaringan Telkom ditambah dengan kemampuan Telkom untuk melakukan cross sell dan bundling produk antara layanan TV berbayar, telepon, dan ponsel akan menjadi kunci keunggulan yang kompetitif bagi Telkom Vision dibanding pemain TV berbayar lainnya.