close
Nuganomics

Listrik Pintar Untungkan Pendapatan PLN

PT PLN menuai arus kas atau “cashflow” yang lancar sebesar duapuluh persen dengan pemberlakuan meteran elektronik atau listrik pintar sehingga memberi manfaat yang sangat signifikan bagi bisnis perusahaan strom itu. Jumlah pelanggan pengguna meteran elektronik yang mencapai dua puluh persen dari total pelanggan PLN, membuat penerimaan PLN dari penjualan listrik semakin maksimal.

Direktur Utama PLN Nur Pramudji menuturkan, penggunaan meteran elektronik pada 20 persen pelanggan PLN, pelanggan yang selama ini memiliki kencerungan menunggak, berubah drastis. Terhadap 20 persen pelanggan itu tingkat tunggakan saat ini mencapai 0 Persen. Sementara untuk pelanggan menggunakan meteran konvensional, saat ini juga mulai sadar, dan jumlah pelanggan menunggak juga berkurang dengan tren penurunan yang cukup positif.

“Setidaknya dua puluh persen yang selama ini menunggak, sudah jadi nol persen akibat penggunaan meteran listrik. Kalau yang enggak pakai meteran elektronik sebagian besar juga tidak menunggak. Hanya ada beberapa saja. Tapi secara keseluruhan, bisnis kita semakin baik, karena pembayaran yang lancar. Saya pikir pertambahan pembangkit listrik yang kita lakukan, dapat menggambarkan kalau bisnis kita semakin baik,” jelasnya Nur Pamuji.

Namun PLN diakui Pramudji belum berencana untuk mengganti seluruh meteran listrik pelanggannya, yang kini telah mencapai 50 juta. PLN berkeyakinan, pendekatan teknologi pada sistem pembayaran listrik dengan menggunakan meteran elektronik itu, akan membuat masyarakat berpindah dengan sendirinya.

“Kita akan berjalan secara alamiah saja. Untuk apa kita mengganti sekaligus 50 juta pelanggan. Kita tidak ada keperluan untuk itu. Lewat proses alamiah saja, pengguna meteran elektronik terus bertambah 3-4 juta pelanggan. Lama-lama kan semua nanti pakai meteran elektronik. Karena perhitungannya lebih teliti,” tambahnya.

Sementara itu terkait kondisi sulitnya mendapatkan voucer elektronik setiap saat, Nur Pamudji menuturkan, masyarakat tidak perlu merubah pola pembayaran tagihannya. Penggunaan meteran elektronik bukan ditujukan agar pola pembayaran masyarakat berubah, tapi hanya untuk efisiensi pembayaran tagihan.

“Kalau dulu bayar listrik setiap tanggal 3 misalnya. Ya sekarang isi saja vouchernya setiap tanggal segitu. Besarannya samakan dengan sebelum menggunakan meteran listrik. Kalau ada penambahan alat listrik, ya sesuaikan saja secara proporsional. Saya sudah terapkan itu dirumah, dan tidak pernah saya pikir kita harus cari voucher listrik tengah malam,” tandasnya

Pamuji juga mengatakan, PLN belum memiliki rencana menaikkan tarif dasar listrik, meski pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi jenis premium dan solar. PLN mengaku kenaikan harga BBM bersubsidi tidak secara spesifik menaikkan biaya produksi listrik mereka.

Saat ini produksi listrik PLN masih sangat bergantung dengan produksi dari pembangkit berbahan bakar minyak, khususnya jenis solar. Namun, PLN sudah tidak lagi menggunakan solar bersubsidi sejak 2005, sehingga kenaikan solar subsidi yang dilakukan pemerintah tidak memberi dampak signifikan pada biaya produksi listrik dari pembangkit tersebut.

“Sejak zaman Pak Dahlan Iskan, tahun 2005 lalu, kita sudah tidak pakai solar subsidi lagi. Jadi kalaupun dinaikkan pemerintah, ya enggak berdampaklah. Kalaupun ada, bukan pada produksi dari mesin pembangkit berbahan bakar solar. Sampai saat ini belum ada rencana. Tapi bukan berarti tidak mungkin jika nanti ada perkembangan lebih lanjut. Itu pun kita pastikan bukan karena kenaikan harga BBM,” jelasnya.

Pamuji mengatakan, saat ini biaya produksi PLN untuk setiap kilowatthour (kwh) listrik sebesar Rp1.200. Sementara biaya yang dibebankan kepada masyarakat yakni Rp800 untuk harga rata-rata. “Sekarang rata-rata harga jual listrik per kwh itu Rp.800. Soalnya, Rp400 kita dapat subsidi dari pemerintah,” tegasnya.

Tags : slide