close
Nuganomics

Hafizh, Saudagar Roti

Bakery shop cartoon flat vector illustration. Pastry store interior, counter and showcase, cakes and cupcakes, bread and confectionery assortment sketch. Baking seller, male baker character

Muda, sukses dan hanya dengan “roti.” Ya, itulah yang diraih Hafizh Suradiharja. Anak muda , pemilik CV Roti John Bali Fresh.

Dan semuda itu, dalam usia 25 tahun, ia sudah “jungkir balik” antara sukses dan gagal. “Pahit” ketika usaha bangkrut, Tapi ber”siul” jika dagangan mentereng.

Hafizh beruntung. Ia tak punya suku kata “patah arang.” Ia hanya memiliki suku kata yang lain, “bangkit lagi.”

Suku kata yang digenggamnya dengan kuat di sudut kiri memorinya dan di riilkan lewat kekuatan “tidak pernah menyerah. Dan itulah yang mengantarkan Hafiz menjadi “entrepreuner.” Saudagar.

Itu pula yang kini telah digapainya, sukses sebagai pengusaha pada usia 25 tahun.

Hafizh muda memang akrab dengan dunia bisnis. Pada 2006 silam, masih belasan tahun, ketika masih berstatus mahasiswa, remaja kelahiran Jakarta ini menjajal peruntungannya dengan membuka sekolah disc jockey.

Ia berani membuka jasa pendidikan peramu musik karena menilai profesi itu sedang naik daun.

Hafizh pun melengkapi fasilitas sekolah DJ itu dengan peralatan yang bagus. Tak bertahan lama. Cuma setahun. Ambruk. Ia menyadari, sekolah DJ miliknya tak punya nilai tambah.

Semua orang mau bikin sekolah DJ saat itu. “Saya tidak punya koneksi. Selain itu, banyak sekolah yang menawarkan biaya murah,” ujar dia.

Dari usaha pendidikan, Hafizh beralih menjadi pengusaha kuliner. Mengikuti tren yang sedang berkembang, Hafizh, yang kala itu sudah jadi di mahasiswa Universitas Islam Jakarta, membuka kedai sop buah.

Kedai ini sempat berkembang hingga memiliki tiga cabang. Lagi-lagi karena tak kuat bersaing, usaha sop buah Hafizh bangkrut.

Berarti sudah dua “core bisnis”nya terjungkal. Ia mencoba lagi. Kali ini ia menjalin kerja sama dengan pengusaha asal Singapura untuk membuka biro perjalanan. PT Apex Indonusa Prima.

“Saya menyetor sekitar 30 persen dari total modal,” ujar anak muda kalem tapi semangat “saudagar” membara. Hafizh mengaku, ia memperoleh dana untuk modal usaha itu dari pinjaman bank atas nama orang tuanya.

Setelah berjalan enam bulan, perjalanan bisnis kongsian itu meriang. Perbedaan usia antara dua kongsi ini terlampau jauh membuat visi keduanya secara “partnership”tak sejalan..

“Partner saya yang jauh lebih tua memiliki pola pikir yang sangat hati-hati, berbeda dengan saya yang terlampau bersemangat saat itu,” kenang Hafizh.Masih mendingan, ia diperkenankan menarik modal yang telah ditanamkan.

Namun kongsi itu tidak sia-sia. Sang partner yang berasal Negeri Singa itu, selama berkongsi, menorehkan inspirasi baginya.

“Partner dari Singapura itu selalu membawakan roti john ketika dia pulang,” kata Hafizh. Di sana, roti john sering disantap sebagai pengganti sarapan pagi.

Hafiz merancang strategi bisnis untuk masuk ke jualan roti. Kali ini Hafizh tak mau gegabah. Ketika usaha ketiga tak berjalan mulus, ia melakukan beberapa evaluasi atas kiprahnya.

“Saya menyadari, selalu berada di zona merah yang sudah banyak pelakunya,” ujarnya. Dari situ, ia mendapat pencerahan, jika ingin memulai usaha lagi, harus menciptakan ide baru.

Lantas, ketika ia melihat belum ada orang yang berbisnis roti john di Indonesia, Hafizh pun segera menggarap bidang baru ini. Apalagi, dia melihat ada bisnis bakeri di sekitar rumahnya yang mampu bertahan lama.

Pada 2009, pria lajang ini kembali mengajukan pinjaman bank, sebesar Rp 30 juta untuk memesan roti ke pabrik, sekaligus merenovasi sebuah kafe.

Hafizh mendapatkan resep roti john ini dari temannya. Ia pun tak mengubah bentuk, tekstur dan rasanya. Agar mempertahan keasliannya. “Tekstur roti ini keras dengan satu pilihan rasa yakni telur dan bawang,” ujar dia.

Pada bulan pertama, pembeli banyak berdatangan. Namun, menginjak bulan kedua, ketiga, pengunjung justru semakin sepi. Tak mau pengalaman bangkrutnya berulang, Hafizh segera mencari tahu kesalahan bisnis barunya.

Ia pun menemukan banyak kekeliruan, seperti penetapan harga Rp 12.000 yang kurang ramah di kantong. Tekstur roti yang terlalu keras sampai tidak adanya varian rasa.

Sejak itu, Hafizh berpikir mencari jalan keluar. “Saya harus bikin roti yang sesuai dengan lidah orang Indonesia, enak, murah, dan bikin kenyang,” jelasnya. Ia pun mencari chef dari hotel berbintang untuk membuat roti yang sesuai dengan hasil evaluasinya.

Usaha terakhir ini pun sukses. Dengan 12 varian rasa, pembeli kembali menyesaki gerai roti john. Dengan modal tambahan, Hafizh juga mengembangkan konsep both untuk memperluas pemasaran. Kini, sudah ada 50 gerai roti john.

Hafizh pun mampu tersenyum lebar dan mencecap manisnya berbisnis. Bisnis keempatnya ini sudah menyerap 35 tenaga kerja yang memproduksi sekitar 500 hingga 1.000 roti per hari. Dalam sebulan,ia menangguk omzet hingga ratusan juta rupiah.

Tak puas setelah menuai sukses di usaha roti john, Hafizh juga sedang mematangkan usaha yang tak jauh berbeda, yaitu minuman. “Kami akan membuat minuman khusus kopi,” ujar dia.

Pengalaman mengembangkan usaha roti john diterapkan Hafizh saat merancang bisnis terbarunya. Ia merangkul peramu kopi yang berpengalaman untuk merancang aneka menu kopi spesial di kedainya nanti.