close
Nuga Tekno

Waspadai Penggunaan Internet of Things

Meningkatnya penggunaan internet of things ternyata harus diwaspadai.

Bisa jadi seluruh perangkat yang digunakan dan terkoneksi internet bisa menjadi sasaran empuk para hackers.

Seperti ditulis laman media terkenal Telegraph, hacker mulai mencari cara untuk meretas smartphone, televisi pintar, sampai jam tangan untuk kesehatan.

Perangkat itu bisa dikunci para hacker untuk kemudian memeras pemiliknya.

“Program berbahaya yang mengunci perangkat lalu memeras pemiliknya, biasa disebut ransomware. “

“Mereka menargetkan pada konsumen pengguna gadget. Mereka akan diminta sejumlah uang agar perangkat dibuka dan seluruh data-data dikembalikan,” tulis laporan itu

Dijelaskan CEO NCSC, Ciara Martin, data yang dikunci dalam perangkat tersebut memang tidak berharga dan tidak bisa dijual namun bagi pemiliknya, data berupa foto, email, video da lainnya dianggap sangan penting. Ini yang membuat pemilik bersedia untuk membayar berapapun demi kembalinya data-data tersebut.

“Ransomware di perangkat jam tangan, fitness tracker dan TV akan menjadi tantangan tersendiri bagi manufaktur. Mereka harus bisa meyakinkan para pengguna bahwa perangkat itu aman dan mampu menyimpan data dengan baik,” kata Martin.

Menurut analis, diprediksi pada tiga tahun mendatang ada sekitar dua puluh satu  miliar perangkat yang terkoneksi internet.

Perangkat itu digunakan oleh para pebisnis dan konsumen seluruh dunia.

“Meningkatnya perangkat yang terkoneksi internet memberikan kesempatan besar bagi peretas atau penjahat siber untuk melakukan serangan melalui berbagai sisi,” jelas Martin.

Diakui Martin, dalam laporan tersebut, memang meretas perangkat pintar lebih sulit ketimbang menyerang laptop ataupun desktop.

Insiden peretasan melalui perangkat pintar akan jauh lebih mudah dilakukan jika pengguna mengunduh aplikasi pihak ketiga dari toko aplikasi.

“Pertahanan terbaik untuk melawan ransomware adalah memastikan software yang digunakan pada perangkat selalu diperbaharui dan data yang tersimpan ter-backup dengan baik. Akan lebih baik jika tersimpan di cloud,” ujar Direktur Teknikal NCSC, Ian Levy.

Penggunaan akses keamanan pattern lock untuk mengunci smartphone sudah banyak dipakai pengguna. Namun hasil studi menunjukkan penggunaan pattern lock malah menimbulkan celah berbahaya, jika tidak hati-hati.

Juga ditulisp Mashable, hasil studi tim peneliti Lancaster University, Inggris, menunjukkan peretas bisa membobol smartphone pengguna hanya dengan menganalisis gerakan tangan dengan kamera tersembunyi serta software algoritma pengintaian khusus.

Dengan bekal pengintaian tersebut, peretas tak perlu melihat langsung layar smartphone untuk bisa membobolnya.

Bahaya pattern lock makin mengintai sebab, fakta sekitar 40 persen pengguna Android memakai metode akses keamanan tersebut.

Dalam studi, peneliti bisa membobol pattern lock pengguna hanya menggunakan rekaman kamera smartphone tersembunyi dari jarak dua meter dari target korban.

Tim peneliti juga menggunakan percobaan membobol dengan menggunakan kamera Single Lens Reflex  dari jarak sembilan meter, hasilnya sukses.

Dengan demikian, peneliti mengingatkan, peretas bisa sewaktu-waktu mengintai pengguna dan mencoba membobol pola akses keamanan pengguna Android.

Temuan lainnya, pola akses keamanan yang rumit sebenarnya malah lebih mudah untuk dibobol.

Sebab sistem yang dimiliki peneliti mampu membobol nyaris semua pola kompleks dengan tingkat kesuksesan sembilan puluh tujuh persen pada upaya pertama.

Sementara peneliti mampu membobol pola yang sederhana dengan tingkat kesuksesan enam puluh persen saja.