close
Nuga Tekno

Twitter Bikin Internet Bisa Lebih Cepat

Kecepatan akses internet yang belum merata di seluruh dunia mendorong Twitter untuk merilis versi ‘ramah kuota’.

Twitter secara resmi memperkenalkan Twitter Lite untuk pengguna yang tak ingin kuota internetnya cepat habis atau sedang berada di daerah dengan kecepatan akses lambat.

Berbeda dengan versi biasa, Twitter mengklaim untuk akses data pengguna hanya memerlukan kurang dari satu megabyte.

Selain memaksimalkan kecepatan akses, Twitter menjamin menawarkan tiga puluh persen kelebihan saat menampilkan linimasa serta navigasi yang lebih sederhana.

Dalam blog resminya, Twitter memastikan fitur utama seperti linimasa, direct messages, trending topic, profil, notifikasi, media pendukung dan lainnya akan tetap tersedia.

Perusahaan berlogo burung biru ini mengatakan ingin memberikan akses ke lebih dari jutaan orang pengguna di seluruh dunia, terutama yang masih bergantung pada akses 2G.

Data GSMA hingga akhir 2016 mencatat meski adopsi ponsel pintar mencapai tiga koma delapan  miliar, namun empat puluh lima persen diantaranya masih bergantung pada teknologi 2G.

Untuk menjembatani hal itu, Twitter mengklaim Lite tidak akan menghabiskan memori internal ponsel- karena yang dibutuhkan hanya perambah pada ponsel atau tablet.

Pengguna bisa mengakses Twitter Lite seperti halnya mengakses Twitter.

Hanya saja, ada penambahan fitur mode ‘data saver’ yang bisa diaktifkan untuk menghemat penggunaan kuota internet.

Saat fitur ini diaktifkan, pengguna bisa memilih foto atau vidoe mana saja yang ingin ditampilkan di linimasa.

Dengan mengaktifkan mode ini, Twitter memastikan pengguna bisa menghemat hingga 70 persen penggunaan kuota internet.

Twitter Lite menambahkan fitur khusus untuk pengguna Google Chrome dan perambah lain di perangkat Android.

Akan ada push notifikasi yang bisa ditampilkan di home.

Bukan itu saja, pengguna juga tetap bisa mendapatkan informasi linimasa terbaru meski tanpa terhubung dengan internet.

Twitter Lite merupakan upaya perusahaan untuk mendorong adopsi pengguna terutama di daerah dengan akses internet belum memadai seperti Amerika Latin, Asia Pasifik, dan Afrika.

Sementara itu, berita terbaru mengungkapkan  Twitter  enggan membuka identitas salah satu penggunanya

Perintah untuk membuka identitas pengguna itu datang dari Pemerintah Amerika Serikat

Tak terima dengan kebijakan itu, Twitter menggugat pemerintah AS ke meja hijau.

Gugatan yang dilayangkan oleh Twitter untuk membatalkan perintah pemerintah federal AS. Perlawanan ini mencerminkan penolakan tegas Twitter untuk membocorkan identitas konsumen mereka.

Twitter menilai permintaan pemerintah AS tidak beralasan.

Pasalnya akun @ALT_uscis yang dimaksud oleh pemerintah AS dianggap hanya menyampaikan pendapat yang berbeda sebagai bagian dari aktivitas warga negara.

“Hak kebebasan berpendapat menjamin pengguna Twitter dan Twitter sendiri di bawah Amendemen Pertama Konstitusi AS termasuk hak menyebarkan pendapat politik secara anonim atau pseudonim,” tulis Twitter.

Situasi panas ini bermula ketika pemerintahan Trump berang terhadap salah satu pengguna Twitter berakun @ALT_uscis.

Akun itu adalah salah satu pengkritik paling keras kebijakan yang dibuat Trump, terutama yang menyangkut kebijakan imigrasi.

Nama akun itu sendiri merupakan singkatan dari ‘Alternative US Citizenship and Immigration Services’.

Kelompok anonim ini mengindikasikan dirinya sebagai pemerintah ‘jalanan’. Mereka muncul ketika Donald Trump mengambil alih kepemimpinan Gedung Putih.

Isi gugatan menyebutkan setidaknya seorang anggota akun @ALT_uscis merupakan anggota dari departemen imigrasi federal AS.

Faktor ini jadi salah satu pemicu nafsunya pemerintahan Trump menguak identitas kelompok tersebut.

Sikap Twitter melawan pemerintah itu mendapat dukungan dari American Civil Liberties Union atau  ACLU

Organisasi pendukung kebebasan berpendapat ini menilai permintaan pemerintah kali ini sangat tak lazim.

Anggota ACLU, Esha Bhandari yang mewakili pengguna Twitter di sana memaparkan permintaan semacam ini biasanya hanya terjadi di kasus kriminal atau yang mengancam keamanan.

“Kami tak melihat alasan yang diberikan pemerintah untuk membuka identitas mereka,” ucap Bhandari.

Gugatan Twitter ke pemerintah AS ini bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya mereka pernah melakukan tindakan serupa di lima dan tiga tahun silam