close
Nuga Tekno

Pro-Kontra Terhadap Pemblokiran Telegram

Keputusan pemerintah memblokir layanan Telegram membuat masayrakat teknologi terbelah dalam sikap pro dan kontra yang semakin hari semakin riuhr.

Pemerintah resmi membekukan layanan Telegram, Jumat pekan lalu.

Meski pemblokiran masih sebatas di versi situs web, keputusan itu terbilang diambil dalam waktu relatif cepat.

Alasan utama yang dipakai pemerintah, adalah maraknya konten terorisme di Telegram.

Jumlah konten yang beredar pun diklaim mencapai ribuan.

Ada yang mengatakan langkah pemerintah membekukan layanan Telegram sudah tepat.

Sikap tegas pemerintah sanggup memaksa Telegram untuk mengikuti keinginan pemerintah.

Pernyataan terbaru CEO Telegram Pavel Durov yang didistribusikan di kanal aplikasi mengaku lalai dalam merespons koordinasi dari pemerintah Indonesia.

Itu berarti tujuannya bukan sebatas menanggal konten tapi mengajak pihak Telegram urun rembug

Ada juga yang menyatakan, pemblokiran lebih bersifat peringatan kepada penyelenggara layanan.

Itu sebabnya pembekuan layanan hanya terjadi di versi web, tak sampai ke aplikasinya.

Dan mereka tak sepenuhnya sependapat dengan pemblokiran. Selama masih ada cara selain blokir, pemerintah perlu mencobanya terlebih dahulu.

Justru kita menyarankan cara-cara alternatif selain blokir karena Telegram banyak digunakan komunitas-komunitas IT dan start up UMKM.

Mungkin itulah cara yang diambil Kominfo untuk mendapat perhatian dari Telegram. Untuk bisa bekerjasama menangkal konten-konten yang tidak diinginkan

Sementara, Pakar marketing digital Anthony Leong berpendapat pemblokiran situs yang beralamat di web.telegram.org, merupakan bentuk kemunduran. Kata dia, langkah Kemkominfo memblokir Telegram kurang tepat.

“Gagal paham jika langsung diblokir, ini kemunduran teknologi di tengah kemajuan zaman. Jika memang ada keluhan soal konten bisa langsung disurati ke Telegram, tapi nyatanya sampai sekarang menurut CEO Telegram belum menerima permintaan resmi dari Indonesia,” kata Anthony.

Kata dia, banyak kerugian yang dialami masyarakat jika telegram dan aplikasi media sosial ditutup dari segi pertumbuhan ekonomi.

“Bagaimana kita bisa terus berkembang dalam ekonomi jika media sosial nantinya ditutup. Ini telegram ditutup saja berapa banyak UMKM yang merugi, berapa banyak pedagang online yang omsetnya turun signifikan,” tegas Anthony.

Kabar terbaru lainnya mengungkapkan, ada kemungkinan layanan pesan instam Telegram bakal dibuka kembali.

Meski tak mengatakan secara langsung, ketentuan bisa berubah asalkan Telegram bisa patuh dengan peraturan yang berlaku.

Kini sedang dipelajari pernyataan bos Telegram Pavel Durov yang menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintah.

Dalam pesan tersebut Durov mengaku lalai dalam menyikapi keinginan Indonesia soal konten terorisme di Telegram.

Alhasil ia berjanji memblokir semua konten yang dilaporkan Menkominfo dan membentuk tim khusus yang paham budaya serta bahasa Indonesia untuk menangkal konten terorisme.

Ini makanya kami check-recheck dan mendalami isi pesan Durov.

Isi pesan Durov sebagai sinyal positif. Kemenkominfo menanti langkah lanjutan dari pengelola aplikasi asal Rusia itu.

Apabila ada permintaan kerja sama dari Telegram, pemerintah berwenang menentukan mekanisme kerjanya.

Pemerintah telah lama memantau Telegram sebagai platform yang kerap digunakan oleh teroris untuk melancarkan rencananya.

Pemerintah sudah mengamati lama.

Dan negara mementingkan keamanan masyarakat.

Ada banyak konten terkait terorisme di Telegram. Jokowi menyebut, ada ribuan konten terkait terorisme yang berseliweran di dalamnya.

Walau pun mengalami pemblokiran, Telegram sudah lebih dulu membagikan cara untuk memuluskan akses ke layanannya.

Tim Telegram sempat membuat instruksi untuk mengaktifkannya melalui saluran informalnya.

Trik yang dibagikan termasuk langkah-langkah untuk memotong kemungkinan akses pemblokiran terhadap layanannya. Akses protokol jaringan ini memungkinkan trafik data tidak kentara dari klien ke server melalui server proxy.

Telegram pertama kali membuat trik ini sebagai upaya untuk membuka akses komunikasi bagi penggunanya di Rusia.