close
Nuga Tekno

Pokemon Go Tak Boleh Dimainkan di Cina

Langkah Cina melarang peluncuran Pokemon Go di negaranya membuat geger jagat teknologi global karena sejak kemunculannya pada pertengahan tahun lalu  Pokemon Go sudah  menjadi salah satu gim paling popular

Gim berbasis augmented reality  ini telah menjadi “obat” bagi pengguna sepanjang satu tahun terakhir.

Gim ini menggabungkan konsep yang unik dan nuansa nostalgia.

Jutaan orang ‘dipaksa’ keluar dari rumah dan menjelajah lingkungan sekitar untuk menangkap Pokemon yang muncul di peta digital gim.

Berjalannya waktu, kepopuleran Pokemon Go pun semakin menurun.

Sejumlah pemain secara bertahap mulai meninggalkan gim besutan Niantic, Pokemon Company, dan Nintendo ini.

Jumlah pemain Pokemon Go pun akan turun drastis dengan pelarangan gim tersebut di Tiongkok. Demikian seperti dikutip dari laman Ubergizmo, Kamis, 12 Januari 2017.

Karena kekhawatiran tentang keselamatan dan keamanan, pemerintah China memutuskan untuk melarang Pokemon Go untuk dirilis di China.

Reuters melaporkan bahwa keputusan pelarangan ini diambil setelah Pokemon Go tidak lolos sensor, dan berpotensi mengancam sistem transportasi dan keamanan warga Tiongkok.

Selain dua hal tersebut, petinggi pemerintahan di China pun menandai potensi kebocoran informasi geografis lokasi-lokasi terlarang di negara tersebut.

Karena pemerintah menolak memberikan ‘lampu hijau’ untuk Pokemon Go, ada kemungkinan bahwa gim-gim serupa juga tidak akan mendapatkan izin di Negeri Tirai Bambu tersebut, meskipun gim itu dikembangkan oleh pengembang Tiongkok sekalipun.

Larangan tersebut dikeluarkan oleh lembaga sensor pemerintah China.

Mereka dengan tegas mengatakan tidak akan memberi izin pada permainan AR jenis apa pun, termasuk Pokemon Go.

Alasannya, permainan tersebut dinilai membahayakan keselamatan pribadi dan berpotensi membahayakan keamanan nasional.

Maksud keamanan nasional di sini adalah potensi adanya pemain Pokemon Go yang berkeliaran mencari Pikachu di lokasi sensitif milik pemerintah.

Sebagaimana dilansir  Engadget,  saat ini tidak ada cara yang bisa dilakukan untuk mengakali aturan tersebut. Pasalnya, meski bisa mengunduh Pokemon Go dari sumber tertentu, maka permainan ini tidak akan bisa dimainkan.

Pemain yang mencoba mengatur koneksi data ke mode roaming pun tidak bisa lolos. Masalahnya, saat pemain membuka Pokemon Go di China, maka layar hanya akan menunjukkan peta kosong.

Google Maps, layanan pemetaan yang jadi sumber referensi peta di Pokemon Go, memang sudah lama diblokir oleh China. Karena aplikasi tersebut tidak bisa diakses, maka peta Pokemon Go pun jadi kosong.

Mungkin China masih butuh waktu lama untuk bisa menerima Pokemon Go dan berbagai permainan berbasis AR lainnya.

Setidaknya, saat ini sudah ada beberapa negara yang justru memanfaatkan Pokemon Go dan AR untuk berbagai keperluannya.

Sebelum larangan Cina ini, Pokemon Go memang sudah menjadi pembicaraan di banyak lapisan menyangkut keamanan pengguna.

Pokemon Go, seringkali memiliki akses ke kamera, lokasi, data, dan kontak di telepon Anda. Jadi Anda tidak pernah tahu seberapa sensitif informasi perusahaan yang kemungkinan mereka curi.

Kemungkinan kita memberikan kunci ke pintu belakang perusahaan pada peretas dan mata-mata, terutama jika kita menggunakan rincian log-in aplikasi eksternal yang sama dengan aplikasi internal pekerjaan.

“Ini adalah masalah kritis jika Anda tidak mengetahui kelompok ketiga yang memiliki akses ke data Anda,” kata Ryan Kalember, wakil presiden senior strategi keamanan siber di Proofpoint.

Sikap santai kita terhadap aplikasi di pekerjaan dapat menjadi penyebab masalah, demikian diperingatkan para ahli.

“Jika perusahaan tidak memberikan alat yang mereka harapkan untuk bekerja, maka mereka akan mencarinya sendiri,” kata Jon Huberman, pimpinan perusahaan berbagi file Syncplicity.

“Tetapi ini adalah masalah besar bagi perusahaan, kebocoran data adalah suatu masalah besar.”

Meski aplikasi seperti Slack, Evernote, WhatsApp, dan Dropbox, dapat membantu kita bekerja dengan lebih efisien, di kantor atau di luar kantor, kita seringkali tidak mengetahui apakah aplikasi tersebut disetujui bagian IT atau seberapa banyak data perusahaan yang kemungkinan kita bagi, secara sengaja atau tidak, lewat cloud.
Terry Ray, pimpinan strategi produk Imperva mengatakan, “Staf seringkali tidak memikirkan keamanan bentuk data atau seberapa pekanya. Dan risiko pelanggaran data jauh semakin besar lewat cloud, meskipun aplikasi berdasar cloud terbukti semakin populer karena sangat mengurangi biaya IT.”

Yang dikhawatirkan bagian IT adalah aplikasi pihak ketiga kemungkinan tidak memiliki protokol keamanan yang sangat ketat karena kebanyakan dibuat untuk konsumen.

Sementara data itu sendiri kemungkinan disimpan di negara asing yang hukum perlindungan datanya kurang ketat.

“Keamanan app adalah masalah yang tersembunyi,” kata Cesare Garlati, pimpinan strategi keamanan Prpl Foundation, badan nirlaba yang mempromosikan standar perangkat lunak sumber terbuka.

“Perangkat lunak saat ini dirakit, bukannya tertulis, pengembang menggunakan perpustakaan, sehingga Anda tidak mengetahui kode cacat yang kemungkinan ada di dalam app, yang dapat merusak keamanannya,” katanya.

Sementara sejumlah perusahaan berusaha keras melindungi informasi pribadi yang dapat diidentifikasi, seperti nomor social security dan kartu kredit, seringkali informasi tidak berbahaya yang justru dapat memberikan para peretas amunisi untuk membuat e-mail phishing menjadi dipercaya, misalnya sebuah permintaan pembayaran tagihan palsu dapat diterima.

Banyak app juga mengandung malware, yang merupakan ancaman lain bagi keamanan perusahaan.

“Banyak organisasi kehilangan dana lewat app phishing, yang seringkali berpura-pura sebagai hal lain, seperti Flash player atau bahkan app Bible, saat mereka memungkinkan orang di bagian keuangan memasuki rekening bank perusahaan lewat telepon genggam.”

Huberman dari Syncplicity menegaskan jika sebuah perusahaan tidak mengetahui app yang digunakan pegawainya atau data yang dibagi-bagikan, ini akan menjadi masalah ketika staf tersebut pindah ke perusahaan lain.

“Semua data mereka bawa,” katanya, “kemungkinan ke pesaing Anda.”

Dan program e-mail berdasar web juga dapat berisiko.

Sebelum dokter memberikan keamanan berbagi data rahasia pasien, kebanyakan menggunakan program e-mail terbuka seperti Gmail, yang jelas-jelas melanggar aturan data pribadi, kata Huberman.

 

Bulan lalu sebenarnya  Pokemon Go telah  menghadirkan event bertemakan Natal  dan tahun baru.

Seperti saat Halloween, event ini akan mewajibkan pemain setianya untuk menyusuri dunia sembari menangkap beberapa jenis Pokemon tertentu yang bermunculan.

Selama event berlangsung, trainer Pokemon Go dapat berkunjung ke PokeStops untuk mendapatkan sebuah inkubator telur setiap harinya.

Tak hanya inkubator telur, pemain juga akan mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk mengumpulkan telur yang di dalamnya yaitu bayi Pokemon, seperti Togepi dan Pichu.

Seperti yang sudah diketahui, Togepi dan Pichu adalah dua monster Pokemon generasi kedua yang muncul di dalam gim.

Untuk event kedua, trainer akan lebih sering menemukan beberapa jenis Pokemon, seperti Charmander, Squirtle, Bulbasaur, dan bentuk evolusinya di dalam gim.

Selain itu, Niantic pun menambah lama waktu lure yang digunakan di PokeStop.

Ketimbang hanya aktif selama tiga puluh  menit, nantinya lure di PokeStop akan bertahan selama satu jam untuk ‘memancing’ monster Pokemon.

Tags : slide