close
Nuga Tekno

Memainkan Pokemon Go di Tempat Kerja?

Apakah Anda termasuk orang  yang mengunduh Pokemon Go di telepon atau smartphone kantor?

Dan apakah bagian IT mengizinkan Anda melakukan hal ini?

Lantas apa hubungan pertanyaan di atas dengan permainan Pokemon Go?.

Ya. Sebab ada  perusahaan keamanan siber yang  menanyakan salah satu klien perbankannya terkait seberapa banyak aplikasi yang mereka perkirakan digunakan oleh pegawainya.

Dan mengapa hal ini penting?

Aplikasi berdasar cloud, seperti Pokemon Go, seringkali memiliki akses ke kamera, lokasi, data, dan kontak di telepon Anda.

Jadi Anda tidak pernah tahu seberapa sensitif informasi perusahaan yang kemungkinan mereka curi.

Kemungkinan kita memberikan kunci ke pintu belakang perusahaan pada peretas dan mata-mata, terutama jika kita menggunakan rincian log-in aplikasi eksternal yang sama dengan aplikasi internal pekerjaan.

“Ini adalah masalah kritis jika Anda tidak mengetahui kelompok ketiga yang memiliki akses ke data Anda,” kata Ryan Kalember, wakil presiden senior strategi keamanan siber di Proofpoint.

Tahun ini saja perusahaan teknologi seperti LinkedIn, MySpace, dan Dropbox mengalami pelanggaran data besar-besaran, sementara perusahaan penelitian keamanan Pokemon memperkirakan biaya rata-rata  per catatan curian.

Sikap santai kita terhadap aplikasi di pekerjaan dapat menjadi penyebab masalah, demikian diperingatkan para ahli.

“Jika perusahaan tidak memberikan alat yang mereka harapkan untuk bekerja, maka mereka akan mencarinya sendiri,” kata Jon Huberman, pimpinan perusahaan berbagi file Syncplicity.

“Tetapi ini adalah masalah besar bagi perusahaan, kebocoran data adalah suatu masalah besar.”

Meski aplikasi seperti Slack, Evernote, WhatsApp, dan Dropbox, dapat membantu kita bekerja dengan lebih efisien, di kantor atau di luar kantor, kita seringkali tidak mengetahui apakah aplikasi tersebut disetujui bagian IT atau seberapa banyak data perusahaan yang kemungkinan kita bagi, secara sengaja atau tidak, lewat cloud.

Terry Ray, pimpinan strategi produk Imperva mengatakan, “Staf seringkali tidak memikirkan keamanan bentuk data atau seberapa pekanya. Dan risiko pelanggaran data jauh semakin besar lewat cloud, meskipun aplikasi berdasar cloud, seperti Office 365 Microsoft, terbukti semakin populer karena sangat mengurangi biaya IT.”

Yang dikhawatirkan bagian IT adalah aplikasi pihak ketiga kemungkinan tidak memiliki protokol keamanan yang sangat ketat karena kebanyakan dibuat untuk konsumen.

Sementara data itu sendiri kemungkinan disimpan di negara asing yang hukum perlindungan datanya kurang ketat.

“Keamanan app adalah masalah yang tersembunyi,” kata Cesare Garlati, pimpinan strategi keamanan Prpl Foundation, badan nirlaba yang mempromosikan standar perangkat lunak sumber terbuka.

“Perangkat lunak saat ini dirakit, bukannya tertulis, pengembang menggunakan perpustakaan, sehingga Anda tidak mengetahui kode cacat yang kemungkinan ada di dalam app, yang dapat merusak keamanannya,” katanya.

“Gunakan telepon pintar, tablet atau komputer jinjing sendiri untuk bekerja adalah ancaman terbesar keamanan, karena perusahaan kehilangan kendali.”

Sementara sejumlah perusahaan berusaha keras melindungi informasi pribadi yang dapat diidentifikasi, seperti nomor social security dan kartu kredit, seringkali informasi tidak berbahaya yang justru dapat memberikan para peretas amunisi untuk membuat e-mail phishing menjadi dipercaya, misalnya sebuah permintaan pembayaran tagihan palsu dapat diterima.

Banyak app juga mengandung malware, yang merupakan ancaman lain bagi keamanan perusahaan.

“Kebanyakan app telepon genggam yang mengandung malware menghasilkan uang dengan menjual informasi pengguna atau memalsukan data perbankan,” kata Kalember.

“Banyak organisasi kehilangan dana lewat app phishing, yang seringkali berpura-pura sebagai hal lain, seperti Flash player atau bahkan app Bible, saat mereka memungkinkan orang di bagian keuangan memasuki rekening bank perusahaan lewat telepon genggam.”

Huberman dari Syncplicity menegaskan jika sebuah perusahaan tidak mengetahui app yang digunakan pegawainya atau data yang dibagi-bagikan, ini akan menjadi masalah ketika staf tersebut pindah ke perusahaan lain.

“Semua data mereka bawa,” katanya, “kemungkinan ke pesaing Anda.”

Dan program e-mail berdasar web juga dapat berisiko.

Sebelum dokter memberikan keamanan berbagi data rahasia pasien, kebanyakan menggunakan program e-mail terbuka seperti Gmail, yang jelas-jelas melanggar aturan data pribadi, kata Huberman.

“Mereka menyadari hal ini tetapi mereka memandang konsultasi dengan rekan-rekannya sangat perlu untuk menyelamatkan nyawa. Kami dapat memberikan alat yang tepat untuk berbagi data dengan aman pada alat apapun tanpa melanggar hukum.”

Tentu saja, ini semua tidaklah mudah, dan pada banyak perusahaan keadaannya sudah terlanjur parah. Tetapi ketika Anda terlibat perang dan merasa kendali akan terlepas, bukankah Anda tidak akan segera menyerah?