close
Nuga Tekno

Google Batasi Aplikasi Agar Tak Saling Intip

Google  kembali membuat kejutan dengan membatasi keleluasaan yang selama ini diberikan kepada aplikasinya.

Sebelumnya, celah privasi di Android memungkinkan aplikasi untuk melihat ketika aplikasi lain di perangkat sedang terhubung ke internet.

Dengan demikian, aplikasi yang ada di Google bisa saling intip kegiatan yang dilakukan oleh aplikasi lain.

Dengan demikian pemilik aplikasi itu bisa mengetahui aplikasi apa saja yang dipakai pengguna.

Cara ini juga bisa digunakan untuk mengetahui apakah pengguna menggunakan aplikasi kompetitor atau tidak.

Semua ini tentu dilakukan tanpa sepengetahuan pengguna.

Hal ini dianggap sebagai celah data pribadi yang paling fatal dari Android.

Forum pengembang XDA Developer jadi yang pertama menyadari adanya perubahan kebijakan keamanan ini. Sebab, kebijakan baru ini muncul di Android Open Source Project.

Kebijakan ini muncul di aturan SELinux Android yang mengatur Google untuk membatasi sejumlah informasi.

Dilaporkan juga bahwa banyak perubahan pada keluaran kernel ke aktivitas jaringan. Sebab saat ini tak ada pembatasan aplikasi untuk mengakses.

“Saat ini tidak ada pembatasan pada aplikasi yang mengakses /pro/net, yang berarti mereka dapat membaca file TCP dan UDP, untuk mengurai aktivitas jaringan perangkat Anda,” seperti disebut pada temuan itu.

Langkah ini bertujuan untuk melindungi privasi pengguna dan membatasi aplikasi sedang tidak digunakan.

Penjelasan lebih lanjut mengenai Google P akan dibahas pada konferensi Google I/O, yang akan berlangsung dari 08 Mei hingga 10 Mei di Mountainview, California, demikian diberitakan IndianExpress.

Selain itu, Google juga menerapkan kebijakan baru lainnya untuk iklan politik di platformnya.

Perusahaan itu akan mewajibkan agar pemasang iklan menunjukkan kartu kependudukan atau penduduk tetap di Amerika Serikat.

Dengan ketentuan baru ini Google akan meminta agar pengiklan bisa benar-benar membuktikan identitasnya.

Apakah mereka individu, organisasi, atau komite politik. Google juga akan meminta agar iklan tersebut mengungkap siapa yang membayar iklan tersebut.

“Kami belajar dari perubahan ini dan kami terus berkomunikasi dengan pemimpin dan ahli di persoalan ini. Kami akan bekerja untuk meningkatkan transparansi dari isu iklan politik,” jelas Kent Walker, General Counsel dan Senior Vice Rresident Google dalam blog Google.

Perubahan ini dilakukan setelah Google dan perusahaan media sosial lain disalah gunakan oleh aktor dari luar negeri.

Salah satunya adalah pemerintah Rusia yang didukung oleh Agensi Penelitian Internet mereka saat pemilihan Presiden di Amerika Serikat.

Aturan baru ini juga membuat Google sejajar dengan aturan AS untuk media tradisional. Dimana AS melarang entitas asing untuk membuat iklan politik.

Sementara untuk Indonesia, Google menyebut bahwa pihaknya memang tidak mengizinkan iklan politik pada platformnya seperti tercantum dalam kebijakan aturan Google.

Beberapa hal lain yang dilarang adalah layanan kartu kredit dengan bonus uang kembali, layanan pengantin internasional, serta penjualan produk seksual.

Pengumuman Google ini menyusul Facebook dan Twitter. Keduanya juga sudah membuat aturan baru yang akan mengubah cara mereka menangani iklan politik.

Tahun lalu Twitter mengumumkan langkah transparansi untuk iklan di platformnya.

Twitter meminta iklan politik untuk mengungkap berapa besar dana iklan kampanye mereka, partai mana yang beriklan, dan apakah ada afiliasi lain terkait parpol atau kandidat tertentu.

Twitter juga akan memberi tahu pengguna kenapa mereka menjadi target dari iklan tertentu.

Dalam permintaan maafnya terkait skandal Cambridge Analytica, Zuckerberg mengumumkan bahwa perusahaannya akan mulai memberi syarat agar iklan dan laman politik untuk memverifikasi identitas mereka.

Zuckerberg juga mengumumkan rencana untuk mempublikasikan arsip soal iklan politik yang pernah dijalankan di platform tersebut, demikian diberitakan Gizmodo.

Selain itu, Google juga akan memberi fitur  baru agar pengguna untuk mengatur berapa lama mereka menggunakan gadget mereka. Fitur ini disebutkan akan membantu pengguna yang punya masalah untuk mengendalikan waktu penggunaan perangkat mereka alias kecanduan.

Dari rumor yang beredar, fitur ini akan membuat pengguna bisa mengatur berapa lama perangkat mereka bisa digunakan.

Namun, masih belum jelas bentuk dari fitur ini. Masih belum jelas juga apakah fitur ini akan keluar bersama dengan dirilisnya Android P.

Fitur ini disebutkan akan diumumkan oleh CEO Google, Sundar Pichai pada pembukaan Google I/O yang akan digelar hari ini (8/5) waktu AS. Google I/O adalah acara pertemuan pengembang tahunan yang rutin diadakan oleh raksasa teknologi asal Silicon Valley tersebut.

Fitur ini disebutkan Washington Post akan berbeda dengan layanan ‘Family Link’ yang sudah ada. Fitur ini bisa digunakan orang tua untuk membatasi akses perangkat Google untuk anak berumur kurang dari 12 tahun.

Fitur pengaturan baru Google ini tak terbatas untuk digunakan bagi anak-anak saja. Tapi bisa digunakan oleh siapapun.

Google I/O tahun ini akan menekankan pada tanggung jawab atas penyelenggaraan teknologi. Tema ini cukup selaras dengan perhatian dunia saat ini setelah skandal penyalahgunaan data pengguna Facebook, seperti disebutkan Digital Trend.

Google juga jadi salah satu perusahaan yang ada di pusaran kontroversi serupa. Sebab, produk Google digunakan oleh muliaran orang di seluruh dunia. Sehingga, bertanggung jawab secara sosial atas dampak bisnis teknologi yang digelarnya adalah sesuatu yang tak terelakkan.

Sebelumnya, Apple dan Facebook juga sudah sempat perangkat serupa untuk membatasi ketagihan teknologi. Terutama bagi anak-anak. Google masih belum berkomentar mengenai hal ini, seperti dikonfirmasi Cnet.

Tags : slide