close
Nuga Tekno

Facebook Bungkam Akun Meresahkan

Facebook mengumumkan upaya terbarunya untuk memperbaiki linimasa pengguna yang selama ini diwarnai postingan spam.

Perusahaan jejaring sosial tersebut akan menyembunyikan status pengguna yang terlalu sering update berisi tautan artikel atau berita dengan judul menyesatkan, memancing dan palsu.

“Kami membuat update untuk membantu mengurangi artikel berkualitas rendah di News Feed,” demikian keterangan resmi Facebook.

“Riset kami menunjukkan bahwa ada sebagian kecil orang di Facebook yang secara rutin membagikan banyak postingan secara publik, dengan begitu menjadi spam di feed pengguna lain”.

Lebih jauh, studi juga menemukan bahwa kebanyakan tautan yang dibagikan sebagian pengguna ini berkualitas rendah. Kontennya salah informasi atau judulnya dibesar-besarkan.

Facebook memutuskan untuk mengurangi dampak spammer, mengingat tautan yang dibagikan tidak akan diprioritaskan jika dibandingkan tautan dari pengguna lain.

Namun, kebijakan baru ini hanya berlaku untuk artikel individu atau domain. Konten pengguna lainnya termasuk halaman, video, foto, check-in and update status masih tak tersentuh.

Sementara itu, Facebook memang telah disebut-sebut sebagai salah satu media sosial yang paling banyak berisi berita-berita palsu dengan judul heboh. Perusahaan yang dibangun Mark Zuckerberg sejauh ini telah mengambil beberapa langkah untuk mengurangi penyebaran artikel semacam itu.

Facebook membuat alat yang memungkinkan pengguna untuk melaporkan berita sesat. Pihaknya juga bekerjasama dengan organisasi pihak ketiga yang membantu memonitor laporan dan penyebaran berita palsu.

Berita lain yang datang dari Facebook adalah, raksasa internet Facebook bakal segera membangun perumahannya sendiri di Silicon Valley.

‘Kampung’ buatan Facebook ini akan dibangun di dekat markas utama mereka.

Reuters melaporkan Facebook siap membangun seribu lima ratus unit rumah. Semua unit akan dibangun sendiri oleh Facebook, lengkap dengan fasilitas penunjangnya.

Perumahan buatan Facebook ini disebut bakal berada di kota Menlo Park yang berjarak tujuh puluh dua kilometer dari San Francisco. Tempat tersebut akan dilengkapi dengan pusat ritel dan ruang perkantoran.

“Bagian dari visi kami adalah menciptakan pusat tempat tinggal yang menyediakan layanan komunitas yang sudah lama didambakan,” ujar John Tenanes, wakil presiden Facebook untuk fasilitas global.

Dari seribu lima ratus unit rumah yang akan mereka bangun, Facebook berjanji menyediakan lima belas persen di antaranya ditawarkan dengan harga di bawah pasar.

Selain itu, perumahan Facebook juga akan terbuka bagi non-karyawan mereka.

Keputusan Facebook ini mereka ambil karena ketersediaan tempat tinggal bagi para karyawan di kawasan Silicon Valley yang makin tipis. Facebook coba mengakali minimnnya tempat tinggal bagi karyawannya dengan membangun sendiri perumahan.

Membangun perumahan merupakan pengalaman pertama bagi jejaring sosial bikinan Mark Zuckerberg ini. Usul itu mencuat lantaran ketersedian tempat tinggal di Silicon Valley tak lagi memadai bagi karyawan mereka.

Dikenal sebagai pusat industri teknologi Amerika Serikat sekaligus dunia, Silicon Valley adalah rumah sementara bagi puluhan ribu karyawan perusahaan teknologi termasuk raksasa seperti Google dan Facebook.

Membanjirnya manusia ke kawasan itu memaksa korporasi memutar otak agar karyawan mereka bisa tinggal dengan nyaman dan efisien. Salah satu caranya yang sudah diterapkan adalah menyediakan bus yang dilengkapi internet untuk mengatasi kemacetan.

Facebook sendiri telah mengeluarkan dana besar bagi para pegawainya agar tinggal lebih dekat dengan kantor utama mereka.

Namun sejauh ini, cara-cara yang sudah ditempuh belum membuahkan hasil memuaskan. Harga tempat tinggal mahal, ketersediannya minim, alhasil banyak yang lebih memilih mencari alternatif rumah di daerah yang lebih jauh.

“Masalahnya di Silicon Valley adalah suplai (tempat tinggal) yang ada tidak sebanding dengan permintaannya,” ujar Sam Khater, kepala ekonom dari perusahaan riset CoreLogic.

Satu-satunya kekhawatiran dari rencana Facebook membangun perumahannya sendiri adalah apakah akan meningkatkan level kemacetan di dalam kota. Kendati sejalan dengan rencana pembangunan jangka panjang, pemerintah kota akan mempelajarinya terlebih dahulu.

Sebelum Facebook, Google sudah duluan melakukan hal serupa. Hanya saja Google melakukannya dalam skala lebih kecil dengan membeli tiga ratus unit apartemen untuk tempat tinggal karyawan mereka, demikian diberitakan

Sementara itu mantan petinggi Facebook, Mary Lou Jepsen menyatakan bahwa di masa depan telepati sangat mungkin jadi alternatif berkomunikasi.

Masa depan itu diperkirakan akan terjadi dalam delapan tahun ke depan.

Dengan perangkat yang menyerupai topi, Jepsen mengembangkan alat IoT yang cara kerjanya seperti MRI. MRI yang super besar itu inign diringkasnya ke dalam LCD fleksibel yang bisa ditambahkan pada sebuah topi ski

Ditambahkan pula sinar inframerah untuk membaca aktivitas otak.

Dengan alat yang ia sebut sebagai “topi berpikir” ini, Jepsen menyebutkan memungkinkan penggunanya berkomunikasi dengan orang lain bahkan komputer.

Cara yang lebih cepat dari membuka mulut dan mengetik teks di kibor.

Mary Lou Jepsen melakukan pengembangan alat ini lewat perusahaan Openwater yang dibangunnya tahun lalu.

Ide awal pengembangan alat ini sebenarnya ditujukan untuk pengembangan perangkat kesehatan. Harapannya, MRI wearable ini bisa menekan harga pencitraan medis lebih terjangkau.

“Openwater menciptakan perangkat yang memingkinkan kita untuk melihat isi kepala atau badan dengan sangat detil. Perangkat ini menjanjikan cara baru diagnosa dan menyembuhkan penyakit, hingga berkomunikasi dengan pikiran,” jelas Jepsen dalam wawancaranya dengan CNBC.

“Saya pikir ini tak akan makan waktu sedekade. Kita berbicara soal kurang dari satu dekade, mungkin delapan tahun hingga telepati (dimungkinkan),” tuturnya lagi.

Ide serupa juga dilempar oleh Elon Musk lewat Neuralink. Namun, menurut Jepsen, idenya tak seagresif Musk. Tak perlu implan ke dalam otak manusia ataupun memasukkan nanobots ke aliran darah.

Jepsen yakin bahwa topi berpikir ini bisa membuat manusia menyaingi kecerdasan buatan

Sebab, AI akan segera menjadi pendamping pengambilan keputusan di berbagai pekerjaan. Terdapat juga kekhawatir bahwa AI akan berbalik merugikan manusia itu sendiri.

Meski demikian, masih banyak rintangan dalam pengembangan topi ini.

Pertama, hingga saat alat MRI otak memang bisa memecah beberapa kode visual dalam pikiran. Namun, tingkat akurasinya belum seberapa.

Kedua, alat ini harus bisa menyaring pikiran mana yang ingin disampaikan penggunanya ke orang lain dan mana yang tidak.

“Kami mencoba untuk membuat topi yang hanya bekerja jika penggunanya ingin ia digunakan. Topi ini akan menyaring bagian yang dirasa penggunanya tidak patut untuk dibagikan,” jelasnya seperti ditulis CNet.