close
Nuga Sehat

Limbah Telinga Bisa Identifikasi Penyakit

Jangan Pernah Mengabai Limbah Telinga

Limbah telinga?

Kedengarannya menggelikan.

Bagiaman tidak,  kotoran di telinga Anda, menurut sebuah studi terbaru, dapat mempelajari banyak hal tentang apa yang terjadi di dalam tubuh

“Kotoran telinga punya kaitan dengan kondisi tubuh?”

“Ya, warnanya bisa menjadi pertanda masalah penyakit ataupun membuktikan bahwa Anda dalam kondisi sehat,” tulis “health co,” Senin, 15 Agustus 2016.

“Jujur saja, kotoran telinga tidak mendapat banyak perhatian saat kami melakukan riset-riset,” kata Asisten Profesor dan Otolaryngologist Universitas Kentucky, Brett Comer yang melakukan studi terencana.

Kotoran telinga atau yang disebut cerumen, membantu untuk menahan kotoran ataupun bakteri agar tidak masuk lebih jauh ke dalam saluran telinga manusia.

“Orang-orang tampaknya khawatir dan bertanya tentang warna yang seharusnya dan apakah mereka memproduksi terlalu banyak kotoran atau terlalu sedikit,” kata Comer, dikutip FoxNews.

Meski begitu, ada enam hal yang dapat diperhatikan saat Anda membersihkan telinga.

Ingat, tekstur dan warna berikut ini bisa mengatakan apa yang sedang terjadi dalam tubuh Anda.

Misalnya berair dan kehijauan. Jika Anda baru saja berkeringat, kondisi berair bisa saja karena ada keringat yang masuk ke dalam telinga dan bercampur dengan kotoran yang sudah ada sebelumnya.

Tapi jika Anda tidak melakukan aktivitas yang dapat memicu keringat, maka kotoran yang berair dengan warna kehijauan atau kuning gelap dapat menjadi indikasi terjadinya infeksi telinga.

Begitu juga kalau ia lengket dan kering Sebuah penelitian dari jurnal Nature Genetics menemukan bahwa kebanyakan orang Asia memiliki kotoran telinga yang lengket.

Sementara kotoran telinga yang kering dimiliki orang-orang keturunan Afrika atau Eropa.

Beberapa periset menyebut, kondisi ini merupakan bentuk adaptasi genetik yang dipengaruhi iklim tempat nenek moyang Anda berevolusi.

Lain halnya kalau memiliki bau menyengat Anda mungkin memiliki infeksi atau kerusakan di bagian tengah telinga Anda. Hal ini juga menjadi ciri adanya beberapa gejala.

“Anda bisa saja mendapatkan kotoran yang berbau busuk dari telinga Anda,” kata Comer. Kondisi itu biasanya terjadi ketika bagian tengah saluran telinga Anda sedang kacau.

Kekacauan itu dapat dirasakan dengan ketidakseimbangan pendengaran, bunyi mendenging di dalam telinga hingga tidak mampu mendengar suara apapun.

Bisa juga kalau kotoran yang keluar infeksi atau cairan dalam gendang telinga dapat menyebabkan pertumbuhan kulit yang tidak normal yang disebut kolesteatoma. Kondisi ini semacam struktur kista yang runtuh tiba-tiba dan memenuhi saluran telinga.

Bagaimana kalau nggak punya kotoran?

Alih-alih keluar secara bertahap, kotoran telinga Anda ternyata tak dapat dikeluarkan dengan cara yang biasa. Malah tidak terlihat memiliki kotoran.

Padahal, kotoran telinga Anda ternyata harus dikeluarkan dengan tenaga yang lebih kuat. Kalau Anda menghadapi kondisi itu, menurut Comer, maka dapat disebut Anda mengalami Keratitis Obturans.

Bila kondisi kotoran telinga beserpihan tidak berarti Anda sedang sakit. Hanya saja, kondisi itu menunjukan Anda semakin tua.

“Seiring bertambahnya usia, kotoran telinga menjadi lebih kering dan tak lagi seperti selai kacang. Tak perlu panik, karena kelenjar pada umumnya memang cenderung kering seiring bertambahnya usia,” kata Comer.

Sebuah studi terbaru juga  mengklaim bahwa kandungan kafein dalam kopi dapat berdampak buruk pada fungsi pendengaran.

Penelitian yang dilakukan oleh McGill University mengatakan bahwa, konsumsi kafein harian bisa menghalangi proses pemulihan setelah kerusakan sementara pada fungsi pendengaran.

Biasanya, telinga dapat pulih dari paparan polusi suara seperti musik keras, suara pesawat, atau konstruksi

Hal ini yang kemudian membuat para ahli di McGill memperingatkan bahwa kopi biasa dapat menghambat proses pemulihan tersebut, bahkan membuat kerusakan permanen.

“Penelitian kami menegaskan bahwa paparan terhadap rangsangan pendengaran keras ditambah dengan konsumsi harian  kafein memiliki dampak negatif yang jelas dalam pemulihan pendengaran,” kata Dr. Faisal Zamawi, seorang otolaringologi dan anggota McGill Auditory Sciences Laboratory.

Zamawi pun menambahkan, ketika telinga terkena suara keras, hal tersebut dapat menyebabkan penurunan fungsi pendengaran, atau disebut juga sebagai pergeseran ambang batas pendengaran sementara.

“Gangguan ini biasanya dapat kembali dalam tujuh puluh dua jam pertama setelah paparan polusi udara, tetapi jika gejalanya menetap, kerusakan bisa menjadi permanen,” katanya dilansir dari Daily Mail.

Tim Zamawi pun turut menguji teori pada hewan dengan mengekspos mereka dengan suara berkekuatan seratus sepuluh desibel atau mirip dengan suara keras pada konser, selama satu jam.

Sebagian dari hewan-hewan tersebut diberikan dosis harian kafein, dan sebagian lainnya tidak. Setelah hari pertama, tidak ada perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Namun, setelah delapan hari tes, kelompok yang mengonsumsi dosis reguler kafein menunjukkan gangguan pendengaran yang signifikan dibandingkan dengan sebagian lainnya yang tidak mengonsumsi.