close
Nuga Sehat

Stress Bisa Bikin Otak Tua dan Tumpul

Tim dari University of Wisconsin School of Medicine and Public Health mengingatkan bahwa stress bisa menumpulkan otak.

“Orang bisa makin bodoh bila dililit stress berkepanjangan,” tulis hasil penelitian itu.

Tim ini telah  meneliti data dari seribu tiga ratus dua puluh orang yang melaporkan mengalami stres selama masa hidup mereka dan menjalani tes neuropsikologis untuk mengukur kemampuan berpikir dan ingatan mereka

Tidak hanya menumpulkan otak, stres juga penyebab dari berbagai hal buruk yang terjadi pada kesehatan, terutama kesehatan mental.

Bukan cuma itu, berteman akrab dengan stres juga membuat otak lebih tua beberapa tahun.

Tiap orang memiliki tingkat stres berbeda-beda.

Yang perlu diwaspadai adalah stres besar yang dialami saat kita berusia muda, misalnya saja perceraian, kematian, atau bahkan pindah sekolah, karena dapat mempengaruhi fungsi kognitif di kemudian hari.

Dalam penelitian yang dilakukan Tim University of Wisconsin School of Medicine and Public Health peserta rata-rata berusia lima puluh delapan tahun dengan tingkat stress tinggi seperti kehilangan pekerjaan, kematian anak, perceraian, atau tumbuh dengan orangtua pemabuk dan pengguna narkoba.

Tes tersebut meneliti beberapa area, antara lain ingatan langsung, pembelajaran verbal dan ingatan, pembelajaran visual dan ingatan, serta kemampuan menceritakan kembali.

Hasilnya menunjukkan bahwa stres berat berkaitan dengan fungsi kognitif yang lebih buruk di kemudian hari.

Studi ini dipresentasikan di Alzheimer’s Association International Conference di London.

Dr. Maria Carrillo, kepala peneliti Alzheimer’s Association, mengatakan peristiwa-peristiwa stres yang dipusatkan para peneliti sangat beragam, mulai dari kematian orangtua, pelecehan, kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah, kemiskinan, tinggal di lingkungan yang kurang beruntung, hingga perceraian.

Ketika melihat secara khusus orang Afrika Amerika, ternyata mereka mengalami enam puluh  persen kejadian yang lebih berat daripada orang Kaukasia selama masa hidup mereka.

Peneliti mengatakan, pada orang Afrika-Amerika, setiap pengalaman stres setara dengan kira-kira empat tahun penuaan kognitif.

Dengan kata lain, penuaan di otak terjadi lebih cepat dari seharusnya.

Dr. Doug Brown, peneliti bidang Alzheimer mengatakan, kecemasan dan depresi juga dianggap berkontribusi terhadap risiko demensia.

Stres dalam jangka panjang memicu efek inflamasi atau peradangan pada sel-sel tubuh. Kondisi ini dianggap mempercepat timbulnya demensia.

Para ahli percaya  bahwa gaya hidup dan pola makan sehat dapat membantu mengurangi risiko ini, bahkan bagi orang-orang yang mengalami peristiwa stres.

Penelitian terbaru dari Rutgers University menemukan bahwa mengenang peristiwa-peristiwa yang menyenangkan bisa mengurangi respon tubuh terhadap stres.

Kesimpulan yang dipublikasikan di Nature Human Behavior ini diperoleh setelah peneliti Mauricio Delgado dan Megan Speer memberi ujian yang membuat seratus tiga puluh empat relawan tertekan dengan memasukkan tangan ke air yang sangat dingin.

Sebagian orang diminta memikirkan peristiwa gembira yang pernah mereka alami seperti berlibur bersama keluarganya, sedangkan yang lain diminta memikirkan pengalaman biasa seperti berangkat kerja atau menunggu kereta.

Kelompok yang diminta mengingat pengalaman gembira ternyata merasa lebih baik dan hormon kortisol yang mempengaruhi stres di tubuhnya hanya lima belas persen dibanding mereka yang memikirkan kejadian-kejadian biasa.

Para peneliti kemudian melakukan percobaan yang serupa namun sekaligus memindai otak para relawan menggunakan fMRI.

Mereka yang memikirkan pengalaman bahagia mengalami peningkatan aktivitas di bagian otak yang berkaitan dengan pengaturan emosi dan kesadaran.

“Penemuan ini membuktikan bahwa mengingat kembali atau memikirkan peristiwa gembira bisa mengurangi stres,” ujar Delgado.

“Kita jadi tahu bahwa berpikir positif dan gembira memberi dampak yang baik dan bukan sekedar ucapan klise belaka.”

Dampak buruk stres pada otak yang sebenarnya belum dapat teruraikan dengan sepenuhnya, dari hal yang banyak kita tahu seperti sekarang ini, bahwa dampak stres dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada tubuh, pikiran, dan suasan hati.

Stres telah menjadi bagian yang tidak terlepaskakn dari kehidupan kita, begitu seringnya sehingga kita hampir tidak pernah menyadari bahwa kita mungkin sedang mengalami stres.

Hal ini dapat muncul mulai dari sakit kepala, rasa lekas marah, dan dapat berkembang menjadi demam, atau mungkin menyebabkan serangan jantung bahkan stroke.

Bagaimana stres dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh kita, meskipun kita mencoba untuk mengabaikannya?

Kondisi ini memiliki banyak keterkaitannya dengan otak manusia dan bagaimana stres dapat mempengaruhinya.

Nah, sementara itu, untuk lebih jauh lagi mengetahui apa saja dampak buruk yang dapat mempengaruhi otak akibat stres?

Stres melemahkan daya ingat

Kenaikan tingkat glukokortikoid akibat stres yang berkepanjangan akan berepngaruh pada melemahnya daya ingat seseorang.

Hal ini terjadi disebabkan karena ujung saraf yang lebih tua merasakan kesulitan utnuk berhubungan dnegan sel-sel otak yang baru.elain itu, stres yang sering terjadi akan semakin mempersulit otak dalam mengirimkan informasi atau feedbacknya, sehingga menyebabkan kehilangan ingatan dalam jangka pendek.

Yang pada akhirnya, hal ini akan dapat menyebabkan timbulnya alzheimer dan dimensia pada manusia.

Stres menyebabkan penyusutan otak

Kondisi stres yang terjadi akan dapat menyebabkan komposisi otak yang terenggut, sehingga membuat daerah hippocampus orak menyusut beberapa tempo.

Kondisi seperti ini lebih sering terlihat pada korban tauma atau kekerasan.

Penyusutan otak dapat menyebabkan seseorang kesulitan untuk mengingat sesuatu dan sulit berkonsentrasi. Hla ini pula yang mengganggu keterampulan motorik dan membuat seseorang kesulitan utnuk merancanakan sesuatu.

Stres lebih mungkin membuat saraf terjepit

Tugas dari kantor atau sekolah yang begitu banyak atau terlalu berat memikirkan sesuatu akan mungkin membaut seseorang mudah mengalami stres.

Namun tahukah anda stres dapat mengurangi sirkulasi darah di otak secara drastis, sehingga dapat meningkatkan resiko menderita stroke.

Saraf pada pembuluh darah akan mulai mengalami penyusutan atau terjepit secara bersamaan.

Jika hal ini terjadi, maka akan dapat menghalangi pasokan darah, nutrisi serta oksigen ke otak serta menghambat kemampuan otak untuk menyembuhkan dirinya sendiri dengan lebih cepat.

Tags : slide