close
Nuga Sehat

Stop “Junk Food” Sekarang Juga!

Para ahli kesehatan sejak lama memperingatkan bahwa berbahaya jika kita rutin menyantap makanan sampah yang bernama modern, “junk food.” Makanan yang sarat dengan kandungan lemak tinggi, tetapi nol nilai gizinya ini, tidak hanya dapat memicu risiko diabetes, tetapi juga menyebabkan kepikunan .

Kesimpulan studi terbaru, seperti yang dimuat dalam artiket kesehatan “dailymail.co.uk” menghubungkan antara keduanya dengan produksi insulin. Sebuah penelitian pada hewan menunjukkan, hormon insulin merupakan faktor kunci dalam perkembangan penyakit demensia.

Tak heran apabila beberapa ilmuwan berpendapat, penyakit Alzheimer merupakan bentuk lain dari diabetes.

Hasil penelitian menunjukkan betapa pun Anda membatasi asupan junk food, hanya mengonsumsinya dalam seminggu untuk sebulan, misalnya, dampaknya tetap besar terhadap kemampuan kognitif otak. Konsumsi junk food bukan hanya menambah berat badan, tapi juga merusak ingatan.

University of New South Wales melakukan uji coba pada tikus yang diberi diet tinggi lemak dan gula. Tikus tersebut mengalami gangguan memori setelah seminggu menjalani diet. Sementara pada kelompok tikus yang menjalani diet sehat, studi ini menunjukkan hasil yang berbeda.

Studi ini juga menunjukkan, obesitas menyebabkan perubahan cepat pada otak dan kerusakan di otak akibat diet tak sehat tak bisa diperbaiki lagi.

Penelitian ini diterbitkan di jurnal Brain, Behaviour and Immunity.

Menurut peneliti, tikus mengalami kesulitan mengenali tempat tertentu setelah mengonsumsi junk food selama seminggu.Selain itu, tikus juga mengalami penurunan kemampuan untuk mengingat objek tertentu saat dipindahkan ke tempat baru. Setelah makan junk food, tikus mengalami peradangan pada area hippocampus otak yang berhubungan dengan memori spatial (ruang).

“Kita tahu, obesitas menyebabkan peradangan pada tubuh, namun kita tidak menyadarinya hingga akhirnya menyebabkan perubahan di otak,” ungkap Margaret Morris dari UNSW Medicine, salah satu penulis penelitian tersebut.

Morris mengatakan, satu hal yang mengejutkan dari penelitian ini adalah kecepatan terjadinya kerusakan kognisi. Kerusakan ini, kata Morris, tidak bisa dikembalikan walau tikus kembali mengkonsumsi hidangan sehat. Meski begitu, beberapa aspek dari memori hewan terhindar dari kerusakan, tentunya ini terkait dengan pola dietnya. Salah satunya adalah area yang membantu tikus mengenali objek.

Perubahan pada otak hewan ini bahkan terjadi, sebelum tikus mengalami kenaikan berat badan akibat konsumsi junk food. Hal yang perlu dilakukan sekarang adalah mencari cara bagaimana menghentikan inflamasi di otak hewan yang menjalani diet tak sehat.

Hasil penelitian ini sekaligus membuka rahasia cara kerja otak manusia, saat mengonsumsi hidangan tidak sehat. “Kami duga, temuan ini mungkin bisa relevan dengan kondisi pada manusia,” kata Morris.

Nutrisi berdampak ke otak di berbagai tingkatan usia. semakin tua umur seseorang maka pola makan harus semakin diperhatikan. Apalagi pada usia lanjut seseorang berpeluang lebih besar mengalami penurunan kemampuan kognitif.

Riset ini merupakan lanjutan studi sebelumnya, yang membuktikan junk food mempengaruhi timbulnya obesitas. Dengan studi ini maka sangat penting untuk mengetahui apa yang kita makan dan mempertimbangkan segala yang dikonsumsi. Tentunya hal ini hanya bisa dilakukan bila seseorang belum terlalu lapar.

“Mengingat makanan berenergi tinggi dapat mengganggu fungsi hippocampus di otak, jadi jika terlalu banyak makan junk food akan memengaruhi berat badan dan mengganggu ingatan episodik seseorang,” kata Morris.