close
Nuga Sehat

Sabu-Sabu Bikin Kurus, Mitos atau Fakta?

Kalau Anda menonton televise pada hari-hari ini, terutama untuk berita seleb, maka yang tak terlewatkan adalah diangkatnya kasus keterlibatan para artis pemakai sabu-sabu.

Bahkan ada keluarga seorang penyanyi senior yang dicokok sebanyak lima orang sekaligus karena “meminum” barang terlarang ini.

Ya banyak alasan yang menyertai mereka memakai barang “haram” tersebut

Dan, Anda tentu pernah mendengar berita ini, seorang artis mengonsumsi sabu-sabu dengan alasan ingin menurunkan berat badan.

Mungkin Anda langsung bertanya-tanya, Apa benar narkoba jenis ini bisa bikin kurus?

Mari kita  telisik lebih lanjut!

Sabu-sabu merupakan nama populer di Indonesia untuk zat golongan metamfetamin. Narkoba jenis ini sering juga disebut ice, meth, ubas, dan sebagainya.

Bercirikan seperti kristal putih dan tidak berbau, sabu-sabu kebanyakan dipakai saat pesta atau clubbing.

Mulai dari artis hingga pejabat pemerintah pernah kedapatkan nyabu. Alasan mereka beragam, mulai dari ingin menurunkan berat badan hingga meningkatkan kepercayaan diri.

Salah satunya penyanyi dangdut Ridho Irama yang mengaku mengonsumsi sabu-sabu karena ingin memiliki tubuh kurus.

Efek sabu-sabu pada tubuh manusia termasuk menyenangkan, dan perlu digarisbawahi bahwa ini hanyalah sesaat. Sabu-sabu dapat meningkatkan kadar hormon dopamin di otak, bahkan hingga seribu kali.

Dopamin akan memberikan motivasi dan kesenangan kepada penggunanya. Mereka juga dapat merasa lebih percaya diri dan berenergi.

Efek tersebut dapat berlangsung antara empat  sampai dua belas jam. Sementara pada darah dan urine, sabu-sabu bisa terdeteksi hingga tujuh puluh dua jam lamanya.

Setelah efek tersebut reda, penggunanya akan merasakan kebalikan dari apa yang mereka alami saat high.

Mereka akan sulit berkonsentrasi dan lambat dalam mengambil keputusan. Bisa juga terjadi kecemasan, sakit kepala, mata kabur, dan kelaparan. Beberapa orang bahkan terserang paranoid dan halusinasi.

Ketika penggunanya memakai dosis yang lebih tinggi atau menggunakan sabu-sabu lebih sering, efek menyenangkan tersebut akan melemah.

Kondisi ini mungkin akan diikuti oleh jantung yang berdebar kencang, laju pernapasan yang meningkat, mulut kering, dan terkadang mual dan muntah.

Pada level overdosis yang kritis, pengguna berisiko terkena strok atau gagal jantung, dan kadang-kadang kejang.

Tidak seperti ganja yang akan membuat penggunanya lapar, metamfetamin justru menurunkan nafsu makan.

Sebuah studi dari University of Illnois menemukan bahwa aktivitas makan lalat buah menurun enam puluh hingga delapan puluh persen setelah diberikan metamfetamin.

Lalat buah sering dijadikan percobaan dalam studi tentang dampak metamfetamin pada otak, karena memiliki efek toksikologi yang serupa dengan manusia dan mamalia lainnya.

Para periset juga mengatakan bahwa kadar trigliserida dan glikogen—dua molekul yang berfungsi sebagai cadangan energi—lalat terus merosot saat berada dalam penggunaan metamfetamin.

Ini menunjukkan bahwa obat tersebut membuat lalat membakar lebih banyak kalori dari yang dikonsumsi. Dengan kata lain, mereka menjadi kelaparan.

Di samping itu, para peneliti menemukan bahwa menambahkan gula pada makanan lalat ternyata dapat memperlambat kematian.

Namun, mereka masih belum yakin mengapa ini terjadi. Bisa jadi karena gula mengisi cadangan energi lalat, atau mungkin ada sesuatu di dalam gula yang mengurangi toksisitas metamfetamin.

Karena sabu-sabu berefek terhadap penurunan berat badan, kini makin banyak orang yang mengonsumsinya dengan alasan ingin kurus.

Mereka pun rela menjerumuskan diri hanya karena ingin memiliki bentuk tubuh yang ideal.

Memang benar, zat stimulan metamfetamin akan menurunkan berat badan, tetapi dampak jangka panjangnya tak akan bagus untuk kesehatan.

Daripada menggunakan narkoba, lebih baik melakukan cara yang lebih sehat jika ingin kurus, seperti berolahraga secara rutin dan menerapkan pola makan yang baik. Anda pun akan kesampaian memiliki berat badan ideal dengan bonus sehat pula, tanpa perlu menyentuh sabu-sabu!