close
Nuga Sehat

“Ngorok” Siang? Waspadai “Sleep Apnea”

Studi tentang tidur memang tak pernah berhenti dikaitkan dengan dampak sehatnya.

Sebut saja misteri tentang tidur dikaitkan dengan dengkur.

Mendengkur sepanjang malam tak hanya membuat orang di sekitar terbangun, namun juga menandakan ada masalah serius pada kesehatan Anda.

Mendengkur berlebih merupakan gejala dari sleep anea—kondisi henti nafas beberapa kali saat tidur.

Sleep apnea merupakan biang keladi keluhan sakit kepala pada pagi setelah bangun tidur, mengantuk di siang hari dan masalah serius lain seperti tekanan darah tinggi, stroke hingga penyakit jantung.

Standar yang biasa digunakan untuk mendiagnosis sleep apnea adalah polysomnogram. Tes ini merekam aktivitas otak, jantung, tingkat oksigen dan dengkuran.

Tes ini tidak menyakitkan, tapi pasien harus bermalam di laboratorium khusus untuk menjalani tes tersebut.

Pemantauan sleep apnea di rumah biasanya cukup sulit untuk mengukur akurasinya.

Namun, saat ini ada alat baru yang diklaim menjadi jembatan antara kenyamanan pasien dan akurasi hasil.

Peneliti mengembangkan one-ounce, berupa koyo  berperekat yang dapat mengindentifikasi gangguan sleep apnea.

Setelah diuji coba perangkat pada seratus tujuh puluh empat4 orang yang memiliki gangguan sleep apnea, hasilnya delapan puluh tujuh persen gangguan sleep apnea bisa didiagnosis dengan alat ini dan tes tradisional, polysomnogram.

Studi lain juga menunjukkan orang yang menggunakan alat ini berhasil mendiagnosis sleep apnea. Alat ini bisa menghitung tekanan dengkuran, penyerapan oksigen darah, denyut nadi, pernafasan, waktu tidur dan posisi tubuh.

Alat one-source ini masih menunggu izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS atau dikenal dengan FDA.

Selain menggunakan alat, kecurigaan memiliki sleep apnea bisa diketahui dari kebiasaan mendengkur, bangun dengan tenggorokan yang terasa berat atau merasa kelelahan meski sudah tidur

Semua orang mungkin telah mengetahui manfaat tidur untuk mood dan pekerjaan.

Namun, sebuah studi oleh American Center Society  mengusulkan bahwa tidur juga dapat meminimalkan risiko kanker prostat.

Studi ini didasarkan pada dua studi yang sudah ada sebelumnya untuk mempelajari korelasi antara pola tidur dan kesehatan.

Studi pertama dilaksanakan pada tahun lima puluhan  dan melibatkan empat ratus ribuan pria.

Sementara itu, studi kedua dilaksanakan pada tahun delapan puluhan.

Dalam studi pertama, sebanyak seribu lima ratus pria terkena kanker prostat selama masa penelitian. Angka ini meningkat hingga delapan ribu tujuh ratus pria dalam studi kedua.

Para peneliti kemudian menganalisa lebih lanjut untuk mencari faktor utama yang dapat berkolerasi dengan penyakit tersebut.

Ternyata, pria di bawah usia enam puluh lima tahun yang tidur hanya tiga hingga enam jam lima puluh lima persen lebih rentan untuk terkena kanker prostat daripada mereka yang tidur selama tujuh jam.

Namun, korelasi tersebut tidak terlihat pada pria di atas usia enam puluh lima tahun.

ACS mengakui bahwa efek kausal antara tidur dan kanker prostat perlu dipelajari lebih lanjut, tetapi mereka juga menambahkan bahwa penelitian bisa menjadi bukti mengenai pengaruh tidur pada kanker prostat.