close
Nuga Sehat

Makanan Pedas Bisa Perpanjang Usia?

Apakah Anda percaya makanan pedas bisa memperpanjang usia?

Sebuah penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa risiko kematian orang-orang yang rutin mengonsumsi makanan yang pedas bisa turun hingga tiga belas persen daripada orang yang tidak suka makan cabe.

Temuan serupa juga ditemukan pada sebuah penelitian Cina, yang dilansir dari laman Health.

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kelompok orang yang hampir setiap hari makan makanan yang pedas memiliki empat belas persen  penurunan risiko kematian.

Sementara itu, mereka yang makan makanan pedas hanya dua kali seminggu mendapati penurunan risiko kematian hanya sepuluh persen.

Orang-orang yang makan makanan pedas hanya satu kali seminggu dan mereka yang sama sekali tidak makan makanan pedas, risiko kematiannya tidak mengalami perubahan.

Di antara partisipan perempuan, mereka yang hobi makan makanan pedas dikaitkan dengan rendahnya kematian akibat kanker, juga penyakit jantung dan gangguan pernapasan.

Capsaicin telah dibuktikan dapat mengaktifkan reseptor sel dalam lapisan dalam usus untuk menciptakan reaksi yang bisa menurunkan risiko pertumbuhan tumor dengan mematikan reseptor yang over-reaktif.

Aktivasi reseptor ini juga berperan mencegah obesitas dari dalam tubuh. Pencegahan obesitas akan menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, gangguan metabolik, dan juga penyakit paru.

Selain itu, capsaicin dalam cabai efektif menurunkan kadar kolesterol jahat  dan meningkatkan kadar kolesterol baik  dalam tubuh.

Ini dapat memperbaiki kelancaran aliran darah dari dan menuju jantung dan menyebabkan penurunan tekanan darah akibat pengaruh oksida nitrat dalam capsaicin terhadap pelebaran pembuluh darah.

Pada akhirnya, efek kelancaran sirkulasi darah ini dapat menjaga kesehatan jantung. Vitamin A dan C yang terkandung dalam cabai memperkuat dinding otot jantung.

Dilansir dari Self, menurut American Association for Cancer Research, senyawa capsaicin (yang juga ditemukan dalam kunyit) memiliki kemampuan untuk mematikan beberapa jenis kanker dan sel leukemik.

Peneliti juga menemukan bahwa capsaicin mampu membunuh 80 persen kanker prostat (pada tikus) tanpa membahayakan sel-sel normal di sekitarnya.

Terlebih, cabai memiliki sifat antimikroba dan anti-peradangan. Cabai dinilai sangat ampuh untuk melindungi Anda dari borok dalam perut.

Luka dalam perut diakibatkan oleh bakteri H.pylori penyebab pertumbuhan bisul, dan capsaicin dapat membantu untuk membunuh koloni bakteri tersebut.

Capsaicin juga telah dikaitkan keefektivitasannya terhadap pengobatan kanker payudara, pankreas, dan kandung kemih, meskipun Anda mungkin harus mengonsumsi capsaicin dalam jumlah yang tidak masuk akan agar bisa berhasil — misalnya, lima buah cabai habanero dalam seminggu.

Meski sudah banyak studi yang melaporkan manfaat makanan pedas untuk kesehatan, peneliti mengingatkan bahwa studi-studi ini masih terbatas bersifat pengamatan sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibatnya secara pasti.

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki manfaat dan efek berbeda yang dapat ditimbulkan tergantung masing-masing jenis cabai.

Anda juga mungkin ingin membatasi makanan pedas di malam hari. Mengonsumsi makanan pedas menjelang waktu tidur bisa menyebabkan gangguan pencernaan yang bisa membuat Anda sulit tidur nyenyak.

Bahkan jika Anda termasuk orang yang tahan makan cabai, sambal dan makanan yang pedas dapat membuat Anda kesulitan jatuh tertidur akibat capsaicin yang mengubah suhu tubuh.

Adapun seberapa banyak makanan pedas yang perlu Anda konsumsi untuk mendapatkan manfaatnya, dokter dan para ahli menyarankan Anda untuk mulai memasukkan cabai dan kunyit ke dalam menu makan Anda setidaknya  dua hingga tiga kali seminggu — baik dimakan mentah, dijadikan sambal, bahan rendaman masakan panggangan, tumisan, atau dipanggang utuh.

Pada akhirnya, daripada Anda mencari suatu makanan “super” yang dapat meningkatkan kesehatan dan mengurangi risiko kematian, akan lebih baik untuk mengubah gaya hidup ke arah yang lebih sehat.

Konsumsilah pola makan seimbang yang mengandung buah-buahan dan sayuran, batasi asupan garam, gula, dan lemak jenuh, berolahraga secara rutin, serta hindari rokok dan alkohol.

Makanan pedas merangsang reseptor di kulit yang biasanya menanggapi panas. Kumpulan reseptor ini, yaitu serabut saraf nyeri, secara teknis dikenal sebagai nosiseptor polimodal. Mereka menanggapi suhu ekstrem dan stimulasi mekanik intens, seperti cubitan dan goresan benda tajam; tapi, mereka juga menanggapi pengaruh kimia tertentu.

Sistem saraf pusat dapat bingung atau tertipu ketika serat nyeri ini dirangsang oleh bahan kimia, seperti capsaicin yang umum ditemukan dalam cabai, yang memicu respon saraf ambigu.

Jadi, bagaimana otak memutuskan apakah mulut sedang terjepit, tergores, terbakar, atau terpapar bahan kimia?

Para ilmuwan tidak yakin bagaimana proses ini bekerja, tapi mereka menduga otak membuat penilaian berdasarkan jenis dan variasi rangsangan yang diterima.

Stimulus ke nosiseptor sendiri mungkin menunjukkan temperatur ekstrim dan berbahaya. Tapi, capsaicin juga merangsang saraf yang merespon hanya untuk peningkatan suhu ringan — yang memberikan sedikit rasa hangat atau gerah saat “kepedesan”.

Jadi, capsaicin mengirimkan dua pesan ke otak: ‘Saya adalah stimulus yang intens,’ juga sekaligus ‘saya adalah kehangatan.’ Bersamaan, rangsangan ini menentukan sensasi terbakar, bukan cubitan atau luka goresan.

Sistem saraf pusat bereaksi terhadap sinyal apapun yang dikirim sistem sensorik soal apa sedang terjadi.

Oleh karena itu, pola aktivitas dari rasa sakit dan serabut saraf hangat memicu kedua sensasi dan reaksi fisik dari panas, termasuk pelebaran pembuluh darah, berkeringat, menangis, dan kulit memerah.