close
Nuga Sehat

“Osteoporosis Kok Hanya Milik Wanita”

Pagi tadi “hand phone” menerima pesan pendek dari seorang teman sekolah. Ia, dengan kalimat memelas, menuliskan pertanyaan,”dosa apa kami perempuan kok menumpuk penyakit di usia tua?”

Saya tak tahu maksud pertanyaan yang “abu-abu” itu. Dengan naluri yang masih berdaki sevagai jurnalis, saya menyalin nomor sang teman dan menghubunginya dengan sapaan salam disertai “say hello” tanya,”apakah ia dalam keadaan sehat.”

Sedikit geram, ia membalas. Sangat khas perempuan. “Udah dikasih sinyal nggak pas, kok malah tanya sehat,” hardiknya dengan sedikit canda yang diringi tawa ringan seperti yang bisa kami tangkap dari kikk… kikk..nya di ujung sana.

Setelah suasananya adem, sanga teman berujar,”saya di vonis osteoporosis. Tulang pinggul saya retak dan kini udah di kursi roda.” Saya jadi haru dan menghibur dengan canda yang tak kalah serunya. “Laki-laki juga juga punya dosa kok dengan penyakit.” Saya menyebut tentang prostat yang khas penyakit milik lelaki.

Kembali lagi kepada keluhan tentang osteoporosis yang menjadi “milik” wanita, ocehan sang teman tak ada salahnya. Menurut jurnal kesehatan “healtycare,” dua dari tiga penderita osteoporosis adalah perempuang.

Di Indonesia osteoporosis dialami oleh 20 dari 100.000 wanita usia 50 sampai 54 tahun dengan gejala alami patah tulang pangkal paha.. Data WHO menunjukkan angka kematian akibat patah tulang paha mencapai 20 persen pada tahun pertama, sedangkan angka kecacatan sekira 50 persen.

Tentang penyebab wanita lebih rentan osteoporosis dibanding pria adalah karena wanita mengalami menopause. Pada wanita menopause, produksi hormon estrogen akan menurun dan akan mempengaruhi kepadatan mineral tulang.

Osteoporosis merupakan penyakit pada tulang yang ditandai dengan penurunan kepadatan massa tulang. Hal tersebut akan membuat tulang menjadi tipis, rapuh dan mudah retak sampai patah. Ini diakibat perubahan mikroarsitektur jaringan tulang. Lantas, apa penyebabnya secara jangka panjang?

Penyakit ini tidak menular dan banyak terjadi pada masa usia lanjut. Sementara, wanita tiga kali lebih rentan untuk terkena osteoporosis di banding lelaki.

Osteoporosis dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang. Dampak terburuk dari osteoporosis adalah terjadinya patah tulang.

Ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan osteoporosis. Asupan zat gizi yang tidak seimbang bisa jadi pemicunya. Hal ini di antaranya adalah kurangnya kalsium dan vitamin D.

Disamping itu, gaya hidup seperti kurang aktivitas fisik, merokok serta menkosumsi alkohol dapat menyebabkan osteoporosis. Oleh karena itu, untuk mencegah osteoporosis perlu melakukan upaya meningkatkan kepadatan massa tulang. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menkonsumsi makanan yang mengandung vitamin dan mineral kalsium, termasuk susu, sayur dan buah.

Selain itu, vitamin D juga sangat penting dalam memineralisasi tulang dan dapat diperoleh dari paparan sinar matahari.

Menurut data, hampir satu dari tiga perempuan di Indonesia mengalami osteoporosis di usia di atas 50 tahun. Selain itu, 70 persen wanita di usia 80 tahun menderita osteoporosis, dan penyakit ini hampir tidak menimbulkan gejala.

Osteoporosis hampir tidak menimbulkan gejala yang jelas atau silent disease, kecuali bila tulang retak dan patah, sehingga penderitanya akan merasa nyeri.

Untuk mencegah osteoporosis terbagi atas tiga pencegahan, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan tertier. Pencegahan primer adalah ketika kita masih sehat, artinya belum terkena osteoporosis.

Oleh karena itu sejak usia dini, masa kanak-kanak, remaja dan dewasa muda sudah mulai membentuk kepadatan tulang dan menjaga pola makan, aktivitas fisik serta hindari kebiasaan merokok juga alcohol.

Sementara, untuk pencegahan sekunder dilakukan pada wanita yang telah terkena osteoporosis. Ia menjelaskan, cara pencegahannya bisa dengan mengonsumsi kalsium dan vitamin D.

“Selain itu bisa juga dengan senam osteoporosis, good posture, good support, dan hindari risiko jatuh yang dapat mengakibatkan patah tulang,”tambahnya.

Selanjutnya, untuk pencegahan tertier atau setelah pasien mengalami patah tulang dapat dilakukan dengan latihan fisik, korset, fisioterapi dan aktifitas mandiri