close
Nuga Sehat

Gangguan Tidur Itu Memang Miliknya Lansia

Lima puluh persen para mereka yang lanjut usia atau  lansia memiliki keluhan  kesulitan untuk tidur.

Apakah itu normal?

“Ya,,” jawab laman kesehatan terkenal “hello sehat.”

Hal ini dianggap normal seiring dengan bertambahnya usia sehingga kemampuan untuk tidur nyenyak pun ikut menurun.

Namun, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan lansia susah tidur, yaitu adanya penyakit dan pengaruh terhadap penggunaan obat-obatan tertentu.

Apa sajakah gangguan tidur lansia?

Seperti ditulis laman Psychiatric Times, lansia yang mengeluhkan kesulitan tidur biasanya menghabiskan waktu lebih lama untuk tertidur, lebih banyak menggerakkan badan ketika tidur, kemudian sering terbangun pada malam hari, dan akhirnya bangun lebih awal.

Hal ini tentu membuat waktu tidur mereka tidak terpenuhi sebab kebutuhan tidur lansia tetap sama dengan orang dewasa.

Masalah lansia kurang tidur diperkirakan bisa melipatgandakan risiko terjadinya kematian.

Penyakit ini menyebabkan penderitanya kesulitan untuk tidur, bahkan bisa terjaga hingga pagi hari.

Insomnia sering dikaitkan dengan depresi.

Dalam sebuah penelitian pada sembilan ribu orang dewasa yang berumur di atas enam puluh lima tahun, empat puluh lima  persen di antaranya mengalami insomnia.

Selain depresi, insomnia juga bisa terkait dengan penyakit lain, seperti gagal jantung kongestif, diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronis dan penyakit lainnya.

Untuk mengobati insomnia, tidak hanya dengan mengonsumsi obat-obatan sesuai saran dan rekomendasi dari dokter, tetapi juga harus mengikuti terapi perilaku kognitif.

Penggunaan obat juga harus diawasi dan digunakan dalam jangka pendek. Sebab obat-obatan pasti memiliki risiko apalagi bila dikonsumsi oleh lansia.

Gangguan serius pada pernapasan ini terjadi saat tidur, yaitu saluran udara menjadi tersumbat karena dinding tenggorokan yang mengendur dan menyempit.

Pada sebuah penelitian, lansia yang berisiko terkena sleep apnea pada lansia yang memiliki demensia dan untuk yang tidak memiliki demensia.

Gejala yang paling umum terjadi adalah mendengkur dan mengantuk di siang hari secara berlebihan.

Dilansir dari NCBI, sleep apnea bisa dikurangi dengan menghindari perilaku atau kebiasaan yang menjadi penyebabnya, seperti mengonsumsi alkohol, merokok, dan penggunaan obat penenang atau obat tidur.

Bila tidak ada perubahan maka pasien akan diberikan alat yang membantu udara masuk selama pernapasan, seperti CPAP (Continuous Positive Airway Pressure).

Sensasi tidak nyaman, seperti rasa panas dan sakit pada kaki sehingga mendorongan untuk menggerak-gerakkan kaki pada malam hari atau ketika tidur merupakan gejala yang muncul pada restless legs syndrome.

Sedangkan PLMD adalah gangguan tidur yang hampir serupa dengan RLS, namun hanya mengentakan kaki saja.

Biasanya penderita RLS berpotensi juga memiliki PLMD.

Keluhan yang muncul seperti ini sering disalahartikan sebagai insomnia. Gerakan kaki pada PMLD  ini bisa terjadi setiap dua puluh sampai empat puluh detik dan terus berulang.

Gangguan yang terus terjadi ini dapat menganggu tidur dan akhirnya menyebabkan penderitanya terbangun.

Pengobatan yang dapat dilakukan untuk RLS dan PLMD adalah melakukan terapi dan mengonsumsi agonis dopamin, khususnya ropinirole dan pramipexol untuk mengurangi jumlah sentakan kaki atau gerakan lain dan gairah untuk melakukan hal tersebut.

Ritme sirkadian adalah istilah lain untuk jam biologis dalam tubuh yang mengatur aktivitas gelombang otak, produksi hormon, regenerasi sel, dan aktivitas biologis, termasuk untuk siklus tidur dan bangun manusia.

Seiring bertambahnya usia, ritme sirkadian ikut melemah.

Akibatnya, gangguan ini dapat meningkatkan frekuensi terbangun di malam hari dan munculnya rasa kantuk ekstrem di siang hari.

Untuk mengobati gangguan ini, biasanya dilakukan terapi cahaya untuk memperbaiki ritme sirkadian pada lansia.

REM behavior disorder adalah gangguan tidur lansia yang menunjukkan adanya aktivitas motorik refleks selama tidur, seperti memukul, menendang, berteriak, bahkan melompat dari tempat tidur sebagai respons terhadap mimpi yang mereka rasakan.

Bahkan pada beberapa kasus, gangguan tidur ini dapat melukai pasien dan orang yang berada di sekitarnya ketika tidur.

Dalam sebuah penelitian, lima puluh persen dari mereka yang didiagnosis dengan REM behavior disorder dapat meningkatkan risiko penyakit parkinson atau Multiple System Atrophy dalam waktu tiga hingga empat tahun.

Selain itu, gangguan ini memang lebih sering terjadi pada lansia pria.

Pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan terapi dan mengonsumsi beberapa obat seperti clonazepam dan benzodiazepin.