close
Nuga Sehat

Depresi dan Detak Jantung Tidak Beraturan

Bila Anda mengalami depresi hati-hatilah dengan  risiko terkena penyakit atrial fibrilasi, atau kondisi dimana jantung berdetak tidak beraturan dan cepat

Menurut sebuah data baru yang dilansir dari Medical News Today yang  dipresentasikan di American Heart Association atau AHA  mereka mengatakan bahwa dua koma tujuh7 juta orang di Amerika memiliki penyakit atrial fibrilasi .

Jantung dengan kondisi normal berdetak secara beraturan dan dapat mengalirkan darah ke atrium dan ventrikel yang nantinya akan dialirkan ke paru-paru dan seluruh tubuh.

Namun saat A-fib terjadi, detak jantung mengalami gangguan sehingga atrium tidak dapat mengalirkan darah ke ventrikel.

Dan saat darah terkumpul di atrium, darah tersebut dapat menggumpal dan menyebabkan stroke.

National Institutes of Helath  menunjukkan angka bahwa di Amerika, lebih dari  enam belas juta orang dewasa mengalami depresi. .

Penyebab depresinya masih belum diketahui secara pasti, namun peneliti percaya penyebabnya adalah psikososial, lingkungan, perilaku dan faktor lainnya.

Dilansir dari Medical News Today, dalam sebuah penelitian terbaru, peneliti dari Keck School of Medicine di University of Southern California di Los Angeles menganalisis data dari penelitian Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis .

Lebih dari enam ribu warga Amerika dari berbagai etnis ikut berpatisipasi dalam MESA yang kondisinya dipantau selama dua belas tahun.

Peserta dengan rata-rata usia enam puluh dua tahun dan mereka dinyatakan tidak memiliki penyakit jantung pada awal penelitian.

Peserta yang mengonsumsi antidepresan dan mendapatkan skor tertinggi dalam tes kesehatan untuk depresi memiliki peningkatan risiko sebesar tiga puluh tiga puluh persen terhadap A-fib, dibandingkan pesera dengan skor rendah dan tidak mengonsumsi antidepresan.

Penelitian ini tidak dapat menentukan dengan tepat bagaimana fungsi jantung dapat terganggu oleh depresi.

Namun para peneliti menduga bahwa peradangan dan peningkatan kadar beberapa hormon dapat menyebabkan detak jatung tidak teratur.

Dr. Parveen Garg peneliti utama dalam penelitian ini mengatakan bahwa temuannya tersebut mengidetifikasikan sebagian besar orang Amerika yang memiliki kemungkinan peningkatan risiko terhadap atrial fibrilasi dan mencegah terjadinya aritmia.

Ia juga mengatakan bahwa mereka perlu melihat apakah mengobati depresi dapat menurunkan risiko terjadinya atrial fibrilasi.

Data yang mendukung hubungan kesehatan jantung dan mental

Dr. Garg dan rekannya menjelaskan bahwa temuan mereka mendukung kesimpulan dari penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan hubungan antara kesehatan mental dan jantung.

Mereka menyarankan, baik dokter dan pasien perlu mengetahui bahwa bukti menunjukkan bahwa pada umumnya penderita depresi memiliki peningkatan risiko penyakit jantung.

Seperti yang pernah dilaporkan oleh Medical News Today dua tahun lalu, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa mengobati penderita depresi dapat menurunkan risiko penyakit jantung.

Dalam penelitian tersebut, orang yang telah dirawat karena depresi memiliki tingkat risiko kardiovaskular yang sama dengan yang tidak mengalami depresi.

Peneliti menemukan juga bahwa seseorang yang dinyatakan memiliki depresi dan penyakit jantung koroner, memiliki risiko kematian dini lebih tinggi

Depresi lazim ditemukan pada orang-orang yang mengidap penyakit berat. Hal ini lebih sering ditemukan perempuan dibandingkan laki-laki.

Depresi menyebabkan berbagai proses kimiawi di dalam tubuh yang menyebabkan meningkatnya angka kecacatan dan kematian akibat penyakit berat, termasuk penyakit jantung. Namun, apakah depresi menyebabkan potensi serangan jantung meningkat?

Sebelum kita membahas hubungan depresi dengan risiko serangan jantung, kita perlu mendeskripsikan apa itu depresi. Banyak skala atau skor yang mampu mendiagnosis depresi. Secara sekilas Anda mungkin bisa membedakan orang depresi atau tidak.

Stres dan depresi berhubungan timbal balik dengan penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung.

Pada saat seseorang mengalami depresi, terjadi ketidakseimbangan senyawa kimia (neurotransmitter) di dalam tubuh.

Itulah sebabnya, seseorang terlihat murung dan tidak bertenaga. Selain itu ada dua2 jalur kimia tubuh yang mengalami kekacauan.

Jalur yang pertama adalah sistem saraf autonom yang mengatur tekanan darah dan pembuluh darah, sedangkan jalur kedua adalah jalur HPA, sebuah jalur yang menghubungkan otak dengan kelenjar adrenal.

Kelenjar adrenal ini adalah pabriknya hormon, sehingga bila pabrik ini bermasalah akan berakibat pada ketidakseimbangan hormon dalam tubuh.

Pada jalur pertama, kekacauan itu menyebabkan keluarnya senyawa katekolamin. Senyawa ini bertanggung jawab pada banyak hal. Akibat banyaknya katekolamin, platelet  meningkat yang akhirnya membuat darah mengental.

Selain itu, terjadi kerusakan pembuluh darah karena jumlah katekolamin yang banyak di darah. Hal ini menyebabkan tekanan darah meningkat dan kemampuan jantung menurun. Kombinasi ini adalah kombinasi yang tepat untuk membuat

blokade di pembuluh darah yang menuju jantung, sehingga serangan jantung pada orang depresi tidak dapat dihindarkan.

Pada jalur kedua, kekacauan di pabrik hormon menyebabkan keluarnya senyawa kortisol. Kortisol “memanggil” banyak senyawa yang menyebabkan peradangan di pembuluh darah.

Kerusakan pembuluh darah memudahkan lemak “tersangkut” dan membuat blokade yang menyebabkan serangan jantung.

Dua mekanisme ini cukup menjelaskan bahwa orang depresi memiliki potensi serangan jantung yang lebih tinggi dibandingkan orang normal. Perubahan senyawa dalam tubuhnyalah yang berperan dalam hal tersebut.

Program rehabilitasi adalah pilihan terbaik untuk orang-orang dalam fase depresi. Program ini mudah dan murah dilakukan, meliputi pengaturan berat badan, peningkatan aktivitas fisik dan dukungan sosial serta penghentian kebiasaan merokok.

Aktivitas fisik juga bermanfaat untuk menurunkan berbagai faktor risiko serangan jantung dan menurunkan risiko depresi.

Aktivitas fisik yang teratur juga dapat mengalihkan perhatian perempuan dari kebiasaannya merokok, sekaligus membantunya untuk menjaga berat badan dan mengontrol faktor risiko lainnya.

Begitu pun dukungan sosial sangat membantu penderita depresi agar dapat menemukan kepercayaan diri dan kembali bersosialisasi dan beraktivitas secara normal.

Semakin cepat fase depresi berakhir, maka semakin kecil potensi terkena serangan jantung.

Obat-obatan anti depresi juga membantu menghilangkan gejala depresi. Oleh sebab itu, pendampingan oleh dokter ahli kejiwaan juga memiliki peranan yang besar. Melalui minum obat dan kontrol yang teratur, orang dalam fase depresi tidak perlu mengalami serangan jantung yang mungkin akan memperparah fase depresinya.