close
Nuga Sehat

Denyut Jantung Cepat dan Masalah Mental

Anda seorang lelaki?

Memiliki denyut jantung yang cepat?

Kalau kedua iya, Anda perlu berhati-hati.

Sebab, sebuah studi terbaru dari Swedia melaporkan, pria yang memiliki tekanan darah tinggi dan denyut jantung cepat berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental.

Dari studi itu  disebutkan,  mereka yang diperiksa kesehatannya di Swedish Armed Forces banyak yang mengalami hal itu.

Untuk mengetahui siapa saja yang berpotensi terkena gangguan kesehatan mental, peneliti memeriksa daftar pasien melalui National Patient Register.

Data tersebut berisi informasi mengenai penerimaan rawat inap psikiatri di Swedia sejak empat puluh tiga tahun silam, dan pasien rawat inap dan rawat jalan sejak tahun  enam tahun lalu.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa pria yang memiliki denyut jantung cepat, yaitu sepuluh denyut setiap menit, di usia delapan belas tahun memiliki potensi untuk terkena gangguan kecemasan, obsessive-compulsive disorder atau OCD, depresi, dan schizophrenia.

Namun, dikutip dari laman Live Science, jumlah orang yang mengalami risiko tersebut cenderung sedikit, hanya berkisar lima hingga delapan belas8 persen saja.

Ditemukan pula bahwa priayang  memiliki risiko terkena OCD.

Studi sebelumnya juga telah menunjukkan hubungan antara denyut jantung  dengan meningkatnya serangan jantung.

“Kami sangat terkejut menemukan hubungan antara serangan jantung dengan denyut jantung. Meskipun tidak terlalu parah, tapi potensi itu tetap ada, yaitu hubungan denyut jantung dengan penyakit kardiovaskular, bahkan kematian,” ujar Antti Latvala, peneliti medis di Karolinska Institute.

Namun, agaknya hubungan antara denyut jantung dengan kesehatan tidak terlalu relevan. Pasalnya, penelitian tersebut belum cukup membuktikan hubungan yang ada.

Para peneliti mencatat bahwa OCD serta gangguan kecemasan lain bisa saja terjadi sejak kecil atau sejak awal remaja. Dengan demikian, banyak pria berusia 18 tahun, yang masuk dalam kategori penelitian, sudah mengalami gangguan kesehatan mental.

Sedangkan untuk denyut jantung atau tekanan darah tersebut merupakan gangguan biasa, dan bukan faktor penyebab gangguan mental.

Selain itu, peneliti juga merasakan adanya keterbatasan penelitian, misalnya pengkuran denyut jantung dari aktivitas sistem saraf otonom, di mana sistem tersebut yang mengontrol kegiatan denyut jantung dan tekanan darah.

Tak hanya itu, peneliti juga tidak memasukkan wanita dalam penelitian. Menurutnya, wanita memiliki tingkat denyut jantung yang lebih tinggi ketimbang pria.

Peneliti pun berharap agar pada studi berikutnya akan ada penjelasan mengenai hubungan antara sistem saraf otonom dengan faktor penyebab gangguan kesehatan mental.

Para ilmuwan  menyarankan mereka yang bermasalah dengan denyut cepat jantung  untuk sering-sering mendekatkan diri dengan alam.

Tujuannya, tentu saja demi menjaga kesehatan jiwa dan raga.

Shaun Robinson,  Chief Executive The Mental Health Foundation menyatakan,  setiap orang hendaknya  rutin mendekatkan diri dengan alam .

“Ini dipicu oleh gaya hidup tidak sehat, kurang tidur, kerja berlebih dan biaya pengeluaran pun meningkat.”

Hal-hal simpel—seperti berjalan-jalan untuk mendekatkan diri dengan alam—diyakini Shaun mampu membuat perubahan besar bagi kesehatan mental dan kebahagiaan para warga Selandia Baru.

Hasil riset membuktikan bahwa meluangkan waktu untuk berdekatan dengan alam sangat baik bagi kesehatan jiwa dan raga. Terbukti, kegiatan ini membuat kehidupan orang-orang lebih bahagia.

Lebih dari itu, kedekatan dengan alam juga membuat orang-orang tak lagi depresi atau kelelahan, juga bisa berkonsentrasi. Kehidupan menjadi lebih bermakna, juga mengurangi biaya pengobatan.

“Meluangkan waktu untuk berdekatan dengan alam akan membuat para pegawai Anda merasa lebih bahagia dan lebih produktif,” kata Shaun. Alam yang dimaksud Shaun bukan berada di luar kota.

Tepatnya, alam sekitar, seperti bunga-bunga yang tumbuh liar di trotoar, ‘kanopi’ pepohonan yang memayungi perjalanan menuju kantor dan langit biru yang terlihat dari jendela ruang kerja.”