close
Nuga Sehat

Anda Mengalami Sindrom Telat Tidur?

Terlambat tidur. Itulah salah satu jenis penyakit perkotaan terbaru yang diakibatkan oleh mobilitas tinggi orang-orang hidup di masyarakat urban. Fenomena ini sudah menggejala secara luas dan oleh para ilmuwan dinamai dengan “delayed sleep phase syndrome “ atau sindrom telat tidur.

Berbeda dengan insomnia, penderita telat tidur masih bisa tertidur, namun di jam-jam abnormal. Penderita telat tidur umumnya tidur di kala pagi menjelang. Alhasil di pagi hari, mereka merasa lelah dan tidak berenergi.

“Telat tidur merupakan versi ekstrem dari kebiasaan begadang. Mereka tidur menjelang pagi dan merasa begitu buruk saat bangun. Kondisi ini sebenarnya sudah ada di era delapan puluhan, namun baru kembali populer di era sekarang ini,” kata pakar tidur Dr. Neil Stanley, seperti dikutip “nuga” dari Koran terbitan London “ Daily Mail.”

Stanley menyebutkan, para penderita sindrom telat tidur bukan berarti kesulitan tidur. Hanya saja, jam tidurnya bergeser. Akibatnya, ritme kerja tubuh pun berubah. Para penderita telat tidur jauh aktif dan berenergi di tengah malam.

“Mereka akhirnya bekerja atau melakukan hal-hal lain untuk menunggu kantuk. Padahal hal tersebut akan semakin mengacaukan ritme sirkadian tubuh,” imbuh Dr Stanley.

Jika sindrom ini ini berlangsung lama, penderitanya bisa memiliki kelainan tidur akut, yang bisa memengaruhi kesehatan fisik dan mental.

Sebuah studi yang dilakukan firma The Sleep Consultancy, menyebutkan sindrom ini bisa jadi diwariskan secara genetik. Dalam artian, orang tua yang punya kebiasaan tidur larut malam, bisa menurunkan kebiasaan tersebut pada anaknya.

Namun di sisi lain, fenomena ini lebih sering muncul karena gaya hidup perkotaan yang menuntut masyarakatnya aktif selama 24 jam.

Dr Stanley menyebutkan sindrom telat tidur sebenarnya bukan merupakan bagian dari gejala suatu penyakit, melainkan hasil dari gaya hidup yang buruk.

“Pekerjaan yang tidak pernah selesai, peningkatan penggunaan gadget dan teknologi, paparan cahaya biru dari gadget berlayar, serta ponsel pintar, membuat ritme tidur masyarakat urban sangat tidak teratur,” ujarnya.

Ironisnya, masyarakat urban berpikir tidur larut sudah menjadi hal yang umum. “Padahal mereka tahu tidur larut bisa menurunkan energi di pagi hari dan membuat tubuh terasa lesu,” tutur Dr Stanley.

Sindrom telat tidur merupakan sindrom anyar yang belum banyak diketahui dokter. Alhasil, gejala sindrom ini banyak keliru disangka sebagai gejala depresi.

Pada depresi, gangguan tidur atau insomnia bukan hanya sebagai gejala yang muncul bersamaan dengan kecemasan, depresi dan stres, melainkan dimungkinkan bahwa insomnia merupakan penyebab dari depresi itu sendiri.

“DSPS masih bisa diatasi, selama gangguan tidur tersebut belum memengaruhi aktivitas di siang hari. Namun ketika Anda merasa terus-menerus kelelahan akibat jam tidur yang salah, maka sudah saatnya Anda berkonsultasi pada dokter,” kata Dr Stanley.

Pasalnya, kekurangan waktu tidur berkaitan erat dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Mereka yang tidur larut punya kekebalan tubuh yang lebih rendah sehingga kerap terserang flu atau diare.

Sebuah studi juga mengaitkan tidur larut dengan peningkatan tekanan darah juga tingginya kandungan kimia tubuh yang bisa mempertinggi risiko serangan jantung, serta diabetes tipe 2