close
Nuga Region

Laporan “nuga.co:” Jejak Erupsi Sinabung Mengerikan

Gunung Sinabung sulit diprediksi tingkahnya. Begitu yang didapat Arminsyah, wartawan “nuga.co” dari Medan yang “naik” ke Kabanjahe dan Brastagi pagi ini, Munggu, 02 Februari 2014, dari pos pengamat gunung Sinabung.

Aktivitasnya naik turun. Sekali waktu memuntahkan abu, kadang ‘diam’. Dan Sabtu kemarin, salah satu gunung teraktif di dunia ini “marah” dengan menyemburkan awan panas yang mematikan.

Hingga pagi ini sudah lima orang dipastikan tewas. Arminsyah yang datang dan berkeliling menelusuri jejak keganasan Sinabung mencatatkan dahsyatnya awan panas tersebut.

Arminsyah mengabadikan lewat kameranya beberapa desa di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, bersama tim SAR yang datang mengecek, Minggu pagi.. Lokasi yang berjarak kurang lebih tiga kilometer dari puncak Sinabung ini, Sabtu 01 Februari menjelang siang, menjadi lokasi korban-korban sebelumnya ditemukan.

Terlihat pohon-pohon mengering. Hanya menyisakan batang dan ranting. Posisinya melengkung searah dengan terjangan awan panas. Tanah memutih seperti disiram abu.

Tidak jelas lagi mana jalan dan mana permukiman. Kawasan tersebut rata dengan tanah, menjadi padang pasir dadakan.

Bersama tim, Arminsyah menyisir desa tersebut untuk mencari kemungkinan adanya korban yang masih tertinggal. Kemudian bersama tim ia segera turun lagi karena kondisi gunung belum stabil. Pencarian akan dilanjutkan saat situasi memungkinkan.

Sejauh ini, korban tewas akibat awas panas berjumlah lima belas orang, dan dua lainnya masih dirawat di ruang ICU RS Efarina Etaham akibat luka bakar

Sejumlah pengungsi Gunung Sinabung, di beberapa tempat pengungsian, semakin resah saat mendengar ada lima belas korban tewas diterjang awan panas. Ketakutan juga timbul karena aktifitas Sinabung tidak menentu.

“Kemarin katanya aktifitas menurun. Eh beberapa hari kemudian ada banjir lahar dingin. Hari ini juga begitu, ada awan panas yang sampai merenggut korban jiwa,” kata Bukit Sembiring pengungsi asal Desa Suka Meriah, Minggu pagi.

“Enggak ada jaminan kita yang di pengungsian ini juga aman,” tambahnya.

Menurutnya pasca tersebarnya kabar tewasnya lima belas orang dalam erupsi Sabtu siang, banyak warga yang tidak tenang. Mereka pun terlihat tak bisa tidur, dan hanya mondar-mandir menanti informasi terbaru kondisi Sinabung.

Biasanya, cerita dia, para pengungsi mulai tertidur pukul 22.00 WIB. Semalam, ada suasan berbeda. Banyak pengungsi yang masih mondar-mandir hingga Minggu, dini hari, karena tidak tenang.

“Yang minta obat pusing kepala dan gatal-gatal pun semakin banyak. Mungkin karena stres. Kita sudah coba tenangkan dengan menyampaikan bahwa lokasi pengungsian aman. Tapi banyak yang cemas dengan kampung halamannya,” ucapnya..

Untuk memberikan rasa aman kepada para pengungsi, Bukit Sembiring dan pengungsi lainnya sepakat untuk terus terjaga secara bergantian. Ada juga yang bertugas memantau kondisi merapi melalui televisi. Setiap pengungsi yang terbangun akan tahu kondisi terakhir Sinabung.

“Ini sudah kita buat seperti tugas piket. Karena besok masih ada pengungsi yang harus bekerja di ladang di luar radius bahaya,” ujarnya lanjut.

Untuk mengantisipasi lolosnya pengunjung ke lokasi berbahaya, aparat mengerahkan personilnya untuk menjaga pintu-pintu lintasan agar masyarakat tidak masuk kembali dalam zona berbahaya Gunung Sinabung.

“Sudah ada petugas yang berjaga-jaga terdiri dari Brimob dan TNI AD,”ujar seorang petugas lainnya saat dihubungi.

Mengenai adanya korban yang tewas akibat awan panas, sang petugas mengatakan mereka yang menjadi korban adalah orang-orang luar yang masuk melalui jalan-jalan pintas dan menggangap jika saat itu tidak ada aktivitas Gunung Sinabung.

Di Medan, Plt Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, meminta jurnalis yang yang berasal dari Medan untuk tidak nekat menembus zona bahaya Sinabung. Kata dia, tewasnya Rizal Syahputra, seorang jurnalis, harus jadi pelajar bagi seluruh pekerja media.

“Sebagai pekerja media, determinasi memang penting. Tapi harus pula mengedepankan keselamatan,” kata dia saat melayat di rumah duka Rizal Syahputra.

Dia mengatakan, pemerintah menetapkan zona bahaya erupsi Gunung Sinabung sudah dengan pertimbangan matang. “Jadi, patuhilah. Jangan nekat, kita tidak ingin ada lagi korban jiwa,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia Kota Medan, Soetana Monang Hasibuan mengatakan, berita eksklusif memang penting bagi media massa.

Namun, dia tidak sepakat jika untuk mencari berita eksklusif harus mengorbankan nyawa. “Jangan ambisius untuk mendapat berita eksklusif. Karena, apapun itu tidak setimpal bila nyawa taruhannya,” terangnya.

Monang juga meminta, setiap jurnalis yang meliput bencana erupsi Gunung Sinabung, melengkapi diri dengan peralatan dan fasilitas yang aman.

“Ada kecenderungan perusahaan media hanya memberikan beban tugas meliput kepada jurnalis. Tapi fasilitas yang membuat jurnalis bekerja dengan lebih aman masih minim. Padahal, fenomena bencana sulit diprediksi,” tukasnya.

Rizal Syahputra, jurnalis Media Online Zonasumut.com, tewas diterjang awan panas Gunung Merapi. Rizal nekat menerobos zona bahaya karena ingin mengabadikan erupsi merapi dari jarak lebih dekat