close
Nuga News

Uje, Kisah Warna-Warni Hidupnya Yang Disambangi Twit Duka SBY

Kematian Jeffry Al-Buchory atau akrab di sapa Uje menjalarkan kenangan  lewat ungkapan memori duka dan air mata di komunitas bangsa. Uje, sang ustadz muda yang “gaul,” di hari-hari pasca kematiannya, usai kecelakaan motor gede di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, memang benar memesona hingga menyita halaman semua media cetak dan menginspirasi jam tayang “live” di semua jaringan stasion televisi.

Kematian Uje tidak hanya mengundang atmosfer komentar duka di komunitas jamaahnya, tapi meluas tanpa memedulikan status sosial mereka. Tak peduli ia seorang presiden, menteri, pejabat, politikus, artis, bahkan juga datang dari juru parkir dan tukang bubur. Juga datang dari  seorang tahanan korupsi.

Semua komentar itu lebur dalam ucapan belasungkawa pujian dan doa untuk seorang ustadz, yang hanya seorang “manusia biasa.” Seorang yang datang dari kelas sosial yang tidak mentereng. Seorang yang menjalani kehidupan bagaikan luncuran kereta yang naik turun secara tajam. Seorang anak dari keluarga yang amat agamis dan terperosok pada kehidupan gaul yang sangat dugem dan kemudiannya menjadi “dai” dengan menularkan semua proses  jalan hidupnya untuk tidak dijadikan contoh..

Ia disenangi di komunitasnya karena rasa sosialnya untuk beramal secara ikhlas. Ia disukai para jamaahnya karena ketulusannya menyambangi mereka dengan apa adanya. Dan ia dipuja oleh anak-anak gaul karena menemukan “sangkutan” dengan pengalaman  diri mereka sendiri.

Bukan main Uje! Ia warna-warni. Tidak hitam putih yang membelakangi perbedaan. Tidak juga milik kaum “gaul.” Ia milik kita. Milik siapa pun yang pernah bergaul atau mendengar cara ia bergaul. Dan ia tidak hanya duduk diam dalam doa di masjid, tapi ia naik motor gede, trendy dengan busana yang modis serta tak minder dengan sorot kamera.

Uje memang komplit. Untuk itu ia disukai ketika membeli dagangan di lampu stop, membayarkan semua orang yang makan ketika mampir di sebuah warung atau pun menyalami seorang tua di sudut stasion atau pasar ketika ia datang ke sebuah kota untuk berdakwah tanpa orang itu tahu siapa dia.

Ia tetap dengan suara menghardik dan kocak ketika asisten pribadinya tercengang dan bingung mendapati uang hasil honor dakwahnya ludes. Ia menghibur sang asisten dengan mengatakan,”Ntar lagi gue kebagian rezeki lain. Lu bayarin aja.” Itu ucapan kalimat yang berbunyi ”lu-gua” tanpa dibalut dengan oleh eufumisme yang “munafik.

Uje juga adalah suami dan ayah yang menebarkan kegembiraan kepada anak dan istrinya. Menebarkan optimisme tentang hidup. Tentang kabar bohong perselingkuhannya ia menjawabnya dengan kocak kepada media dengan kalimat,” Dari dulu gua  memang tukang selingkuh kok, dengan banyak wanita cantik disekelilingku.”

Sebagai manusia ia tak pernah menyembunyikan “dosa.”  Setiap ditanya oleh media tentang tingkahnya, Uje selalu mengatakan,”Gua kan datang dari kaum bergajul. Jangan ragukan itu. Tak perlu ditutupi. Tapi gua juga seorang yang mencari rihdo Tuhan.”

Bahkan di hari-hari menjelang kematiannya, kepada sahabat, istri ibunya atau orang dekatnya ia mengeluhkan tentang hidupnya sebagai “tukang” sampah yang juga diperciki kotoran. Uje mendatangi guru-gurunya untuk mengeluhkan dosa-dosanya yang belum semuanya bisa ditebus. Ia tetap sebagai seorang Uje yang utuh.

Dan ketika langit Jakarta “memayungi” hari kematiannya dan mengikuti perjalanan jenazahnya dari rumah rumah sakit ke rumah duka dan  terus ke Masjid Istiqlal serta kemudiannya  bersemayam di Karet Tengsin, di atas jasad sang ayah,  Uje hidup sebagai kenangan di banyak memori setiap orang

Kenangan yang dituliskan  serta kata-kata duka yang berdatangan untuknya. Ikutilah kalimat duka yang ditulis sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di akun twitternya @SBYudhoyono. Kalimat yang mengatakan baktinya terhadap pencerahan hidup.

Kita kehilangan lagi orang baik yg mencerahkan. Selamat jalan Ustadz Jefri, semoga nilai yg disebarkan bisa menginspirasi kita semua. *SBY*,” demikian isi tweet Presiden SBY.

Dengar pula kisah menariknya, sebelum  sang ustadz  menghadap Sang Maha Kuasa,  ketika  didekati Sales Promotion Girl (SPG) penjual rokok ketika  ngopi di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Saat SPG penjual rokok mendekati Uje, satpam menegur SPG tersebut untuk tidak mendekati ustadz gaul tersebut. Melihat satpam melarang SPG mendekatinya, Uje pun menegur sang satpam. Uje melarang si satpam karena merasa kasihan terhadap SPG yang tengah mencari nafkah di malam hari.

“Sewaktu ngopi di Kemang, ada SPG menawarkan rokok, SPG-nya di tegur sama Pak Satpam. Tapi, Uje melarang satpam untuk menegurnya,” cerita ustadz Ahmad Bachir Ghazali yang akrab disapa ABG kepada “nuga.co.” “Pak Satpam enggak boleh gitu, karena dia mencari nafkah di malam hari,” tutur ABG menirukan Uje.

Tak panjang lebar Uje menanyakan harga rokok yang ditawarkan SPG tersebut. Uje memborong satu slop rokok dan langsung dikasihkan kepada Satpam yang sempat menegur SPG tadi. “Anehnya, beliau membeli rokok satu slop ke SPG-nya, dan langsung dikasihkah ke Pak Satpam tadi,” kata dia.

Tak hanya itu, kata ABG, uang sisa pembelian rokok tersebut tak diambilnya. Uje pun sempat meminta do’a kepada SPG tersebut. “Kembaliannya ustadz,” kata SPG. “Ambil saja, doakan saya yah,” timbal Uje.

Di kesempatan yang sama ketika akan meninggalkan kafe  Uje  memberikan uang parkir Rp100 ribu kepada tukang parkir dan mengatakan hal yang sama agar dirinya didoakan.

Tidak hanya berhenti diksahkan itu mantan tokoh PKS, Luthfi Hasan Ishaaq,  dari rumah tahanan KPK  menyampaikan doanya, “Mudah-mudahan Allah menerima arwahnya. Semoga mendapatkan keridaan dari Allah, dan berharap keluarganya bisa tabah.”

Ini adalah pernyataan Luthfi sejak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan militer Guntur. Berkali-kali diperiksa, Luthfi lebih sering menggelar aksi tutup mulut dan menampilkan gestur simbol tiga jari tangan, ala remaja gaul.

Luthfi berharap putra-putri yang ditinggalkan mendiang Uje, sapaan akrabnya, bisa menjadi penerus ayah mereka. “Saya berharap putra-putrinya bisa menjadi pengganti beliau,” terang Luthfi.

Menurut Luthfi, Uje memang punya perjalanan hidup yang spektakuler. “Perjalanan hidupnya yang spektakuler dan berakhir dengan husnul khotimah. Perjuangan dan dakwahnya yang sangat luar biasa, dan kemampuan beliau membentuk karakter istrinya, dengan Islam,” ungkap Luthfi memuji.

Sifat terpuji yang dimiliki Uje  juga datang  dari dua personel band Ungu, Enda dan Rowman Enda mengaku kaget begitu mendengar kabar bahwa lelaki yang dianggapnya guru dan sahabat itu meninggal dunia. Ya, kaget lah, dia guru, sahabat. Gue melihat Uje sebagai sosok Islam sebenarnya, baik hati, enggak membeda-bedakan,” kata Enda.

Rowman juga memuji sang mendiang. “Uje adalah hamba yang disayangi Dia, semoga diterima di sisi-Nya,” kata Rowman.

Dengan banyak pelayat  hadir dalam pemakaman jenazah Uje, Rowman dan Enda berdoa semoga pintu surga akan terbuka lebar bagi Uje. “Banyak yang mendoakan dia, semoga pintu surga terbuka untuknya,” ucap Enda.

 

 

Tags : slide