close
Nuga News

Kasus Rawa Tripa Masuki Babak Baru

Babak baru kasus penghancuran Rawa Gambut Tripa akan bergulir ke ranah gugatan hukum dengan diajukannya gugatan perdata  oleh kuasa hukum Menteri Lingkungan Hidup dan jaksa atas pembukaan dan pembakaran lahan oleh PT Kalista Alam dan PT Surya Panen Subur 2.

Gugatan perdata terhadap PT Kalista Alam, pekan lalu, telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Meulaboh setelah berkasnya disiapkan selama empat bulan oleh tim kuasa hukum Kementerian Lingkungan Hidup dengan jaksa yang juga sebagai kuasa hukum negara.

Pengajuan gugatan ini, menurut sebuah sumber di Jakarta, mengisyaratkan kasus pemusnahan Rawa Tripa tidak hanya berhenti dengan pencabutan izin pembukaan lahan budidaya perkebunan oleh  PT Kalista Alam  oleh Gubernur Provinsi Aceh dua bulan lalu dan gugatan  perdata yang telah didaftarkan di pengadilan,  tetapi juga akan bergerak ke ranah pidana.

Pekan ini, pendaftaran gugatan perdata terhadap PT  Surya Panen Subur 2 yang membakar lahan untuk membuka areal perkebunan sawitnya  dikawasan yang sama juga  akan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur sesuai dengan domisili pencatatan badan hukum perusahaan itu.

Materi pengajuan kasus gugatan perdata terhadap dua perusahaan ini, menurut Deputi Penataan Hukum Lingkungan KLH Sudariyono, sama. Yaitu pembukaan lahan disertai pembakaran. Dalam salah satu materi gugatannya, kuasa hukum juga menegaskan secara kasuistik  tentang  spesifikasi lahan gambut yang tidak ditolerir perusakannya. “Apalagi kawasan yang dibuka dan dibakar termasuk Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan daerah konservasi.”

Dalam gugatan yang  nominalnya dihitung oleh pakar Institut Pertanian Bogor itu tidak diungkapkan berapa besar ganti rugi yang dituntut. Dua bulan lalu salah seorang pakar dari IPB yang menangani penyidikan forensik terhadap kerusakan di Rawa Tripa mengatakan, jumlahnya bisa puluhan milyar. “Masih dihitung dan belum ada angka pasnya,” kata dosen IPB yang ditugaskan sebagai penyidik terhadap kejahatan hukum lingkungan oleh Kementerian LH itu.

Sudariyono pekan lalu lalu di Jakarta mengatakan, besaran tuntutan kerugian dari pembukaan lahan dan pembakaran oleh dua persusahaan budidaya perkebunan itu akan dibacakan dalam sidang pengadilan nantinya di Meulaboh dan Jakarta. “Angka itu telah selesai dihitung berdasarkan kompenen eksosistem dan fungsinya.”

Rawa Gambut Tripa yang merupakan rawa gambut terbaik di dunia dengan ketinggian mencapai 7 meter dan menjadi “spon” untuk menyimpan air di musim hujan serta melepaskannya dimusim kemarau semula luasnya 62 ribu hektar. Kini, rawa gambut itu hanya tersisa 11 ribu hektar setelah dibancak menjadi kapling-kapling perkebunan sawit.

Dampak paling dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Tripa Makmur, Kabupaten Nagan Raya dari kerusakan itu adalah kekeringan ketika kemarau dan banjir kala musim penghujan. Pekan lalu kawasan Tripa Makmur, yang merupakan kecamatan baru setelah berpisah dengan Kecamatan Tripa, terisolir selama lima hari karane digenangi air luapan Krueng Tripa hingga mencapai ketinggian dua meter.

Selain mengubah peta iklim penduduk kini juga kehilangan sumber nafkah dari peternakan ikan air tawar dan madu lebah karena hutan yang dibabat dengan ditanami kelapa sawit.

Kasus Rawa Tripa mencuat kepermukaan setelah Walhi Aceh mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negera Banda Aceh atas diberikannya izin pembukaan lahan kepada PT Kalista Alam oleh Gubernur Aceh, kala itu, Irwandi Yusuf untuk usaha budidaya perkebunan seluas 1.605 hektar.

Pemberian izin ini direspon oleh banyak pihak, terutama media, LSM Lingkungan dan pemerhati serta pakar. Bahkan REDD+ yang diketuai oleh Kuntoro Mangkusubroto mendesak dilakukan audit forensik untuk menyalaraskan kebijakan  “globar warming” dengan penegakan hukum lingkungan.  REDD+ mendorong dilakukan rehabilitasi kembali lahan gambut Tripa untuk kebutuhan konservasi alam agar lingkungan hidup bisa terjamin.

Gugatan ini didasarkan pada dilanggarnya Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 1911 tentang jeda pembukaan lahan termasuk pada rawa gambut. Inpres itu keluar pada bulan Juni sedangkan izin yang diberikan Irwandi pada bulan Agustus.

Di pengadilan tingkat pertama Walhi Aceh dikalahkan. Mereka banding dan memenangkan gugatannya dan PTUN Tinggi Medan dalam salah satu amarnya memerintahkan Gubernur Aceh sekarang, Zaini Abdullah, untuk membatalkan izin yang pernah dikeluarkan.

Pembatalan itu sudah dilaksanakan karena Gubernur Aceh sebagai pihak yang dikalahkan pada pengadilan tingkat banding tidak mengajukan kasasi. Gubernur Zaini, saat itu, juga akan berjanji mengevaluasi seluruh perizinan yang pernah diberikan oleh pemerintah terhadap lahan di Rawa Gambut Tripa.

Menurut sebuah sumber lain di Kementerian LH, pihaknya  bersama dengan IPB dibantu NGO lingkungan lokal dan global  kini sedang merampungkan perkara pidana terhadap 6 tersangka di PT Kalista Alam dan PT Surya Panen Subur 2. Persidangan pidananya, menurut seorang jaksa dari Kejaksaan Agung akan diperiksa di Pengadilan Negeri Meulaboh, yurisdiksi kejahatan dilakukan. []