close
Nuga News

Israel Tak Terima Kekalahan dari Hamas

Israel menolak klaim Hamas sebagai pemenang dalam perang Gaza, yang berlangsung selama tujuh pekan, dan dinyatakan sebagai konflik paling mematikan dalam sejarah Israel-Palestina dalam satu dekade terakhir.

Perang Gaza telah berakhir setelah dicapai sebuah kesepakatan gencatan senjata jangka panjang diberlakukan mulai Rabu dinihari WIB, 27 Agustus 2014.

Kabar ini memicu perayaan di seluruh Jalur Gaza setelahresiden Palestina, Mahmoud Abbas, menyampainnya lewat siaran televisi.

“Kami hari ini mengumumkan bahwa kami menerima usulan Mesir untuk melakukan gencatan senjata. Gencatan senjata ini memenuhi sebagian dari permintaan adanya distribusi makanan bagi warga Gaza dan pembangunan kembali bangunan yang sudah hancur. Itu yang dibutuhkan oleh warga Gaza saat ini,” ujar Abbas.

Artinya, Israel bersedia untuk mencabut blokade di Gaza. Stasiun berita Al Jazeera menyebut Israel juga sepakat untuk mencabut secara perlahan-lahan pembatasan penangkapan ikan di tepi pantai Jalur Gaza.

“Embargo akan dicabut dan pos di lima perbatasan akan mengalami perubahan, dengan perbatasan di Rafah, Mesir dibuka,” ujar reporter Al Jazeera, Andrew Simmons.

Sementara permintaan dari kedua pihak yang menyangkut isu sensitif akan dibahas bulan depan. Isu-isu itu antara lain menyangkut tuntutan kelompok Hamas dan Israel.

Hamas meminta agar dibangun sebuah pelabuhan laut, bandara di kota Gaza dan pembebasan sekitar 100 narapidana. Sementara, Israel meminta agar Hamas tidak lagi diberikan akses untuk memegang senjata.

Selain itu, Israel juga menuntut jaminan dari Hamas supaya tidak ada lagi senjata yang diselundupkan menuju ke Gaza. Kesepakatan itu disambut suka cita oleh ribuan warga Palestina. Mereka turun ke jalan, sambil mengacungkan dua jari sebagai tanda kemenangan.

Konflik yang diawali pada 8 Juli 2014 ketika Israel menggelar operasi militer Protective Edge yang bertujuan untuk menghentikan serangan roket Gaza telah menewaskan 2.143 warga Palestina dan 70 orang warga Israel.

Berdasarkan catatan PBB, hampir tujuh puluh persen korban tewas di pihak Palestina adalah warga sipil. Sementara itu, dari tujuh puluh korban tewas di sisi Israel, enam puluh empat orang di antaranya adalah tentara.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak mau menerima kemenangan Hamas ini dan membalasnya dengan sebuah pernyataan bahwa Israel lah yang memenangkanperang di Gaza melawan Hamas.

Pernyataan Netanyahu ini adalah wujud dari kegalauannya setelah sehari sebelum Hamas merayakannya di Gaza.

Dalam pidato di televisi nasional, Netanyahu mengatakan, Hamas secara politik terasing dan mengalami kerusakan parah.

“Hamas dihantam keras dan tak mendapatkan satu pun tuntutannya,” kata Netanyahu dalam konferensi pers di Jerusalem.

Ini merupakan pernyataan pertama Perdana Menteri Israel sejak gencatan senjata dicapai pada Selasa lalu. Ia merinci sejumlah tuntutan Hamas yang tidak dapat dipenuhi, termasuk tuntutan Hamas untuk mengendalikan pelabuhan dan bandara di Gaza dan pembebasan tahanan Palestina.

Benjamin Netanyahu mengatakan, operasi militer di Gaza telah menghapus kemampuan Hamas melakukan pembunuhan massal di Israel.

Para wartawan melaporkan, deklarasi kemenangan ini tampaknya ditujukan kepada kritikus yang mengatakan bahwa konflik gagal menggulingkan Hamas dari kekuasaan.

Sebelumnya, Hamas menggelar kegiatan yang disebut sebagai pawai kemenangan. Seorang juru bicara menyatakan, gencatan senjata adalah kemenangan bagi Gaza.

Gencatan senjata dicapai dalam perundingan yang ditengahi Mesir di ibu kota Kairo.

Saat pembicaraan untuk memantapkan gencatan senjata jangka panjang antara Israel dan Hamas masih berlanjut di Kairo, Mesir, rakyat Gaza mulai memunguti puing-puing sisa konflik.

Warga Gaza mulai meninggalkan kamp-kamp pengungsi dan tempat-tempat perlindungan PBB di tengah harapan gencatan senjata ini benar-benar bertahan. Namun, di sisi lain, banyak orang yang tak lagi memiliki rumah sebagai tujuan.

Lebih dari 20.000 rumah diperkirakan hancur dan tak bisa dihuni lagi akibat serangan udara Israel yang mengklaim bangunan yang dihancurkan itu digunakan Hamas untuk tujuan militer mereka.

Berdasarkan catatan PBB, lebih dari 300.000 warga Gaza berlindung di sekolah-sekolah yang digunakan PBB dan lebih dari 500.000 orang “tercerabut dari akarnya” akibat konflik ini.

Pierre Krahenbuhl, Komisioner Jenderal UNRWA, meminta komunitas internasional mengucurkan dana sebesar 295 juta dollar atau sekitar Rp 3,4 triliun untuk operasi pemulihan pasca-perang.