close
Nuga News

Heboh, Gempa Besar Akan Terjadi?

Rentetan gempa yang terjadi sepanjang bulan Juli 2015 yang meliputi Sumatera dan Jawa dispekulasikan akan terjadinya gempa besar di Indonesia dalam waktu beberapa bulan ke depan.

“gempa besar akan terjadi di Indonesia. Lokasinya sulit diramal. Bisa menimbulkan korban dan kerusakan besar,” tulis sebuah media online yang membuat banyak orang dan pengamat kelabakan.

Ahli geologi terkenal yang akrab di sapa Mbah Rono, Surono, kini Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, menepis isu adanya gempa besar di balik deretan-deretan yang mengguncang Tanah Air belakangan ini.

Dia menegaskan, gempa tak bisa diramal.

“Isu itu bohong saja. Mana ada gempa bisa diramal. Yang penting daerah rawan gempa itu bisa diketahui, tetapi kapan gempa itu terjadi itu tidak bisa diketahui,” kata Surono seperti ditulis “liputan6.com” beberapa hari lalu.

“Rentetan gempa di bulan Juli itu hal yang wajar saja,” ucap dia.

Gempa, kata dia, tak mengenal musim, seperti kemarau dan hujan. Hanya saja kebetulan gempa-gempa tersebut terjadi serentak pada Juli.

Namun, sambung dia, tak semua daerah di Indonesia memiliki potensi gempa besar. Hingga saat ini Kalimantan terpantau sebagai kawasan yang paling aman dari ancaman gempa.

“Ya cuma Kalimantan aja yang aman. Yang lainnya ada semua potensinya,” ucap dia.

Danny Hilman Natawidjaja, ahli kegempaan dari LIPI, setuju dengan Mbah Rono bahwa sumber gempa di Kalimantan relatif rendah. Hal ini karena lokasi pulau tersebut yang berada tak dekat dengan batas lempeng.

“Kalimantan relatif rendah sumber gempanya, sangat sepi. Karena lokasinya tak dekat batas lempeng, ada di tengah-tengah,” jelas Danny

Danny pun membeberkan daerah-daerah lain yang memiliki potensi gempa besar. Sumatera salah satunya. Di pulau itu, Aceh memiliki risiko gempa sangat tinggi. Begitu juga dengan Mentawai.

Selat Sunda pun memiliki potensi gempa besar. Di daerah itu gempa besar diprediksi bisa mengguncang.

Tentang rentetan gempa di bulan Juli, Danny sepakat dengan peneliti-peneliti lainnya sebagai suatu kewajaran. Menurut dia, gempa adalah suatu hal yang biasa di negeri ini.

“Daerah Indonesia dari dulu gempa banyak terjadi. Ratusan tiap tahunnya,” kata Danny.
“Enggak mudah memprediksi alam, prosesnya kan di dalam Bumi.”

Ada hikmah di balik fenomena gempa yang terjadi selama Juli 2015 kemarin. Banyak pakar yang yakin, rentetan lindu kemarin menurunkan risiko gempa besar di Tanah Air.

Mengapa begitu?

Menurut Kepala Lab Geologi Dinamik Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Subagyo, terjadinya gempa kecil di berbagai daerah di Indonesia justru semakin baik, karena akan membuat energi yang tersimpan tersalurkan keluar.

Menurut dia, semakin banyak gempa kecil justru membuat gempa dengan energi besar terkurangi.
“Karena gempa kecil-kecil justru membuat energi keluar tersalurkan,” kata Subagyo.

Subagyo juga sempat menyentil soal ramalan yang menyebutkan gempa akan membuat nusantara terpecah. Menurut dia, hal itu hanyalah isapan jempol belaka.

“Kalau Nusantara pecah paling 100 juta tahun akan datang, kalau enggak percaya, buktikan nanti, hehe…” seloroh dia.

Soal hikmah di balik gempa-gempa kecil itu pun diamini pakar gempa Agus Setyo Muntohar.

“Kalau kita catat, ada gempa yang dirasakan dan tidak dirasakan. Sepuluh kilometer gempa dangkal kita rasakan sehingga energi sudah dilepas, maka gempa yang besar tidak akan terjadi. Semakin bagus,” ujar Agus.

“Artinya dalam teori energi, maka energi semakin berkurang. Harapannya tidak terjadi pelepasan dengan energi yang besar,” imbuh dia.

Lantas kenapa lempengan selalu bergerak?

“Karena ada arus konveksi di perut Bumi, di inti Bumi, karena panas jadi Bumi berjalan. Jadi di dalam ada material panas. Lalu kenapa terjadi ada arus konveksi? Karena Bumi-nya berputar pada porosnya, itu sangat berpengaruh pada perut Bumi sendiri,” paparnya.

Arus konveksi ini, kata dia, berdampak pada pergerakan lempeng-lempeng Bumi. Seperti arus Laut yang membuat kapal terombang ambing.

“Laut itu kan di bawahnya ada energi, panas, dingin. Itulah yang mempengaruhi pergerakan lempeng, karena ada driving force—pemicunya,” ucap dia.

Dari pertemuan lempeng-lempeng ini akan memicu aksi saling dorong, bergeser, dan interaksi satu sama lain karena material yang saling bersinggungan.

“Nah suatu saat mereka tidak tahan dorong-dorongan ini, sehingga patah kan? Pada saat patah inilah ada energi, sehingga terjadi gempa Bumi,” ujarnya.

“Pada saat patah itulah gempa Bumi melepaskan energi. Itu akan mempengaruhi kesimbangan, menuju keseimbangan baru. Jadi lempengan itu tiap hari seperti itu.”

Saat ini masyarakat Indonesia harus bisa beradaptasi dan menerima kodratnya tinggal di daerah gempa.
Karena sesungguhnya, gempa tak membunuh. Kita hanya tinggal mencari cara untuk bersahabat dengan sang lindu.

“Bencana parametenya kan jumlah korban, jadi indikatornya, karena mungkin ketimpa bangunan, kena longsor, dan sebagainya,” papar dia.

“Gempa itu tidak membunuh. Jadi kalau dulu gempanya enggak banyak memakan korban, tetapi karena sekarang perkembangan penduduknya banyak, sekarang korban jadi lebih banyak,” imbuhnya

Karena itu, dia menilai infrastruktur menjadi salah satu elemen yang harus diperhatikan masyarakat Indonesia.

“Misalnya, di tempat duduk ada bantal, karana bisa menjadi salah satu pelindung supaya tidak kejatuhan lampu.”

“ Buat rumah seperti di Jepang pintu pakai sleregan, supaya kalau ada gempa tidak kebanting. Itu penting meminimalisasi risiko, pemahaman adalah fungsi kerentanan dan kemampuan adalah fungsi kapasitas.”

Selain infrastruktur, jatuhnya korban jiwa saat gempa juga bisa diminamilisir dengan memanfaatkan teknologi. Pun begitu dengan kearifan lokal.

“Dari sisi kearifan lokal harus diutamakan. Bagaimana teknologi bisa dibangun, sementara kearifan lokal belum bisa menerima. Misalnya, kita punya alat deteksi tsunami, tapi dicuri warga. Ini kan belum ada kesadaran.”

Seperti analogi pegas, per akan memantul ketika energi sudah terisi penuh. Saat hal itu terjadi, gempa hanya soal waktu.

Tags : slide