close
Nuga Life

Persentase Penis Mengerut Kala Dingin

Laman situs “men’s health,” Sabtu, 20 Februari, 2016, menulis bahwa penis bisa mengkerut sampai lima puluh persen panjangnya saat Anda kedinginan.

Untuk kelilingnya?

Bisa mengkerut sampai dua puluh hingga tiga puluh persen.

Semua ini, menurut tulisan di “men’s health,” bisa terjadi jika pria terekspos dalam udara di bawah lima belas derajat celcius.

“Ketika pria merasa kedinginan, pembuluh darah mereka akan mengecil dan mengerut. Hal ini akan membatasi aliran darah ke penis,” kata Darius Paduch, Direktur Kesehatan Seksual dan Pengobatan di Weill Cornell Medicine.

“Ini menyebabkan ukurannya mengecil.”

Tubuh manusia diprogram untuk menyimpan panas dan energi. Ketika udara sekitar dingin, sumber panas dalam tubuh akan mengalirkan hangat ke bagian tengah tubuh Anda, tempat organ vital Anda berada.

Hanya saja, akibatnya tubuh jadi tak bisa mengurangi aliran darah ke bagian lain seperti jari tangan, jari kaki dan lainnya.

Paduch mengatakan bahwa untuk menjaga kehangatan, penis akan mengerut dan memendek untuk mendekat ke tubuh. Bagi beberapa pria, kondisi ini bisa menjadi pengalaman yang tak nyaman.

Hal ini disebabkan karena saat aliran darah turun, penis bisa menjadi seperti karet. Selain itu, akan terjadi juga sebuah gesekan yang menyakitkan.

“Untuk mengatasi hal ini, celana boxer sporty akan membantu mengurangi gesekan,” kata Paduch.

Jika hal ini tidak berhasil, mungkin dokter akan memberi resep obat untuk disfungsi ereksi, misalnya cialis.
Tujuannya untuk membuat otot jadi lebih santai dan melancarkan aliran darah ke penis.

Hanya saja jangan khawatir, karena proses mengerut ini hanya akan berlangsung sementara.

Ketika suhu sudah menjadi hangat, tubuh akan kembali hangat dan aliran darah akan kembali normal. Organ intim pria pun akan kembali ke ukuran semula.

Di edisi yang sama “men’s health,” juga menulis tentang penyebab dari ketidaksuburan atau sulitnya pasangan untuk mendapat keturunan’

Ditulis, penyebabnya adalah kualitas sperma yang buruk.

Salah satu sebab buruknya kualitas sperma tenyata sangat sepele dan sederhana, yakni makanan.

Para peneliti yang menelaah masalah ini berharap hasil dari percobaan mereka yang dilakukan terhadap tikus bisa juga berlaku bagi manusia.

Selama ini memang pembicaraan tentang kesuburan dan kesehatan reproduksi selalu terfokus pada perempuan dan beberapa hal seperti usia, lingkungan dan faktor gaya hidup.
Karena dianggap perempuanlah yang punya kemampuan untuk hamil dan melahirkan bayi yang sehat.

Namun seperti juga dikutip dari Huffington Post, penelitian terbaru menyimpulkan bahwa kesehatan calon ayah sama pentingnya dengan kesehatan calon ibu untuk melahirkan anak-anak yang sehat.

Dua penelitian terbaru yang dipublikasikan secara independen di jurnal Science, menunjukkan bahwa pola makan ayah bisa berdampak pada keturunannya.

Seperti dikutip dari Hufington Post, dalam salah satu penelitian itu, tim peneliti dari China memberi makan tikus dengan diet yang tinggi lemak dan kemudian mengambil sperma mereka. Sperma itu kemudian dipergunakan untuk membuahi tikus betina.

Hasilnya anak-anak tikus yang dilahirkan mengalami kelainan resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Keduanya diketahui sebagai pemicu diabetes—sementara pada kelompok tikus pengendali penelitian, kelainan itu tak terjadi.

Dalam penelitian kedua yang dilakukan oleh peneliti dari Amerika Serikat dan Kanada, pola penelitian yang sama dilakukan. Namun kali ini dengan pola makan diet rendah protein.

Hasilnya sama-sama ada perubahan pada gen yang bertanggung jawab pada perkembangan sel punca pada keturunan tikus-tikus itu.

Temuan dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa DNA dalam sperma tak hanya akan mempengaruhi sang ayah tapi juga pada keturunannya.

RNA—rangkaian asam yang tugasnya untuk membantu cetak biru berisi DNA—juga memiliki peran penting.

Dalam penelitian di China, transfer RNA sepertinya membawa informasi dari pola makan ayah yang kemudian akan memengaruhi kesehatan keturunannya.

“Secara tradisional, kontribusi pria pada kesehatan anak biasanya dibatasi pada separuh dari DNA anak,” kaya Dr. Oliver Rando, ahli biokimia dari University of Massachussets Medical School dan salah satu penulis penelitian itu kepada Huffington Post.

“Jadi ini adalah ide besar bahwa pola makan calon ayah dan lingkungan akan sangat mempengaruhi metabolisme anak-anak atau seperti inilah tantangan yang bakal kita hadapi.”

Penelitian terbaru juga menyebutkan bahwa diet calon ayah akan sangat mempengaruhi kesuburan pria.

Penelitian lain terbaru menemukan tak hanya pola makan tapi lingkungan dan faktor lingkungn —termasuk diet dan olahraga—juga berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan kesuburan. Semua ini jadi faktor pendukung semakin menurunnya angka kelahiran di dunia.

“Saya sangat terkejut menemukan kualitas semen yang sangat rendah pada pria berusia dua puluh hingga dua puluh lima tahun, “ kata pemimpin penulis Dr Niels Skakkbaek dari University of Copenhaden dalam pernyataannya.

“Kami menemukan bahwa rata-rata pria memiliki 90 persen sperma tak normal. Ini menunjukkan kita sedang melangkah ke negara industri di mana kualitas semen yang buruk terjadi meluas.”

“Hal ini harus juga jadi kecurigaan kita tentang mengapa semakin sulit kehamilan terjadi.”

Skakkebaek dan koleganya menyimpulkan bahwa melihat usia calon ibu saja bukanlah penentu menurunnya jumlah kehamilan.

“Situasinya sangat rumit,” katanya.

Para peneliti mengatakan jika hasil penelitian yang didapat dari tikus ternyata juga terjadi pada manusia—seperti yang mereka harapkan—maka sangat bijak bagi para calon ibu dan ayah untuk mulai mempertimbangkan pola diet mereka jika ingin menyambut kehamilan yang sehat.