close
Nuga Life

Tubuh Tidur

Jangan pernah meremeh tidur.

Itu yang diungkapkan oleh para peneliti dari Universitas Pennsylvania.

Ya, banyak orang seringkali meremehkan tidur dan mereka memandangt tidur  sebagai aktivitas yang tidak produktif.

Padahal, organ tubuh mendapat manfaat dari tidur. Organ tubuh pun  tetap bekerja meski kita tertidur.

Lantas apa yang dilakukan tubuh kita saat tidur?

Step ini berlangsung ketika Anda berada di kondisi setengah sadar. Anda masih melek tapi mengantuk.

Saat memejamkan mata di fase ini, Anda akan mudah terbangun karena kondisi sekitar Anda berisik atau orang lain membangunkan Anda. Apabila pada tahap ini Anda terbangun, Anda merasa seperti belum tidur sama sekali.

Philip Gehrman, seorang asisten profesor psikiatri dari Universitas Pennsylvania di Amerika Serikat menyebut tahap ini sebagai fase “tidur biasa”.

Separuh tidur malam berada pada fase ini. Gehrman mengingatkan bahwa tahap ini memberi manfaat bagi kardiovaskular.

“Gelombang otak berjalan lambat, dengan beberapa letupan cepat. Detak jantung dan tekanan darah ikut melambat dan mengatur gerakannya. Ini tandanya, selama semalam, jantung dan sistem peredaran darah bisa beristirahat,” ujarnya.

Kita memasuki tahap tidur terdalam. Gelombang otak berganti menjadi gelombang lamban, restoratif, dan beramplitudo tinggi. Fungsi tubuh sebagian besar melambat. Tubuh berusaha memperbaikinya.

Kondisi ini berlangsung saat kita bermimpi seolah nyata. Istilah yang dipakai para pakar untuk menyebutnya adalah tidur paradoks.

Penyebab REM Sleep adalah tubuh sedang tidak bertugas tapi otak masih bekerja layaknya Anda masih melek.

Otak yang terhenti sementara mengakibatkan Anda tidak secara fisik terlibat di mimpi tersebut. Pernapasan dan detak jatung bisa melamban atau bahkan lebih kencang.

Para ahli juga mengungkapkan bahwa saat tidur, tubuh mengatur hormon yang menentukan tingkat lapar.

Otak turut mengunci memori dan mempelajari informasi yang diserap pada hari sebelumnya.

Seperti yang disarankan para ahli, mulai sekarang, biasakan untuk tidur yang nyenyak karena ada segudang manfaat di baliknya.

Selain itu, sains dan berbagao penelitian juga memngungkapkan tentang dampak seseorang kekurangan tidur.

Kekurangan tidur akan memperlambat kerja beberapa sel otak.

Sebuah riset yang dipublikasikan di Nature Medicine mengungkapnya.

Penelitian itu mengungkap, kurang tidur menyebabkan melemah dan lembatanya letupan elektrik dalam komunikasi sel saraf.

“Temuan ini membantu menjelaskan mengapa kurang tidur mengganggu berbagai fungsi mental,” ujar Dr. Itzhak Fried, profesor bedah saraf dari Universitas California, Los Angeles.

Dampak kekurangan tidur dapat dilihat saat merespon situasi seperti ketika ada seseorang yang melompat di depan mobil saat Anda tengah mengendarainya.

“Jika Anda kurang tidur, sel otak akan bereaksi dengan cara yang berbeda dari keadaan normal,” imbuh Fried seperti dikutip NPR.

Untuk mengungkap hal tersebut, Fried dan rekannya melakukan penelitian yang tidak biasa, mengamati otak orang yang tengah menjalani terapi epilepsi.

Sebagai bagian dari terapi, dokter menaruh detektor pada otak. Tujuannya, mengetahui lokasi otak tempat dimulainya kejang.

Didukung dengan fakta bahwa pasien eipilepsi sering dibuat terjaga sehingga kejangnya bisa diamati, para dokter mendapatkan kesempatan baik untuk mengamati sel otak selama berhari-hari.

Atas persetujuan pasien, dokter melakukan eksperimen. Mereka diminta melihat gambar wajah, tempat, dan hewan. Lalu aktivitas otaknya diamati.

Ada empat pasien terjaga semalaman sebelum mereka melihat banyak gambar.

Pada kelompok ini, Fried mengatakan sel saraf merespons lebih lambat. Tanggapannya berkurang dan waktunya lebih lama.

“Perubahan ini mengganggu kemampuan sel untuk berkomunikasi,” ujar Fried.

“Tim juga menemukan bukti bahwa kurang tidur memengaruhi beberapa area otak tertentu lebih banyak daripada yang lainnya. Seolah-olah daerah otak tertentu sedang tidur, sementara yang lain tetap terjaga atau bangun,” sambungnya.

Penelitian ini menambah bukti pentingnya menghindari mengemudi saat keadaan mengantuk.

Fried mengungkapkan temuannya juga mendukung upaya untuk membatasi jam kerja yang dilakukan oleh dokter. Sebab, dirinya juga menghabiskan waktu yang sangat lama sebagai dokter bedah saraf.

“Saya mencoba menerapkan pelajaran yang saya teliti untuk diri saya sendiri,” katanya.